“Apa kamu menonton pertandingan ini?” tanya Wei Chen pada Ye Xiu sambil memandang layar yang akan memulai pertandingan.
“Nonton rekaman setelahnya,” jawab Ye Xiu. Di hari pertandingan itu, Warnet Xingxin tidak menyiarkan langsung, jadi dia hanya bisa menonton rekaman.
“Oh.” Wei Chen mengangguk, lalu diam. Di layar, pertandingan berlangsung cepat. Begitu agenda pertandingan single player dan group selesai, Wei Chen sudah menopang dahinya.
“Dosa! Lihat, ini semua ulahmu! Apa yang kau lakukan pada mereka?!” Wei Chen terlihat sangat tersiksa.
Ye Xiu tanpa ekspresi, hanya diam memantau pertandingan. Kemudian di pertandingan tim, Jia Shi bahkan kalah dengan sangat parah. Pertandingan antara Jia Shi melawan Thunderclap ini berakhir dengan skor tragis 1-9 untuk Jia Shi. Performa yang begitu memuakkan membuat Wei Chen di depan layar mengelus dahi, dan bahkan Xiao Shiqin, kapten Tim Thunderclap yang menjadi lawan mereka saat itu, tampak kikuk dalam konferensi pers pasca pertandingan. Menghadapi pertanyaan "Bagaimana menurut Anda performa lawan hari ini?" yang sudah hafal di luar kepala oleh semua pemain, Xiao Shiqin benar-benar kebingungan.
"Sama sekali tidak berguna, benar-benar tidak ada gunanya. Ada statistik teknik pasca pertandingan?" tanya Wei Chen.
"Ada." Ye Xiu langsung membuka dokumen lain yang ternyata berisi statistik teknik setiap pertandingan di musim ini, lengkap dengan rekaman yang sesuai.
"Aduh mama... Cepat ambilkan baskom, aku mau muntah." Wei Chen berteriak berlebihan setelah melihat statistik teknik tim Jia Shi.
"Lanjut ke pertandingan berikutnya!" Ye Xiu tetap tenang seperti dalam pertandingan.
"Bagaimana pertandingan selanjutnya? Sudah kamu tonton? Kasih tahu dulu biar aku siap mental. Di usiaku yang sudah sepuh ini, bertahan hidup saja sudah susah." Wei Chen menekan dadanya sambil berpura-pura menjadi orang tua. Padahal, "usia sepuh" yang dia sebutkan ini hanya relevan di lingkup esports Glory. Di bawah 30 tahun, dimanapun dia masih tergolong orang muda.
"Pertandingan berikutnya setidaknya dapat 2 poin." Kata Ye Xiu dengan tenang.
“Oh, ayo mulai!” Wei Chen berpose seperti hendak menonton film horor. Saat rekaman mulai diputar, tiba-tiba terdengar teriakan di samping telinganya: “Ember datang!!”
Semua orang menoleh bingung, baru menyadari Baozi yang diam-diam keluar tadi sudah kembali sambil membawa ember dan menyodorkannya ke depan Wei Chen: “Muntah saja...”
“......” Wei Chen menatap kosong ke arah Baozi: “Bro, kau serius?”
“Masa kau palsu? Apa kau mau muntah atau tidak?” Baozi bertanya bingung.
Pandangan Wei Chen beringsut pelan ke arah Ye Xiu: “Orang-orang di tim kita ini...?”
“Ya.” Ye Xiu mengangguk.
“Mereka di sini untuk jadi bahan lelucon ya?” tanya Wei Chen.
“Sudah, jangan banyak cakap. Mulai.” Ye Xiu menegaskan sambil berpesan ke Baozi: “Baozi taruh embernya, tonton dulu pertandingannya!”
“Embernya kutaruh sini. Siapa mau muntah bilang ya!” Baozi berteriak sambil menaruh ember di sudut ruangan.
Rekaman baru mulai. Pertandingan ini merupakan tontonan utama di hari kompetisi saat itu, bahkan Warnet Xingxin juga menyiarkannya langsung. Ini adalah pertandingan Jia Shi melawan Lun Hui. Hasil akhirnya Jia Shi mendapat 2 poin di pertandingan individual, babak grup disapu bersih Zhou Zekai, sementara pertandingan tim melanjutkan performa memuakkan dari pertandingan sebelumnya.
“Dia beradaptasi cepat sekali, performanya di pertandingan ini cukup baik.” Saat rekaman babak kedua pertandingan individual diputar ulang, Wei Chen memuji pemain Jia Shi di layar.
"Orang yang menang di pertandingan kedua Jia Shi adalah Liu Hao," Saat Ye Xiu mengangguk setuju, Chen Guo mengeluarkan suara mencemooh.
Di pertandingan ketiga, Jia Shi kalah. Namun dengan dua poin di tangan, kekalahan ini sepertinya lebih mudah diterima. Wei Chen mulai bersemangat lagi, berpikir mungkin pertandingan kali ini tidak perlu menggunakan baskom itu. Tapi kemudian di babak grup arena, Jia Shi disapu bersih oleh satu orang lawan. Setelah terdiam sejenak, Wei Chen akhirnya mencari alasan untuk Jia Shi: "Zhou Zekai sekarang sedang di puncak ketenaran! Kondisi Jia Shi juga tidak terlalu baik, kalah 1 vs 3 olehnya juga wajar."
Ye Xiu tidak berkomentar. Pertandingan kemudian masuk ke babak tim besar.
Wei Chen sebenarnya sudah tahu hasil pertandingan tim besar karena Ye Xiu pernah bilang Jia Shi hanya dapat dua poin. Tapi tujuan mereka meneliti pertandingan bukan untuk hasil, melainkan menganalisis proses pertandingan untuk mencari tahu masalah apa yang sebenarnya dihadapi Jia Shi.
"Gimana? Pakai baskom?" tanya Ye Xiu setelah pertandingan tim besar selesai.
Wei Chen menggeleng dengan serius, tetap diam seolah sedang berpikir keras.
"Lanjut?" tanya Ye Xiu.
"Ayo!" Wei Chen tidak memberi komentar tentang pertandingan tim besar, hanya menyuruh Ye Xiu memutar penampilan Jia Shi di pertandingan berikutnya.
Kemudian babak demi babak, dua orang tersebut tetap menatap dengan khidmat. Setelah rekaman selesai, mereka memeriksa statistik teknik, namun tetap tidak ada banyak komunikasi. Chen Guo, Tang Rou, dan Baozi bertiga juga terus menyaksikan dengan serius. Apakah mereka memahami taktik atau sekadar melihat keramaian, hanya diri merekalah yang mengetahui.
Rekaman ini natural bisa melewati waktu istirahat saat live, jadi terlihat dilakukan mulus. Apalagi Jia Shi kebanyakan kalah dengan hasilnya tetap satu arah, jadi berlangsung cepat, dasarnya selesai dalam jam. Beberapa orang terus menatap seperti ini, meninggalkan waktu, hingga meninjau semua pertandingan Jia Shi setelah itu. Wei Chen sejak tengah minta kertas dan pulpen, terus menulis sesuatu, Ye Xiu hanya sesekali mengintip tulisannya, tanpa aktivitas lain.
Hingga pertandingan terakhir berakhir, semua orang natural menghela napas lega terlihat seperti ini.
"Ada yang ditemukan?" Chen Guo terburu-buru ingin tahu hasilnya, baginya ini agak seperti film misteri.
“Kenapa Jia Shi terus kalah, apakah aku salah menilai mereka?” Baozi yang biasanya tidak paham situasi malah ikut menganalisis. Tapi jelas dia adalah orang yang berada di luar konteks. Si ahli game sekaligus Glory ini belum terlalu dalam mengenal lingkup profesional Glory.
Tang Rou tanpa mengungkapkan pendapat, hanya menunggu dengan khidmat sambil melihat Ye Xiu dan Wei Chen berbicara.
“Bagaimana pendapatmu?” Wei Chen bertanya pada Ye Xiu.
“Aku sudah lama melihatnya, sekarang giliranmu bicara!” kata Ye Xiu.
“Kalah dalam formasi tapi tidak kalah dalam jumlah, menurutmu bagaimana?” Wei Chen bertanya.
“Kira-kira…” Ye Xiu tiba-tiba menghela napas.
“Apa maksudnya?” Chen Guo bertanya dengan bingung.
Wei Chen mengangkat buku catatannya yang penuh coretan tak karuan, mengetuk-ngetuk bagian yang tak bisa dipahami orang lain: “Masalah Jia Shi berasal dari sikap para pemainnya. Melalui pertandingan-pertandingan ini dan statistik teknik, masih bisa terlihat sebagian.”
“Pertama, pengaruh insiden game online terhadap beberapa pemain mereka sangat jelas. Penampilan yang membuat mual dan ingin muntah itu dasarnya karena alasan ini. Yang paling terpengaruh jelas Sun Xiang, core player mereka sekarang. Dampak pada Sun Xiang bisa dilihat dari perubahan performa bertanding. Awalnya jelas terpukul, sama sekali tidak bisa fokus saat bertanding sehingga sering melakukan kesalahan, benar-benar seperti pemula. Tapi seiring waktu, dia perlahan menyesuaikan diri. Namun ini tidak berarti pengaruhnya sudah hilang sama sekali. Dalam pertandingan berikutnya, Sun Xiang terlihat ingin buru-buru membuktikan diri untuk menunjukkan sesuatu. Jujur saja, dengan levelnya sekarang, cukup mengejar kehormatan saja. Kekuatan dan tekniknya sudah diakui, tidak perlu membuktikan apalagi. Tapi jelas karena pengaruh Shen tertentu, dia mungkin mulai meragukan dirinya sendiri, sehingga terlihat terburu-buru seperti ini. Singkatnya, awalnya dia terganggu sehingga tidak fokus bertanding, kemudian jadi terlalu fokus, sehingga performanya selalu tidak stabil. Pemula cupu memang begitu, tidak bisa menjaga status dengan baik, patut dijadikan pelajaran oleh semua orang.” Wei Chen menjelaskan.
“Berbeda dengan Sun Xiang yang dewasa, contoh tipikal bisa dilihat dari Liu Hao. Selain performa yang sangat buruk di pertandingan pertama, penampilan selanjutnya cukup stabil. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kemenangannya di pertandingan individual maupun arena pertandingan. Bahkan dalam pertandingan tim yang berantakan, Liu Hao masih sesekali menunjukkan kilasan kemampuan.”
“Mengenai pemain Jia Shi lainnya, situasi terbagi dua. Sebagian besar terpengaruh status buruk karena ulah Shen tertentu. Sebagian lain seperti Su Mucheng dan beberapa pemain cadangan menunjukkan performa normal. Namun mereka yang tidak terkena imbas ulah Shen tetap terimbas oleh status tim. Performa tim yang kacau menurunkan status normal mereka, lalu saling mempengaruhi hingga seluruh tim Jia Shi kini berada dalam kondisi lesu.”
“Mengambil Sun Xiang dan Liu Hao sebagai contoh khusus, karena kedua orang ini termasuk pengecualian. Setelah sadar, semangat Sun Xiang sebenarnya cukup tinggi, tapi semangatnya itu tidak berhasil memotivasi seluruh tim. Banyak alasan yang mungkin, misalnya dia anggota baru yang meski menyandang gelar kapten, pengaruh nyatanya terhadap tim tidak sebesar itu; mungkin juga dia terlalu terburu-buru membuktikan diri sampai lupa memikirkan perubahan kondisi tim; atau mungkin dia memang berniat, tapi kebingungan tidak tahu harus berbuat apa sehingga hanya bisa bekerja keras sendirian. Sedangkan Liu Hao, ini perlu penjelasan dari Shen, pasti Shen lebih paham tentang orang ini, analisisnya pasti lebih akurat.” Wei Chen berkomentar panjang lebar sebelum menyerahkan pembicaraan pada Ye Xiu.
Ye Xiu menghela napas lagi: "Penampilan Liu Hao hanya untuk masa depannya sendiri, dia sudah meninggalkan tim."
"Hahaha, ternyata benar. Makanya kubilang, kalah pertempuran tapi jangan kalah mental. Meski performa Jia Shi memuakkan, tapi orang seperti Liu Hao justru menunjukkan kekuatannya. Dia tidak terpengaruh kemunduran tim, malah semakin menunjukkan kelangkaannya di lingkungan seperti ini. Cara bermain aman seperti ini, pasti sedang mempersiapkan diri pindah ke tim lebih baik! Dan kurasa di jajaran Jia Shi, yang punya pikiran seperti ini bukan cuma Liu Hao. Tim sudah berantakan begini, kalau hasilnya tidak buruk, baru itu namanya sial." kata Wei Chen.
