“Taruhan apa yang kita lakukan terakhir kali?” tanya Chen Guo.
“Sudah terlalu lama, aku lupa.” Wajah Ma Chenyi menjadi gelap. Karakter ini jelas terlihat bukan tipe yang licik, ekspresinya selalu mencerminkan perasaannya. Tadinya terlihat percaya diri, tapi setelah pertanyaan Chen Guo, wajahnya langsung muram. Jelas terlihat, dia bukan lupa, tapi tidak mau mengingatnya saja.
Terakhir kali, orang ini pasti kalah cukup parah. Para penonton sudah menyimpulkan dengan yakin.
“Masa kita tidak bisa lebih baik dari sebelumnya? Lagipula ini tahun baru. Bagaimana kalau 24 kartu akun Shen Zhi Lingyu, satu untuk setiap kelas?” usul Chen Guo.
“Untuk apa kamu butuh banyak kartu akun?” Ma Chenyi heran.
“Apa? Sudah menyerah sebelum bertarung?” Chen Guo tertawa.
“Siapa yang menyerah!?” Ma Chenyi berteriak.
“Kalau tidak menyerah, bagaimana kamu tahu kartu akun pasti untukku?” kata Chen Guo.
Orang yang kurang licik biasanya juga tak pandai berdebat. Lihat saja bagaimana ejekan Ma Chenyi ke Chen Guo tak berubah selama bertahun-tahun, sudah jelas dia tak punya kemampuan di bidang ini. Kali ini setelah disindir Chen Guo, dia malah tak bisa membalas, aura keberaniannya langsung melemah. Para pemain yang menjulurkan leher dan berusaha melihat pun tertawa terbahak-bahak.
Dengan kemampuan debat ala kadarnya, jelas Ma Chenyi sering kalah dalam adu mulut dengan Chen Guo. Tapi daya tahannya cukup kuat, tak langsung tumbang di tengah gelak tawa ejekan. Dia terus berdiri teguh dan akhirnya menemukan kata-kata balasan: "Tumpukan kartu akun, buat apa aku membutuhkan itu?"
"Kamu bisa minta yang lain," kata Chen Guo.
Jelas pertarungan mereka lebih soal gengsi. Taruhan hanya bumbu penyulut amarah, bukan tujuan sebenarnya. Jika Ma Chenyi benar-benar menginginkan sesuatu, tentu lokasi Warnet Xingxin sangat menarik. Tapi mengajukan syarat bodoh seperti itu tidak perlu disebutkan. Keduanya tak akan gegabah sampai menjadikan properti sebagai taruhan.
Soal 24 kartu akun Shen Zhi Lingyu (Domain of Gods) ini, memang harganya tidak murah. Tapi bagi dua bos warnet ini, ini bukan pengeluaran besar. Intinya tetap soal harga diri.
“Sudahlah, kami para pria sejati tak perlu terlalu berhitung dengan perempuan sepertimu. Kartu akun ya kartu akun!” Setelah mengatakan itu, Ma Chenyi kembali berteriak ke arah para pemain di Warnet Xingxin: “Brothers, nanti ada 24 kartu akun yang tidak berguna bagi kami. Harus dicari cara untuk membagikannya. Yang berminat bisa ikut ke Hongtai, kita bahas bersama cara terbaik membagikannya.”
“Percaya diri sekali ya!” Chen Guo tertawa.
“Tentu saja.” Ma Chenyi membalas senyum tak mau kalah. Namun setelahnya, ia tiba-tiba berpikir: Kepercayaan dirinya wajar, tapi mengapa Chen Guo yang sedang dihadang penantang ini juga terlihat begitu tenang? Ada yang tidak beres di sini. Dari mana datangnya kepercayaan dirinya yang besar ini?
“Cuma dua orang ini ya?” Chen Guo tak memberi waktu Ma Chenyi untuk berpikir lebih dalam, langsung menunjuk dua orang yang berdiri di depan kasir.
“Benar.”
“Baiklah, mari mulai. Ada yang berminat mencoba di sini?” Setelah berkata demikian, Chen Guo bertepuk tangan memanggil pemain di warnet. Tantangan Ma Chenyi adalah dua orang ini bisa mengalahkan semua pihak Xingxin. Chen Guo pun tak perlu repot mengatur, cukup mengajak pemain penasaran untuk mencoba dulu.
Tentu banyak pemain yang tertarik. Meski bukan pelanggan tetap Warnet Xingxin, wajar jika penasaran ingin mencoba. Segera beberapa orang di warnet mengacungkan tangan menyatakan ingin mencoba.
"Saat ini yang bisa bertarung, pasti karakter level maksimal dari Shen Zhi Lingyu." Dua karakter ini masuk ke game satu per satu. Chen Guo mendekat dan melihat, satu Blade Master, satu Sharpshooter, keduanya kelas populer di Glory.
Ruangan segera dibuat di Arena. Tentu saja tidak dilarang untuk menonton. Tapi yang masuk menonton pasti hanya orang-orang di Warnet Xingxin saat itu.
"Mau tidak saya nyalakan komputer untukmu?" Chen Guo menghidupkan komputer dan seperti tamu lain, menggunakan karakternya untuk menonton. Cara menonton seperti ini lebih bisa melihat situasi keseluruhan.
"Tidak perlu." Ma Chenyi hanya berdiri di belakang dua orang itu, bermaksud melihat sudut pandang kamera dari layar mereka.
Tidak ada lagi pembicaraan, pertandingan segera dimulai.
Yang pertama bertarung adalah Blade Master. Dari pihak Warnet Xingxin, penantang adalah pemain yang menggunakan Ahli Sihir Gelap. Hitungan mundur dimulai, semua penonton penuh antisipasi. Orang yang berani menantang semua ini pasti punya kemampuan yang baik, bukan?
Kenyataannya tidak terlalu mengecewakan. Pemain Blade Master ini benar-benar handal.
Pemain yang sudah mencapai Shen Zhi Lingyu, kecuali yang membeli akun, pasti bukan pemula. Pemain Ahli Sihir Gelap ini juga begitu, meski bukan ahli sejati, tapi cukup mahir. Hasil pertarungan menunjukkan dia hampir tidak pernah unggul, langsung dikalahkan dengan cepat oleh Blade Master. Meski bukan kemenangan sempurna dengan darah penuh, perbedaan kekuatan antara kedua pihak sangat jelas.
Beberapa penonton yang berharap melihat kejadian lucu akhirnya tak bisa berkata-kata. Si pemalas yang datang menantang ini ternyata bukan karakter yang hanya omong kosong belaka.
"Bagus!" Ma Chenyi sudah berteriak saat dua huruf besar "Glory" muncul, dengan volume suara yang cukup keras sampai ke lantai dua, sambil melirik bangga ke arah Chen Guo.
"Lumayan, juga jago ya!" Chen Guo tersenyum.
"Akhirnya kamu juga bisa main." Kata Ma Chenyi.
"Ada yang mau mencoba lagi?" Tanya Chen Guo.
Setelah pertarungan ini, para ahli yang benar-benar bisa main sudah punya pertimbangan cukup jelas tentang kekuatan pemain Blade Master ini. Para penasaran yang sadar kemampuan mereka kalah akhirnya menahan rasa ingin tahu. Setelah pertanyaan Chen Guo, tak ada yang merespon cukup lama.
"Lho, bukannya Warnet Xingxin punya banyak ahli? Kok pada menghilang semua?" Ma Chenyi mengejek.
Entah disengaja atau tidak, kalimat ini tepat mengenai sasaran. Chen Guo merasa kesal. Melihat para tamu yang berkumpul, tak banyak yang terlihat malu atau marah. Di antara mereka, Chen Guo juga tak melihat wajah-wajah yang dikenalnya.
Chen Guo tahu, banyak ahli yang dulu mendukung kehormatan Xingxin adalah penggemar setia Glory. Sejak dia berhenti menyiarkan langsung pertandingan Jia Shi, banyak yang tersinggung dan tak datang lagi. Setelah hari itu, banyak wajah familiar telah menghilang dari Warnet Xingxin.
“Hm, ada apa yang bisa disombongkan?” Saat itu, Chen Guo belum sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara dari kerumunan orang.
Suara yang sudah lama dinantikan ini selalu ditunggu-tunggu, semua orang memalingkan pandangan dan melihat seorang pria yang memandang sinis ke dua orang pengacau itu.
“Hanya segini kemampuanmu, mana mungkin bisa jadi lawan Jun Moxiao?”
Begitu pria ini berbicara lagi, semua orang langsung kecewa. Ternyata dia sendiri juga bukan orang hebat, hanya bisa mengandalkan orang lain! Anehnya dia masih bisa bersikap sok jago, seolah dewa penyelamat.
Chen Guo melihat, ternyata yang berbicara adalah pemain dengan karakter bernama Shengkong. Melihat Chen Guo menatapnya, pria ini langsung berteriak: “Bos, mana Jun Moxiao! Panggil dia, orang semacam ini bisa diusir dengan mudah.”
“Jun Moxiao...” Begitu nama itu disebut, semua orang langsung terkejut hebat.
Pemain Glory sekarang hampir tidak ada yang tak kenal nama Jun Moxiao. Tapi fakta bahwa Jun Moxiao ada di Warnet Xingxin belum tersebar luas. Mendengar kabar ini, Ma Chenyi menunjukkan ekspresi seperti diinjak, lama baru berkata: “Jun Moxiao adalah orang sini?”
Jun Moxiao, mengabaikan selisih 20 level, membawa Senjata Perak, menyelesaikan misi tantangan Shen Zhi Lingyu tanpa terkalahkan sama sekali, sekarang sudah menjadi figur legendaris. Akhirnya Ma Chenyi mengerti mengapa Chen Guo begitu percaya diri – ternyata dia menyimpan ahli kelas kakap di sini.
“Bagaimana, mau menyerah?” Chen Guo tertawa.
Ma Chenyi memang mulai takut, karena mitos yang diciptakan Jun Moxiao ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Glory. Kuncinya, si pemalas ini belum kalah sekalipun, inilah kekuatan sesungguhnya untuk menghancurkan kehormatan arena.
Tapi, sudah datang sampai sini, menyerah sekarang atau kalah setelah bertanding, sepertinya pilihan kedua lebih tidak memalukan. Ma Chenyi benar-benar frustasi, mengingat arogansi yang ditunjukkannya saat masuk tadi, ingin sekali membenturkan kepala ke tembok.
“Jun Moxiao ya Jun Moxiao, aku tak takut padamu!” Ma Chenyi yang sebenarnya sudah ciut nyalinya tetap memaksakan diri bicara keras, meski raut mukanya sudah membuat semua orang menertawakannya.
“Kau boleh berharap, tapi sayangnya hari ini Jun Moxiao tidak ada di sini.” Kata Chen Guo.
“Tidak ada?” Ma Chenyi bingung. Kalau orangnya tidak ada, seharusnya Chen Guo tidak punya alasan untuk begitu percaya diri, tapi kenapa penampilannya tetap sangat yakin?
“Tapi, aku tidak bilang kalau di sini sekarang hanya ada Jun Moxiao satu ahli!” Chen Guo berkata sambil tersenyum.
“Apa maksudmu?”
“Lihat, bukankah dia sudah datang?” Chen Guo menunjuk ke layar.
Di arena pertandingan tempat Blade Master baru saja memenangkan satu ronde, meski banyak penonton, mereka semua adalah tamu Xingxin yang paham situasi. Tak ada yang gegabah turun ke arena, tiba-tiba seorang pemain masuk dan langsung berdiri berseberangan dengan Blade Master.
“Ini siapa?” Tanya Ma Chenyi.
“Orangku!”
“Di mana?” Ma Chenyi melirik ke sekeliling ruangan.
“Di sini.” Di suatu tempat, seseorang mengangkat tangan sedikit,"Bisa mulai sekarang?"
"Mulai!" Ma Chenyi berkata dengan suara keras.
Yang memasuki arena adalah seorang Artillery God. Begitu pertandingan dimulai, karakter ini langsung bergerak memutar di seluruh arena. Artillery God adalah kelas serangan jarak jauh mutlak, untuk menang harus menjaga jarak dengan lawan. Tapi Artillery God sendiri adalah kelas dengan mobilitas terbatas, sehingga membutuhkan penguasaan teknik Terbang Meriam yang ahli untuk mempertahankan pergerakan cepat.
Artillery God di arena ini benar-benar menguasai teknik tersebut. Di antara dentuman meriam yang terus-menerus, ia selalu menjaga jarak dengan Blade Master, secara sabar mengikis darah lawan sedikit demi sedikit dari kejauhan. Strategi ini cenderung mengarah ke aliran licik. Tapi apakah bisa bertahan sampai akhir masih perlu dilihat. Pemain Blade Master juga menunjukkan kesabaran, dengan cermat mencari celah kesempatan.
