Peralatan buatan sendiri pada dasarnya hanya ada di dunia kelas profesional.
Di Domain of Gods, sebuah peralatan oranye sudah menjadi barang yang sangat langka.
Pemilik peralatan oranye, yang bisa mempertahankan peralatan oranye, pasti bukan karakter sembarangan. Dalam berbagai arena pertempuran kacau, probability kelangsungan hidup mereka jauh lebih besar. Destroying Immortality saat memulung tidak seperti pemulung biasa yang hanya mengambil item drop. Pandangannya tajam, biasanya dia akan melakukan pengamatan detail sebelum bertindak. Dengan memantau peralatan dan HP setiap orang dalam pertempuran massal, strateginya jauh lebih tepat sasaran dibanding pemulung biasa. Meski begitu, para ahli pemilik peralatan oranye ini kebanyakan tidak memberikan kesempatan untuk di-Insta-kill dalam satu serangan. Jadi meskipun sangat ingin, sampai saat ini dia belum pernah mendapat kesempatan seperti itu.
Sedangkan Jun Moxiao yang menangkap target dan membunuh dengan gila-gilaan, Destroying Immortality bersikukuh ini bukan memulung, melainkan merampas sumber daya secara terang-terangan.
“Apa yang di-drop?” Pertanyaan ini membuat semua orang penasaran, termasuk Destroying Immortality.
“Kalung jelek.” Kata Ye Xiu.
Jelek!!!
Sekejam apapun tetap peralatan oranye, kira saya tidak lihat!
Destroying Immortality nyaris menikam orang ini, tapi berhasil menahan diri dan bertanya dengan tenang: “Sepertinya peralatan oranye?”
“Iya! Sampah.” Jawab Ye Xiu.
“Apa yang kau mau?” Suara Destroying Immortality mulai bergetar.
“Aku mau senjata.” Kata Ye Xiu, lalu menambahkan: “Harus senjata, ya?”
“Hmm?” Destroying Immortality bingung dengan kalimat tambahan itu.
“Bukan bicara denganmu.”
Ye Xiu bertanya pada Chen Guo yang ada di sampingnya. Dari awal, sikapnya sangat serius, dia benar-benar ingin membantu Chen Guo mendapatkan kembali peralatannya yang hancur. Bahkan tanpa sungkan, dia menanyakan pada Chen Guo pemain Dinasti Jia mana yang memiliki peralatan Artillery God terbaik.
Chen Guo sudah lama bergabung di guild Dinasti Jia. Ketua guild, anggota inti, meski mereka tidak mengenalnya, dia mengenal mereka. Sebagian besar anggota guild tahu peralatan mewah apa yang dimiliki orang-orang ini. Tapi sekarang Ye Xiu seperti bandit, menanyakan siapa yang punya peralatan terbaik, membuat Chen Guo merasa ini sangat seperti tokoh antagonis.
Dia memang membenci Jia Shi, dan sedih kehilangan peralatannya, tapi mengambil kembali dengan merampas dari orang lain juga tidak terhormat. Anggota Dinasti Jia hanyalah pemain biasa, Ye Qiu diusir oleh Jia Shi tidak ada hubungannya dengan mereka, mungkin setelah tahu kebenaran mereka justru akan mendukung Ye Qiu. Jika ingin melampiaskan amarah pada Jia Shi, jangan menyasar fans biasa ini.
Awalnya Chen Guo ingin menolak, tapi setelah berpikir sebentar, tiba-tiba menyebut nama: Jin Xiang.
Jin Xiang sekarang adalah anggota inti Dinasti Jia, tapi saat Chen Guo pertama bergabung, dia belum.
Dulu dia hanya salah satu dari banyak fans tim Jia Shi, anggota biasa di guild.
Seorang gadis kecil yang ceria dan ekstrovert, tentu lebih disukai. Jin Xiang sangat populer di guild. Ke mana pun dia pergi, bergabung dengan tim mana pun, semua orang dengan senang hati mengalahkannya. Kebutuhan peralatan apa pun selalu diprioritaskan untuknya.
Meskipun Chen Guo juga seorang perempuan, dia mandiri sejak muda dan usianya lebih tua. Di luar game sebagai bos warnet, di dalam game pun dia memiliki aura si bos wanita. Terhadap gadis kecil seperti Jin Xiang, dia juga sangat menyukai dan mengalah seperti anggota lain. Apalagi Zhu Yanxia milik Chen Guo memiliki kelas yang sama dengan Jin Xiang. Sepanjang bermain bersama, Chen Guo lebih sering mengalahkan Jin Xiang.
Semua ini sebenarnya bukan masalah besar.
Tapi ketika menganggap pengorbanan orang lain sebagai hal yang semestinya, itu menunjukkan ketidakdewasaan.
Suatu hari guild menerima pemain baru, juga seorang perempuan yang memainkan Artillery God. Jelas ini dipengaruhi oleh Su Mucheng. Di guild Dinasti Jia, jumlah perempuan yang memainkan Artillery God bisa dikumpulkan dalam jumlah besar.
Terhadap anggota baru ini, Chen Guo yang menganggap diri sebagai si bos wanita tentu memberikan perhatian khusus. Dalam satu sesi dungeon, dia memprioritaskan peralatan yang didapat untuk pemain wanita baru itu.
Di guild, tim dungeon tetap biasanya menggunakan mode distribusi kapten. Ini sudah menjadi konvensi yang berlaku umum.
Tindakan Chen Guo yang merawat pemain baru tidak mendapat keberatan. Kecuali Jin Xiang, gadis yang selalu dimanjakan oleh semua orang, merasa kesal karena sebuah peralatan yang sebenarnya juga berhak dia perebutkan langsung diberikan ke pemain baru. Hiburan dari anggota tim yang baik hati justru membuatnya semakin merajuk. Chen Guo waktu itu benar-benar tercengang.
Chen Guo bukan tipe yang hanya tersenyum cuek seperti Ye Xiu. Langsung dia menantang Jin Xiang untuk berdebat sampai jelas.
Tapi Jin Xiang sama sekali tidak mau berdiskusi langsung. Dia malah merengek-rengek memanggil kakak-kakak sambil curhat ke banyak orang untuk dapat simpati. Citra Chen Guo tiba-tiba berubah jadi penguasa lalim di tim.
Deskripsi ini justru cocok dengan karakter Chen Guo yang blak-blakan dan tegas. Provokasi Jin Xiang bisa dibilang sangat sukses.
Karakter Chen Guo tentu tidak mungkin merengek menjelaskan ke mana-mana. Langsung dia tantang Jin Xiang duel di Arena.
Ini cara pria menyelesaikan masalah, tapi Chen Guo suka. Dia malas berdebat kusir dengan gadis kecil. Pertarungan mungkin tidak menentukan benar-salah, tapi setidaknya bisa mengakhiri masalah. Di game, ini cara umum menyelesaikan perselisihan.
Tapi untuk cara "pria" ini, Jin Xiang malah menyuruh pria lain bertarung untuknya. Jin Xiang yang sebenarnya tidak jauh lebih junior dari Chen Guo di Dinasti Jia ini memang suka berlagak sebagai putri kecil yang harus dilindungi.
Chen Guo tentu tidak akan mundur di hadapan lawan manapun, hanya saja pria yang dihadirkan Jin Xiang saat itu adalah ahli guild. Chen Guo maju bertarung, namun sayangnya kalah.
Chen Guo bukan orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Kalah, tak ada lagi yang bisa diucapkan. Meski lawan semakin arogan, terus melontarkan kata-kata sinis, ia hanya bisa menahan diri. Chen Guo ingin keluar dari guild, namun berat meninggalkannya. Bergabung dengan guild klub berarti mendapat kesempatan bermain game bersama idolanya. Banyak orang menjadi anggota setia guild klub hanya karena slogan promosi semacam ini - menjadi pilar penting.
Pada akhirnya, dukungan dan kecintaan Chen Guo pada Su Mucheng dan Ye Qiu mengalahkan dendamnya pada si gadis kecil itu.
Zhu Yanxia tetap bertahan di guild, menyaksikan Jin Xiang terus berperan sebagai putri di Dinasti Jia. Julukan Putri Jin bukanlah ciptaan Chen Guo, namun entah sejak kapan mulai populer. Chen Guo sangat menyukainya, menurutku julukan ini sangat pas.
Di Dinasti Jia, banyak yang membenci Jin Xiang; namun tak sedikit pula yang gemar memanjakannya. Gadis ini terus melambung tinggi, akhirnya menjadi salah satu anggota inti Dinasti Jia.
Sifat anggota inti sangat berbeda dengan pemain biasa. Anggota inti bisa dikatakan sudah memiliki identitas resmi tertentu, dapat dilihat sebagai perwakilan tim esports di dunia game online. Awalnya, Chen Guo juga sangat berharap memiliki status ini agar lebih dekat dengan tim yang didukungnya.
Jin Xiang menjadi anggota inti, saat itu juga menimbulkan respons besar di guild. Nonak ini selalu menjadi figur kontroversial. Bagi Chen Guo, dia tak pernah bisa memahami mengapa ada orang yang masih menyukai nonak seperti ini...
Mungkin seni merajuk?
Begitu pikir Chen Guo, tapi setiap memikirkan dua kata itu rasanya ingin muntah. Merajuk, bagi Bos Besar Chen Guo ini sepenuhnya adalah skill dari kelas lain yang mustahil dikuasai.
Peristiwa itu sudah berlalu beberapa tahun, tapi Zhu Yanxia tetap berada di Dinasti Jia. Nama Jin Xiang tetap menjadi bagian yang tak terhindarkan. Chen Guo harus mengakui dalam hati, ini selalu menjadi duri di hatinya. Dia tetap tak rela, melihat Jin Xiang bagaimanapun juga tidak suka. Meski katanya sekarang dia sudah tidak seperti dulu yang bersifat manja, memimpin tim dengan gaya kakak yang memperhatikan anggota baru. Tapi ini pasti karena status anggota inti - buat apa lagi mengalah? Hak prioritas bagi anggota inti sudah dianggap wajar.
Maka hari ini, ketika Ye Xiu tiba-tiba bertanya tentang karakter Artillery God dengan peralatan terbaik di Dinasti Jia untuk dibajak, Chen Guo yang awalnya tak berniat, tiba-tiba secara tak terduga menyebut nama Jin Xiang.
Di guild Dinasti Jia ada banyak penggemar Su Mucheng, proporsi pemain Artillery God tentu sangat besar. Di antara anggota inti pun ada beberapa. Peralatan Artillery God Jin Xiang bukan yang terbaik, tapi jika dibajak justru tak akan memberatkan hati Chen Guo - malah sangat memuaskan.
“Tepat ketika memikirkan ini, Chen Guo merasa malu, menyadari dirinya terlalu picik. Namun setelah menemukan Jun Moxiao milik Ye Xiu yang berputar-putar akhirnya benar-benar membidik Jin Xiang di kota kecil sepi, hati Chen Guo langsung dipenuhi antisipasi. Dia menyadari ini adalah impiannya: sangat ingin melihat Putri Jin tak berdaya setelah diintimidasi. Misi ini, menurut Chen Guo pasti bisa diselesaikan Ye Xiu.
Chen Guo terus melamun sembarangan, sementara Ye Xiu hanya mengawasi kelompok ini dengan cermat tanpa bertindak. Setelah lama menunggu, akhirnya Hui Ren Bujuan muncul dan membantai. Operasional setara level pro ini membuat Jin Xiang tak bisa melawan meski dilindungi satu setengah tim. Adegan memalukan saat diinjak Que Luo hingga wajahnya menghantam lumpur, langsung memancing tawa puas dari Chen Guo.
Picik ya piciklah! Buat apa memaksakan diri? Aku bukan orang suci. Saat itu juga Chen Guo melepas semua celaan moral terhadap dirinya sendiri.
Nyatanya, tawa girangnya malah membuat Jun Moxiao milik Ye Xiu ketahuan. Waktu itu Chen Guo menempel di layar Ye Xiu menikmati kemalangan Jin Xiang sambil tertawa bodoh.
“Senjata tidak drop, cuma dapat kalung jelek.” Ye Xiu sedang melaporkan hasil pertempuran ke Chen Guo.
“Lumayan, lumayan.” Chen Guo sangat puas. Sebenarnya menjatuhkan peralatan Jin Xiang bukan tujuan utamanya, yang ingin dilihatnya hanyalah Jin Xiang terpuruk.
“Ada permusuhan apa antara kamu dan dia?” Ye Xiu jelas melihat sesuatu.
“Hmm, ceritanya panjang!”
“Cukup sekali di-boom?” Ye Xiu bertanya.
Chen Guo ragu sejenak, lalu menjulurkan leher bertanya: “Apa dia akan kembali lagi?”
“Wuih, benar-benar kejam hati perempuan!” Ye Xiu berkomentar.
“Apa yang kau omongkan?!” Chen Guo malu sekaligus marah.
“Tenang, aku tidak merasa tertekan. Sekalipun dia temanmu, aku tidak akan sungkan.” Ye Xiu berkata.
“……”
“Tapi...”
“Tapi apa?”
“Tapi kalau yang di-boom tahu sebenarnya aku, menurutmu mereka akan merasa bangga?” Ye Xiu bertanya.
Chen Guo terdiam, tapi harus mengakui bahwa itu memang mungkin.
