Level ketiga Ye Xiu selesaikan dengan cepat lagi, hal ini tidak mengejutkan Chen Guo. Duel melawan hidden boss level 70, jika dilihat secara harfiah sebagai syarat masuk ke Shen Zhi Lingyu (Domain of Gods), maka syaratnya terlalu kejam. Kecuali ingin membuat Shen Zhi Lingyu menjadi zona mati, baru akan dibuat kesulitan setinggi ini.
Jadi Dark Night Cat Demon ini memang hidden boss level 70, dengan kemampuan yang sesuai hidden boss level 70. Hanya satu yang tidak dimilikinya: HP yang pantas untuk seorang BOSS.
Darah, inilah kelebihan terbesar BOSS. BOSS yang HP-nya tidak diikuti deretan angka nol, rasanya memalukan untuk menyapa BOSS lainnya.
Dark Night Cat Demon di level ketiga ini adalah BOSS yang merasa malu menyapa BOSS lain. Nilai HP-nya di antara para BOSS terlihat sangat memprihatinkan.
Karakter Jun Moxiao level 50 menghadapi monster level 70 dengan penindasan level 20, dimana damage berkurang drastis dan efek skill-serangan banyak yang bertahan. Tapi Ye Xiu tetap menyelesaikannya dengan kilat. Hampir tidak sempat melawan, monster itu langsung menjadi mayat. Mayatnya berubah menjadi item misi yang dimasukkan Ye Xiu ke dalam tas barang.
"Tingkat ketiga, selesai."
Ye Xiu tetap tenang, sementara Chen Guo sudah tak bisa menahan kegembiraannya.
Melihat misi tantangan Shen Zhi Lingyu yang menyulitkan banyak orang ini diselesaikan Ye Xiu dengan cara begitu dominan, Chen Guo tiba-tiba merasakan kepuasan. Seperti saat dirimu diintimidasi lama oleh anak besar yang jago, lalu tiba-tiba datang seseorang yang lebih hebat dan menghajarnya dalam beberapa gerakan.
Ini adalah kepuasan balas dendam!
Andai bukan hanya mereka berdua di sini, dan bertepuk tangan akan terlihat konyol, Chen Guo pasti sudah mulai bertepuk tangan.
"Tingkat empat, tingkat empat." Chen Guo mendesak Ye Xiu untuk melanjutkan.
Tingkat keempat mengharuskan keluar dari Desa Pemula, sekaligus menerima misi keempat yang isinya mengantarkan surat.
Tantangan terletak di perjalanan mengantarkan surat. Adegan tingkat keempat adalah jalan pegunungan terjal dengan jurang menganga di kedua sisi - jatuh berarti mati. Jelas ini ujian teknik positioning pemain. Dulu Chen Guo melewati bagian ini selangkah demi selangkah dengan hati-hati, meski begitu masih jatuh dan harus mengulang berkali-kali.
Bagi Ye Xiu, Chen Guo yakin ini hanya butuh beberapa menit lagi.
Hasilnya bahkan lebih spektakuler dari yang dibayangkannya.
Di jalan sempit dan berbahaya ini, Ye Xiu berani menggunakan Teknik Terbang dengan Senjata. Chen Guo tak bisa membayangkan bagaimana mungkin presisi titik pendaratan bisa dikontrol sempurna, setiap kali mendarat tepat di tempat yang dimaksud.
"Omong-omong, Ye Xiu kan pemain Battle Mage! Kok operasional Penembak bisa seahli ini?" Chen Guo tidak meragukan penguasaan Ye Xiu atas semua kelas di Glory, tapi penguasaan level segini berlebihan. Menurutnya, bahkan pemain Penembak profesional di lingkup profesional pun belum tentu sepercaya diri ini, menggunakan teknik aerial shot di jalur sempit ini terus-menerus tanpa henti.
Perlu diketahui, medan di scene ini seperti scene pertama—jalur gunung sempit yang di-generate secara acak. Belokan dan rintangan berbeda setiap misi. Jadi jangan bicara tentang, apalagi latihan. Ini murni kemahiran teknik aerial shot.
Chen Guo memandang Ye Xiu dengan tatapan tak percaya. Dulu dia pikir sudah takkan memandangi Shen ini dengan cara seperti itu, mengira sudah cukup paham kemampuan Shen ini. Ternyata orang ini seperti jurang tanpa dasar.
Saat melewati gerbang keempat, Chen Guo sama sekali tak bisa berkata-kata.
Ye Xiu yang baru saja menaklukkan empat gerbang, menghela napas panjang. Bangkit, minum segelas air, menyalakan rokok, lalu berjalan-jalan di warnet sambil menghisapnya sebelum kembali.
"Aku coba satu gerbang ya!" Chen Guo mengajukan permohonan pada Ye Xiu, tiba-tiba merasa bersemangat.
"Coba saja!" Ye Xiu tak mempermasalahkan.
Chen Guo pun berpindah ke komputer Ye Xiu dan mulai mengendalikan Jun Moxiao.
Misi tantangan Shen Zhi Lingyu ini, banyak pemain yang harus mengulang-ulang berkali-kali untuk melewati setiap level, meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Tanpa perlu melihat petunjuk, proses misi semuanya masih segar di ingatan. Chen Guo dengan cepat sampai di misi level kelima.
Isi misi tentu saja bukan pertempuran, Chen Guo tidak begitu sombong sampai merasa karakter level 50-nya bisa mengalahkan lawan level 70. Kalau punya kekuatan seperti itu, dia tidak akan menganggap mustahil menyelesaikan tantangan Shen Zhi Lingyu di level 50. Ketidakmustahilan ini terutama terletak pada pertempuran, sedangkan untuk bagian lari-lompat, menurutnya perbedaan level 50 dan 70 tidak terlalu signifikan.
Level kelima kembali menguji keterampilan operasional, kali ini operasi utama yang diperlukan adalah rolling.
Di banyak area yang harus dilalui, jalan biasa terlalu tinggi; jalan jongkok terlalu lambat; jalan merangkak... itu lebih lambat lagi. Jadi hanya bisa mengandalkan gerakan rolling untuk melewatinya dengan mulus.
Seperti level sejenis sebelumnya, desain konsepnya memiliki kesamaan: tidak boleh ada kesalahan sedikit pun.
Di level ini, jika timing rolling tidak tepat - misalnya menabrak pembatas - akan langsung memicu mekanisme insta-kill dan harus mulai dari awal.
Level ini dulu Chen Guo selesaikan sendiri. Melihat Ye Xiu menyelesaikan empat level dengan mulus, dia merasa sangat keren dan gagah. Seketika hatinya gatal, ingin mencoba apakah dia juga bisa tampil gagah.
Faktanya membuktikan tentu saja tidak bisa.
"Meski sebelumnya Chen Guo punya rekor lolos, tapi jelas-jelas untuk melewati rintangan ini, Ye Xiu mengandalkan kekuatan murni. Sedangkan pemain biasa sebagian besar mengandalkan keberuntungan. Mereka tidak benar-benar menguasai teknik, beberapa bagian hanya berhasil karena tebakan tepat."
Jika diulang lagi tanpa peningkatan teknik nyata, hanya bisa berharap pada keberuntungan lagi.
Saat ini Chen Guo bahkan tidak bisa mengandalkan keberuntungan, kondisinya sendiri sedang tidak prima.
Begadang bukan bidang keahliannya. Di tengah malam seperti ini, tubuhnya sudah lelah dan semangatnya menurun. Ditambah lagi ada Ye Xiu yang menonton di samping, membuatnya semakin gugup.
"Jangan lihat!" Chen Guo menoleh berkata.
"Aku lihat mana?" Ye Xiu membalas bertanya.
Chen Guo terdiam. Ye Xiu benar-benar tidak melihat, sedang asyik mengutak-atik akun Zhu Yanxia miliknya!
Tiba-tiba Chen Guo merasa ingin Ye Xiu memperhatikannya. Tapi baru saja melarang, sekarang malu untuk berubah pikiran. Akhirnya dia memulai sendiri.
"Gagal."
"Gagal."
"Gagal..."
Chen Guo terus menerus gagal. Pencapaian terbaiknya hanya berhasil melewati enam rintangan dengan rolling.
Melihat Ye Xiu di samping yang masih asyik dengan Zhu Yanxia tanpa memperhatikannya, Chen Guo mengerahkan ketekunan terus menerus hingga akhirnya tidak tahan.
"Hei!" Chen Guo memanggil.
"Hmm? Sudah selesai?" Ye Xiu menoleh bertanya.
Air mata berlinang di wajah Chen Guo: "Tidak bisa lewat."
"Aku yang lanjut." Ye Xiu dan Chen Guo bertukar posisi. Dua setengah menit kemudian, Jun Moxiao berlari keluar dari pintu keluar scene dengan gaya. Chen Guo hanya bisa menyesali dirinya tidak punya Sharingan untuk meniru teknik bermain game Ye Xiu.
"Lanjut ke level berikutnya?" Kali ini Ye Xiu mulai menunjukkan inisiatif merawat Chen Guo.
"Tidur saja!" Chen Guo bangkit, memutuskan untuk tidak lagi mencari sensasi.
"Sekarang tidur?" Ye Xiu melihat jam, "Hari ini warnet resmi buka ya?"
"Iya!"
"Jam berapa mulai?" tanya Ye Xiu.
"Siang," jawab Chen Guo. Karena di pagi hari warnet memang jarang ada tamu, dia tidak memaksa personil kerja pagi-pagi, akhirnya memutuskan buka siang hari di tanggal delapan Imlek.
"Nanti siang kamu bisa bangun kan? Tidak perlu aku yang jaga sampai siang untuk buka pintu?" tanya Ye Xiu.
"Tidak perlu."
"Bagus." Ye Xiu mengangguk, lalu kembali fokus ke gamenya.
Chen Guo mulai ragu lagi. Sebenarnya dia juga ingin melihat Ye Xiu menyelesaikan misi tantangan Shen Zhi Lingyu. Melihat misi yang membuat orang biasa pusing tujuh keliling dihancurkan dengan mudah oleh Shen, sungguh memuaskan. Tadi karena terlalu terpancing, dia memutuskan tidur. Tapi baru sebentar, tiba-tiba menurutku tidur jadi tidak menarik, lebih baik menonton. Namun Ye Xiu mengingatkannya bahwa siang harus buka warnet, membuatnya bimbang.
Bisnis bisa dilakukan setiap hari, tapi misi ini hanya ada sekali.
“Akhirnya, Chen Guo menggunakan alasan ini untuk meyakinkan dirinya sendiri, lalu kembali lagi.”
Melihat Ye Xiu memandanginya dengan bingung, Chen Guo melotot dengan sikap angkuh: “Lihat apa? Aku jadi nggak ngantuk lagi, gitu aja!”
“Lalu kamu mau apa?” tanya Ye Xiu.
“Nonton kamu ngerjakan misi.” Setelah mengucapkan ini, Chen Guo baru menyadari bahwa Ye Xiu juga sudah menarik diri dari game. Di layar sekarang terbuka rekaman pertandingan Glory.
“Hmm, kenapa kamu berhenti ngerjakan misi?” tanya Chen Guo.
“Nggak buru-buru! Masih banyak waktu,” jawab Ye Xiu.
“Rekaman apa yang ditonton?” Chen Guo penasaran mendekat. Setelah melihat beberapa saat, dia terkejut: “Ini pertandingan Dominant Hero vs Jia Shi tadi malam?”
“Iya!”
“Pertandingan tim?”
“Hmm.”
“Bukannya sudah ditonton tadi?” Chen Guo bingung.
“Ditelaah lagi,” jawab Ye Xiu.
Baru sekarang Chen Guo paham, ini lagi-lagi perbedaan antara amatir dan profesional. Orang awam menonton sekadar hiburan, tapi para profesional memperlakukan setiap pertandingan sebagai bahan referensi dan soal untuk dikaji. Mengobservasi dan meneliti lawan – meski Ye Xiu saat ini tidak berada di Liga Profesional, dia tetap melakukan hal yang sama.
“Apa saja taktik dalam pertandingan ini? Coba jelaskan,” pinta Chen Guo.
“Nggak perlu lah? Bakatmu ini...”
“Kamu bilang apa!” Chen Guo marah.
“Begini, lihat, dalam pertandingan malam itu, Li Yibo bilang serangan miring Han Wenqing dengan karakter Desert Dust-nya menjadi awal Dominant Hero memetik buah strategi mereka, sebenarnya tidak begitu.” Ye Xiu berkata.
“Hmm-hmm.” Chen Guo mengangguk.
“Hmm apaan? Sebenarnya kamu nggak ingat kan?” Ye Xiu bertanya.
“Aku ingat kok!” Chen Guo membentak, karena tak bisa membuktikan, menggunakan volume suara sebagai bukti.
“Kalau ingat, lihat. Sebenarnya Dominant Hero mengambil inisiatif mulai dari sini, pergerakan Shi Buzhuan ini, lihat nggak?” Ye Xiu berkata.
“Shi Buzhuan milik Zhang Xinjie.” Chen Guo mengangguk.
“Aku suruh lihat pergerakannya.”
“Aku lihat!”
“Lalu pergerakan ini memicu apa?”
“Bukannya ini yang mau kamu jelasin?”
“Nggak bisa observasi dan berpikir sendiri?”
“Bakatku ini…” Chen Guo kesal.
“Oh, iya juga…” Ekspresi Ye Xiu seperti “sudah kuduga”.
