“Ha, aku ingin mempelajari Senjata Perak-mu lebih lama. Gimana, sudah jelas strategi untuk upgrade selanjutnya?” tanya Ye Xiu santai.
“Kalau tidak mau logout, sembunyikan yang baik-baik!” bentak Wei Chen.
“Tenang-tenang. Ada material cadangan tidak?” tanya Ye Xiu.
“Pergi! Aku sendiri masih kurang,” jawab Wei Chen.
“Buatan apa lagi? Kan Senjata Perak-mu sudah tidak ada,” kata Ye Xiu.
“Sialan kakekmu!” Wei Chen mengumpat keras.
“Jujur saja! Kamu cuma main game online, gak butuh peralatan setinggi ini! Simpan malah jadi beban, bikin cemas terus. Mending biar kakak bantu jual aja. Uangnya kita bagi dua, kamu bisa beli peralatan biasa yang udah cukup buat kamu jago di game online. Aku juga perlu buru-buru ningkatin Senjata Perakku ini, ini baru yang beneran urgent, gak boleh asal-asalan.” Ye Xiu berbicara santai tanpa terburu-buru.
“Dasar kau pergi! Punyaku juga gak boleh asal-asalan, tau gak level 60 ini hasil keringatku selama ini?” Wei Chen berteriak.
“Strategi lanjutannya udah dipikirkan belum? Kalau udah, harganya harus kita naikin lagi.” Ye Xiu pura-pura tidak melihat pesan Wei Chen, terus merenungkan nilai Tangan Kematian.
“Harga? Dasar kau, ini karya hidupku, harta tak ternilai.” kata Wei Chen.
“Karya hidupmu ini beda sama yang dulu tuh!”
“Penguatan atribut, critical hit skill, kecepatan casting, jarak casting...” Ye Xiu mengetik sambil membaca atribut tambahan di Tangan Kematian, “Semua fokus ke penguatan atribut individu! Ini beda banget sama gaya ‘Kutukan Dewa Pemusnah’ milik Suoke Sa'er.”
“Gaya senjataku urusan lo apa sih?” Wei Chen memaki.
“Kesepian ya, Lao Wei?” Ye Xiu tiba-tiba melontarkan kalimat ini.
“Apa-apaan ini, tidak mengerti apa yang kau katakan.” Wei Chen mengerutkan kening.
“Kenapa dulu kau tidak bertahan di Blue Rain? Kudengar Blue Rain sempat membujukmu tetap sebagai pelatih.” Ye Xiu berkata.
“Laozi tidak tertarik dengan itu.” Wei Chen membalas.
“Kau tetap lebih suka berdiri di arena pertandingan, bukan?” Ye Xiu menyahut.
Di sisi Wei Chen, tiba-tiba sunyi sepi. Tangannya terhenti di keyboard, bingung mengetik apa.
“Di game online, bisakah merasakan sensasi seperti itu?” Ye Xiu bertanya.
“Apakah ini perlu kujelaskan padamu?” Wei Chen menjawab datar.
“Pernahkah kau berpikir untuk Kembali bermain?” Ye Xiu bertanya.
“Kembali bermain? Aku? Jangan main-main denganku, Shen!” Wei Chen tersenyum pahit.
“Apakah kau rela?” Ye Xiu berkata.
“Tidak rela, lalu bagaimana?” Wei Chen balas bertanya.
“Ulangi lagi!” Kata Ye Xiu.
“Ulangi? Seperti sekarang ini, Level 70, membawa Senjata Perak tier tinggi Level 60, bersama 19 saudara yang selalu mendampingi, tapi tak bisa mengalahkan kalian berdua level 50-an. Untuk apa mengulang?” Tulisan Wei Chen mulai tercampur kepedihan, ketidakberdayaan akibat waktu telah lama melukainya.
Ye Xiu menanyakan apakah dia rela?
Hampir tak perlu berpikir, jawabannya sudah jelas.
Tentu saja dia tidak rela!
Dulu dia memasuki lingkup profesional dengan harapan dan cita-cita. Tapi karir esports-nya hanya bertahan dua tahun singkat.
Dua tahun, dua tahun di mana Liga dengan cepat berkembang dari kekakuan menjadi matang dan sempurna, tetapi dia sibuk merosot dari kondisi puncaknya. Dia mati-matian berusaha menunda, mati-matian ingin bertahan lebih lama di Liga Profesional yang baru ini, tetapi sia-sia. Dia merasakan kemundurannya dengan jelas, pertandingan demi pertandingan, dia mencapai level di mana kemampuan tidak mampu mengikuti keinginan dengan sangat cepat.
Seandainya dirinya bisa lahir beberapa tahun lebih muda!
Wei Chen tak henti-hentinya berkhayal tentang "seandainya" ini kala itu.
Namun sayangnya, kenyataan tak mengenal "seandainya". Dia hanya bisa memandang dengan iri para anak muda yang penuh semangat. Dia pernah mencoba menitipkan cita-cita dan harapannya pada anak-anak muda ini, mungkin agar kepergiannya tak terlalu sepi. Tapi dia gagal, dia menyadari dirinya begitu ingin berdiri di arena pertandingan, kebutuhan akan eksistensinya tak mungkin terpenuhi melalui pelampiasan apa pun.
Ketika klub Blue Rain dengan halus mengusulkan agar dia beralih menjadi pelatih teknik tim di musim depan, dia langsung tahu bahwa semua telah sampai di ujung.
Dia menolak tawaran ini, sekaligus menampik beberapa permintaan dari klub lain. Meski di antaranya ada yang ingin merekrutnya sebagai pemain.
Dia punya cita-cita, dia punya harapan, dia tidak ingin seperti anjing licik yang tergeletak di pantai, dipukul bolak-balik oleh ombak generasi. Maka pada musim itu, musim kedua Liga Profesional, dia dengan tegas mengumumkan pensiun, mengabaikan segala upaya penahanan, dan meninggalkan lingkup profesional dengan bersih.
Pernah terlintas di pikirannya untuk meninggalkan Glory sekaligus. Tapi akhirnya dia tidak tega, sehingga terciptalah karakter Yingfeng Buzhen ini. Bahkan dia berhasil menciptakan Senjata Perak Death's Hand sendirian. Berkali-kali dia bermimpi kembali ke era awal Liga, membawa Yingfeng Buzhen dan senjatanya. Seperti para orang muda itu, dia merasa energinya tak terbatas - bisa bermain dua tahun, tiga tahun, lima tahun, delapan tahun, selamanya...
Wei Chen termenung sampai larut dalam kesedihan. Baru sadar ketika melihat rekan-rekan di sekitarnya memandangnya seperti melihat orang idiot. Dia segera mengatur ekspresi, kembali ke wajah preman khasnya. Di layar, Ye Xiu sudah membalas: "Asal kau mau, tidak ada yang mustahil."
"Sialan, kau masih menganut aliran kesadaran sekarang?" Kesedihan Wei Chen sudah cepat-terkubur dalam selimut. Dia adalah Lao Wei, si tua tanpa batas moral, Lao Wei yang tak menolak metode apapun. Kecepatan tangannya sudah hilang, tekniknya sudah tiada, tapi dia tak ingin kehilangan sifat aslinya. Dalam hal ini, dia tetap dirinya sendiri: pria yang delapan tahun lalu mengguncang dunia game online Glory, diundang membentuk tim begitu Liga Profesional berdiri, lalu menjadi kapten legendaris Tim Blue Rain - si Lao Wei paling tak bermoral. Meski sebenarnya dia tak suka gelar ini...
"Benar, kesadaran juga bisa menentukan hasil pertarungan. Ingat si pemalas di tim kalian itu," kata Ye Xiu.
"Itu anak aneh..." Wei Chen tahu yang dimaksud Ye Xiu, "Harus kuakui, dulu aku salah menilainya. Salah total."
"Katanya dulu kau memutuskan pensiun karena merasa malu kalah darinya?" tanya Ye Xiu.
"Ah, masa keputusan Laozi bisa dipengaruhi hal receh seperti itu?" Wei Chen menyeringai sinis.
"Tidak?" Ye Xiu membalas bertanya.
"Tentu."
"Benar-benar tidak?" Ye Xiu terus mendesak.
"Baiklah... ada sedikit..." akhirnya Wei Chen mengaku.
"Sedikit itu seberapa?"
"Sedikit ya sedikit! Hanya setitik debu yang bisa diabaikan!" bantah Wei Chen.
"Masa sih?" kata Ye Xiu.
"Sialan, maksudmu apa?" Wei Chen naik pitam.
“Kalah dari seseorang yang dianggap sama sekali tidak mungkin bertahan di lingkup profesional karena tangan lumpuh, pukulan seperti ini, aku bisa membayangkan…” kata Ye Xiu.
“Membayangkan omong kosong apa kau…” Wei Chen menggerutu, namun di dalam hati tanpa sadar telah mengingat kembali pukulan yang diterimanya saat itu.
Benar… orang yang mereka bicarakan adalah Yu Wenzhou, kapten Blue Rain saat ini, Warlock terbaik Liga, pengendali Suoke Sa’er.
Di awal berdirinya Liga, dia hanyalah remaja yang mendaftar ke kamp pelatihan tim klub, sama sekali belum memenuhi syarat untuk masuk ke tim profesional.
Remaja ini sejak awal dianggap para atlet profesional tim sebagai penggembira, tak terkecuali Wei Chen. Kecepatan tangannya—jika berada di antara pemain biasa mungkin tak masalah—tapi di kamp pelatihan calon atlet profesional ini, sudah menjadi sesuatu yang memalukan.
Semua orang mengira remaja ini akan tersingkir di seleksi pertama kamp pelatihan, tapi tak disangka dia bertahan sampai akhir.
Setiap kali seleksi, lolosnya selalu nyaris gagal, membuat deg-degan. Meski akhirnya bertahan, dia hanya mendapat penilaian “nasibnya bagus”. Tak ada yang memerhatikan perkembangannya karena tak ada harapan padanya. Saat itu, yang jadi pusat perhatian di kamp pelatihan adalah remaja yang dibawa Wei Chen dari game online.
Menurut Wei Chen, ketepatan mata dan teknik si remaja dalam merebut monster sangat menjanjikan. Tapi semua lebih percaya bahwa tindakan tak bermoral seperti rebutan monster-lah yang menjadi titik temu Wei Chen dan remaja ini.
Dan remaja ini benar-benar berbakat, segera dianggap klub sebagai bintang harapan. Karakter Blade Master-nya mulai dibentuk serius oleh klub. Saat itu, karakter andalan Blue Rain adalah Suoke Sa'er, seorang Warlock. Warlock unggul dalam kontrol, tapi karakter andalan biasanya membutuhkan attacker untuk memimpin semangat pasukan.
Maka dalam catatan beberapa fans Blue Rain, tertulis kalimat klise "Legenda Sword Saint dimulai dari sini".
Benar, orang ini tentu Huang Shaotian, bintang harapan masa depan. Sementara Yu Wenzhou saat itu terus-menerus dilupakan orang.
Hingga suatu hari, dalam latihan tim saat mengevaluasi skill remaja pelatihan, Wei Chen kalah dari orang yang bahkan namanya tak ia ingat.
"Nasib lumayan." Wei Chen mengomentari seperti saat pertama kali melihat Yu Wenzhou lolos seleksi pelatihan. Bagaimanapun, dalam pertandingan pasti ada menang dan kalah. Saat itu Wei Chen sedang pusing karena penurunan status yang tak terkendali. Menurutnya, kekalahan dari anak pelatihan itu karena kurang fokus.
Hasil pertandingan kedua...
Pertandingan ketiga...
Ketika akhirnya kalah tiga game berturut-turut dari si pemalas yang operasionalnya lamban itu, Wei Chen akhirnya menyadari sesuatu. Seluruh anggota klub pun mulai menangkap isyarat.
"Terima kasih atas bimbingannya, Senior." Pemuda itu, seperti saat diejek orang dulu, tetap teguh tanpa kehilangan martabat. Menang tak sombong, kalah tak mengeluh, kokoh bagai gletser. Wei Chen langsung tahu dirinya telah kalah secara spiritual dari remaja ini. Saat itu juga, perasaan bahwa Blue Rain tak lagi membutuhkannya menyergap.
Pemuda ini akan menjadi pondasi kokoh Blue Rain. Sedangkan Huang Shaotian akan menjadi pedang tajam yang menghabisi musuh.
