"Wahahaha, anak muda, biar kau tahu hebatnya orang tua ini!"
Dalam gelak tawa kemenangan Wei Chen, jelas dia sudah mengalahkan Baozi dalam satu ronde. Meski skill operasional Baozi cukup untuk membasmi mayoritas pemain, veteran berpengalaman seperti Wei Chen masih menjadi musuh alaminya saat ini.
Jelas-jelas, Wei Chen adalah seorang veteran seperti itu, bahkan seorang veteran level pro. Meski beberapa aspek mungkin tidak sehebat masa keemasan karirnya, tapi dalam hal pengalaman justru jauh melampaui masa lalu. Pemain baru seperti Baozi yang baru bermain Glory selama empat bulan, sekalipun punya bakat, dasar operasional yang baik, dan berkembang cepat, tentu tidak mungkin bisa mengalahkan veteran kawakan seperti Wei Chen yang sudah bertahun-tahun di game ini.
"Aduh, kalah nih." Dari sisi Baozi terdengar suara penuh penyesalan.
"Jangan bilang menyesal gitu, ini jelas-jelas hal yang wajar." Wei Chen berkata dengan penuh kesombongan.
"Ck ck, batas bawah etika. Batas bawah!" Ye Xiu tidak ikut menonton pertandingan, hanya mendengar hasil akhir dari dua orang ini. Wei Chen dengan skill dan level seperti ini, menang melawan pemain baru empat bulan saja bisa sombeg, benar-benar tidak tahu batas, membuatnya tak kuasa menghela nafas.
"Iya, nggak perlu nyesel." Di sisi lain Baozi malah berkata seperti mendapat pencerahan, "Lagi naik kuda, bisa langsung ulangin!"
"Hah?" Wei Chen tertegun sejenak. Logika aneh Kawan Baozi yang memelintir makna "jangan menyesal" ke arah ini membuatnya kaget.
"Ayo ayo, jangan takut, sekali lagi." Kata Baozi.
"Sialan! Gua takut sama pemula kayak lu?" Wei Chen langsung menerima undangan tanpa ragu.
"Wahahahaha!"
"Wahahahaha!"
"Wahahahaha!"
"Tertawa terbahak-bahak berulang kali, tentu saja karena Wei Chen berulang kali meraih kemenangan. Suara tawa yang dibuat-buat ini semakin keras, bahkan sampai mengganggu pekerja renovasi di luar. Chen Guo mendorong pintu ruang VIP dan melongok ke dalam: "Ada apa?"
"Delapan banding nol, nih!" Wei Chen menyangga dagunya dengan tangan sambil membentuk angka "delapan" dengan pose yang dibuat-buat.
"Bukan kamu kan?" Chen Guo menatap Ye Xiu dengan heran.
"Ngapain lihat aku? Ini dia dan Baozi." Ye Xiu berkata.
"Bukan kamu kan?" Chen Guo kini menatap Wei Chen dengan heran. Mirip dengan reaksi Ye Xiu sebelumnya, Chen Guo juga merasa bahwa sebagai sosok berpengalaman, bersikap terlalu jumawa setelah mengalahkan Baozi sungguh tidak pantas.
Tapi Wei Chen mana peduli, tetap memandang Baozi dengan sombong: "Gimana, bocah?"
"Wah hebat-hebat, tidak menyangka Lao Wei ternyata sehebat ini. Kamu ini siapa sih sebenarnya?" Baozi terus mengeluarkan kekaguman.
"Dengarkan baik-baik! Aku ini mantan kapten Tim Blue Rain, operator legendaris Suoke Sa'er yang termasyhur - semoga kau tidak ketakutan!" Wei Chen mengumumkan.
"Oh."
"OHHHHH???!!!" Reaksi datar Baozi membuat Wei Chen jengkel.
"Suo ke sa er, apaan tuh?" Baozi bertanya.
"Masa tidak tahu?! Ini karakter Warlock nomor satu di Liga, sosok yang sangat agung!" Wei Chen menjelaskan.
"Gitu ya!" Baozi ikut berdecak kagum.
“Para benar-benar harus belajar lagi dengan serius.” Wei Chen mengarahkan perkataannya pada Ye Xiu.
“Apakah mengetahui hal-hal ini penting atau tidak?” Ye Xiu membalas dengan pertanyaan retoris.
"Tentu saja." Wei Chen terlihat sangat sakral, "Ini adalah warisan pengetahuan dan keyakinan."
"... Bro, lebih baik kamu jelaskan skill Baozi!" kata Ye Xiu.
"Hmm... Relatif bagus, untuk pemain baru empat bulan, bisa dihitung bagus," ujar Wei Chen.
"Kamu menunjukkan rasa bersalah," kata Ye Xiu.
"Sial, rasa bersalah apa?" teriak Wei Chen.
"Hampir kalah kan?" kata Ye Xiu.
"Berganti, dia masih jauh dari mengalahkanku!" Wei Chen berbicara tak tulus, namun di sisi QQ mengirim mention ke Ye Xiu: "Brengsek, hampir kehilangan muka."
"Hahaha, disebutkan tahan!" balas Ye Xiu.
“Tahan sampai mati sih tidak, aku masih bisa menghadapinya. Cuma bocah ini suka bikin gerakan-gerakan aneh. Meski sebagian besar tak bermakna dan berantakan, tapi kadang benar-benar bikin orang panik sampai berkeringat dingin,” kata Wei Chen.
“Cukup mengejutkan ya!” ujar Ye Xiu.
“Memang, dasar teori seperti menunggu sudah dipahaminya sampai tuntas. Benar-benar tidak terbayang akan jadi seperti apa nanti. Menurutku, untuk mengajarnya cukup bantu konsolidasi pengetahuan di bidang ini, lalu buatkan metode latihan peningkatan operasional. Memberi terlalu banyak pengalaman malah tidak baik,” jelas Wei Chen.
“Ini perlu kau katakan?” sahut Ye Xiu.
“Gaya si pemalas ini, jujur saja, setelah kamu mati—eh maksudnya pensiun—jika kamu menyerahkan karakter Loner padanya, mungkin akan jadi pemandangan khas yang berbeda.” Wei Chen berkata.
“Oh?” Ye Xiu tertegun, “Tapi soal Loner...”
“Aku tahu maksudmu. Secara umum, orang berpikir harus menguasai semua kelas untuk bisa main Loner. Tapi pernahkah kamu berpikir, jika ada pemula yang polos, sejak awal dikenalkan dengan Loner dan memperlakukannya sebagai kelas yang kompleks?” Wei Chen berkata.
“Hah? Ide ini cukup menarik.” Ye Xiu berkata.
“Baozi mungkin bukan pemula polos, tapi dia polos. Kebodohannya bukan karena kurang pengalaman main game, tapi sifat aslinya. Serahkan Loner sebagai kelas untuk dia mainkan, mungkin dia benar-benar bisa menguasainya. Bayangkan, 120 skill cepat yang bukan Instan ya Cooldown-nya singkat, di tangan orang semrawut seperti Baozi, bagaimana jadinya?” Wei Chen berkata.
“Semakin semrawut.” Ye Xiu berkata.
“Itulah sisi paling menakutkannya!” Wei Chen bergidik mengingatnya.
“Tapi Loner ini bukan solusi jangka panjang!” Ye Xiu berkata.
“Benar, sudah tiga tahun Glory tidak update level cap kan?” Wei Chen berkata.
“Iya!”
“Aku curiga saat kita kembali ke lingkup profesional, mungkin level cap sudah dinaikkan setidaknya sekali.” Wei Chen berkata.
“Hmm... Tapi biasanya peningkatan yang terjadi hanya sekitar lima level. Untuk level 75, masih bisa diatasi.” Ye Xiu berkata.
“Mengamati situasi saja! Jika kondisinya memungkinkan nanti, kita bisa coba perkenalkan karakter Loner ke Baozi.” Wei Chen mengusulkan.
“Hmm.” Ye Xiu mengangguk setuju.
“Si nona cantik itu? Level kemampuannya seberapa?” Wei Chen melanjutkan pertanyaan.
“Mau coba berduel juga biar kamu lihat?” Ye Xiu menawarkan.
“Boleh!” Wei Chen menyambut baik.
“Xiao Tang, kamu juga duel dengan Lao Wei yuk?” Ye Xiu lalu menoleh ke Tang Rou.
“Oke, tunggu aku keluar dari dungeon dulu!” Tang Rou sedang bermain dungeon untuk naik level, tapi pasti tidak akan menolak duel. Dia menyukai segala bentuk persaingan.
Tak lama kemudian, Tang Rou keluar dari dungeon. Di Correction Field yang sama, Wei Chen sudah menyiapkan kamar. Tang Rou masuk, pertarungan langsung dimulai. Ye Xiu juga tidak menonton, tetap fokus melatih Jun Moxiao-nya. Hanya saja Tang Rou duduk di sebelahnya, sesekali menoleh untuk melihat perkembangan pertarungan.
Situasi Tang Rou sebenarnya mirip dengan Baozi - pengalaman adalah titik lemah mereka berdua. Justru di sinilah letak kekuatan terbesar Wei Chen. Ye Xiu tidak melihat bagaimana pertarungan Baozi sebelumnya, tapi dari situasi Tang Rou, jelas dia sepenuhnya dikendalikan oleh Wei Chen. Hasil akhir mungkin sudah bisa ditebak, tapi Ye Xiu memperkirakan Wei Chen pasti juga merasakan tekanan dari Tang Rou.
"Babak pertama, seperti yang diduga Ye Xiu, Wei Chen memenangkan dengan cukup mudah."
"Operasional sangat kuat, cepat dan tepat." Wei Chen menyampaikan kelebihan Tang Rou setelah menang.
"Terima kasih, main lagi?" tanya Tang Rou.
"Ayo!" Wei Chen menerima dengan senang hati. Di sisi lain melalui QQ, Ye Xiu mengirimkan emoji senyum lebar.
"Apa maksudmu?" Wei Chen bingung.
"Kamu harus bertahan." kata Ye Xiu.
"Bertahan dari apa? PK ini? Nggak ada tekanan!" kata Wei Chen.
"Hehe." Ye Xiu tertawa.
"Hehe apaan dasar kau!" Wei Chen membalas lalu mengabaikannya, di sisi lain pertarungan sudah dimulai.
"Hehe, maaf ya nonak, menang lagi." Wei Chen memenangkan babak kedua sambil berkata ke Tang Rou.
"Lagi?"
"Boleh!"
Babak ketiga dimulai. Di sisi lain Ye Xiu sedang menjalankan dungeon sambil minum teh tenang. Tanpa melihat, dari suara operasional kedua orang itu dia tahu ritme PK semakin cepat. Tang Rou sedang dalam mode... Nonak ini, kondisi puncaknya biasanya tidak muncul di awal, justru terungkap saat tekanan, tipikal semakin kuat jika lawannya kuat.
Tapi babak ketiga tetap dimenangkan Wei Chen. Si pemalas ini batuk-batuk kecil hendak berkata sesuatu, tapi Tang Rou yang penuh semangat sudah bertanya: "Lagi?"
Pandangan Wei Chen beralih ke Ye Xiu di seberang, namun mendapati kepala Ye Xiu sudah menyembunyikan diri di balik monitor.
“Ayo…” Wei Chen tidak menolak, namun suaranya mulai terdengar serak.
“Apa-apaan ini!!!” Di QQ, dia langsung mengirim pesan kilat ke Ye Xiu.
“Bertahanlah.” Ye Xiu masih mengulang perkataan yang sama, namun kali ini Wei Chen mulai sedikit memahami maksudnya.
Di ronde keempat, Wei Chen masih menang, namun sebelum sempat berkata apapun, karakter Tang Rou "Han Yanrou" sudah siap di ruangan Arena. Saat menoleh, Tang Rou di seberang sudah menatapnya dengan sorot mata penuh semangat.
“Pertarungan terakhir ya…” Suara Wei Chen kembali terdengar ragu.
Tang Rou tidak menjawab, hanya fokus bertarung. Kali ini, pemenangnya adalah Tang Rou.
Wei Chen menghela napas lega, namun terdengar suara keraguan dari Tang Rou: “Apa kamu sengaja mengalah?”
“Tidak-tidak, sama sekali tidak.” Wei Chen buru-buru menyangkal.
“Wahahaha!” Ye Xiu akhirnya angkat bicara: “Sudah-sudah, Lao Wei sudah lelah. Biarkan dia menghisap sebatang rokok dulu, Kawan Xiao Tang.”
Tang Rou bukan tipe orang keras kepala yang memaksakan kehendak. Meski kecewa, dia pun mengurungkan niatnya.
“Nima!” Wei Chen kembali mengirim pesan privat ke Ye Xiu via QQ.
“Bagaimana yang satu ini?” Ye Xiu bertanya sambil tertawa.
“Ini bahaya, semakin ditantang semakin ganas. Tanganku sampai kram.” Keluh Wei Chen.
“Lalu di akhir kamu sengaja mengalah tidak?” Tanya Ye Xiu.
“Omongan kosong, pasti lah, masa beneran sampai tangan kram, gue gila apa?” Wei Chen berkata.
“Ini juga pemain baru bulan April lho!” Ye Xiu berseloroh.
“Masa kamu bisa ketemu dua pemain baru di server baru ini? Kalau kamu nggak berusaha maksimal balik ke Liga dan rebut juara, nggak malu sama perlindungan Dewa Glory ke kamu?” Wei Chen memaki.
“Dewa Glory? Siapa itu?” Ye Xiu membalas.
“Ya elo lah, dasar kau, minggir!” Wei Chen memarahi.
