Melihat nama di nisan, berbagai pemikiran dan dugaan langsung membanjiri kepala Chen Guo. Ia ingin memastikan lebih lanjut melalui tulisan di nisan, tetapi dari jarak dan posisi ini, mustahil melihat detail lainnya. Chen Guo berpegang pada prinsip tidak mengganggu, tidak melanjutkan pendekatan, hanya mencoba mengintip-intip sambil mencari celah di balik tubuh keduanya yang mungkin menyembunyikan informasi berguna.
Hasilnya sedang berusaha keras, tiba-tiba Ye Xiu di sebelah menoleh secara tak terduga dan langsung melihat Chen Guo di sini.
Chen Guo tahu penampilannya pasti sudah terlihat oleh Ye Xiu, seketika merasa malu sampai ingin mencari lubang untuk berbaring dan menancapkan nisan sebagai tanda kematiannya. Secara refleks dia pura-pura tidak melihat tatapan Ye Xiu sambil terus melihat ke sana kemari. Setelah beberapa saat, saat melirik diam-diam, dia melihat Ye Xiu masih tersenyum menatapnya. Ketika pandangan mereka bertemu, Ye Xiu melambaikan tangan seolah menyuruhnya mendekat.
Chen Guo tertegun sebentar, lalu melakukan gerakan isyarat untuk konfirmasi. Setelah melihat Ye Xiu mengangguk, barulah dia berjalan mendekat.
Chen Guo yang familiar dengan Pemakaman Nanshan cukup memahami beberapa jenis struktur makam di sini. Barisan tempat Ye Xiu berada termasuk kategori termurah di Pemakaman Nanshan. Desainnya sederhana dengan ruang pemanfaatan yang sempit untuk bersembahyang. Jika ada banyak sanak saudara, tidak akan cukup tempat berdiri sekaligus. Saat mendekat, Chen Guo melihat makam kecil yang sederhana ini terawat sangat bersih, mungkin baru saja dibersihkan berdua. Buket bunga Bird of Paradise kini terbaring tenang di depan nisan. Akhirnya Chen Guo bisa membaca tulisan di nisan tersebut.
Panggilan dan segmen waktu pemasangan nisan membuat Chen Guo cepat memahami beberapa informasi. Ye Xiu yang kini berdiri di samping sambil menepuk-nepuk nisan itu berkata: "Lihat yang satu ini. Kalau bukan karena tinggal di sini, pasti sudah menjadi salah satu Shen terhebat di Glory."
“Kakakmu ya!” Chen Guo menatap Su Mucheng sambil berkata, panggilan di nisan sudah menjelaskan hal ini.
“En.” Su Mucheng mengangguk, di depan makam ia melepas topi dan kacamata hitam. Namun ekspresinya tidak menunjukkan kesedihan berlebihan, hanya kerinduan yang mendalam. Dari tanggal lahir dan wafat di nisan, orang ini sudah meninggal di usia 18 tahun, hampir delapan tahun yang lalu.
“Dia...?”
“Kecelakaan.” Jawab Su Mucheng.
“Oh...” Chen Guo terdiam, kesedihan mendadak seperti ini pernah benar-benar ia rasakan.
“Dia satu-satunya keluarga saya.” Ucap Su Mucheng.
“Apa?” Ini membuat Chen Guo tertegun, kemudian ia teringat bahwa sebagai selebriti, profil Su Mucheng memang tak pernah mencantumkan latar belakang keluarga. Selama ini Chen Guo mengira itu masalah privasi. Saat Tahun Baru Imlek kemarin, Ye Xiu yang tidak pulang kampung sudah ia pahami alasannya. Tapi fakta bahwa bahkan Su Mucheng tetap di klub membuatnya sempat bingung, meski akhirnya mengira Su Mucheng sengaja meneman Ye Xiu. Baru sekarang ia tahu, Su Mucheng-lah yang sebenarnya tak punya siapa-siapa untuk dikunjungi saat hari raya. Sedangkan Chen Guo sendiri? Memang tinggal sendiri di sini, tapi faktanya masih punya beberapa kerabat walau jarang berinteraksi.
“Kami berdua besar di panti asuhan, kemudian terjadi beberapa perubahan, sehingga terus mengembara di luar. Kakak yang selalu merawatku.” Su Mucheng berkata.
Chen Guo masih terpana, dia tidak pernah menyangka bahwa bintang Glory yang gemilang ini ternyata memiliki masa lalu yang begitu menyedihkan. Kakaknya Su Muqiu, meninggal dunia saat baru berusia 18 tahun. Sebelum itu, dia sudah mulai memikul beban menghidupi dua orang. Betapa sulitnya kehidupan mereka berdua, Chen Guo hampir tidak bisa membayangkannya.
“Haha.” Su Mucheng tiba-tiba tertawa, “Jangan kira kami hidup susah waktu itu, sebenarnya tidak! Berkat kemampuan kakak dalam bermain game, hidup kami selalu cukup baik.”
“Kemampuan dalam game?”
“Iya!” Su Mucheng tersenyum, “Menerima jasa leveling, menjual peralatan, ikut pertandingan ilegal, bahkan menulis cheat. Dalam hal game, tidak ada yang tidak bisa dilakukan si pemalas ini.”
“Oh, itu bagus.” Meski berkata demikian, hati Chen Guo semakin perih. Dia tahu, meski Su Mucheng bicara begitu, kebenaran sejati mungkin tidak sesenang yang digambarkannya. Jangan lupa Chen Guo tumbuh besar di warnet, kemudian mengelola warnet yang cukup besar. Meski tidak langsung terlibat dalam game online sejak awal, tapi dengan setiap hari berada di lingkungan warnet, segala jenis bisnis dalam game yang disebutkan Su Mucheng tadi sebenarnya cukup dia pahami.
Hal-hal ini memang bisa menghidupi orang, tapi sulit membuat orang hidup dalam kekayaan. Chen Guo tidak tahu sampai level apa Su Muqiu saat itu melakukannya, tapi dia masih remaja yang harus mempertahankan kehidupan dua orang, pastilah sangat sulit. Dan ada fakta nyata di depan mata: makam Su Muqiu adalah yang berstatus terendah di Pemakaman Nanshan, membuktikan bahwa aset mereka saat memakamkannya sangat terbatas.
Alasan Su Mucheng berbicara seperti itu, menurut Chen Guo bukan karena ingin menghibur diri sendiri, mungkin lebih karena dia benar-benar merasa cukup saat itu. Gadis kecil yang sejak kecil mengandalkan kakaknya dan terlantar di jalanan, tuntutan hidupnya sangat sederhana. Inilah yang membuatnya merasa sangat bahagia dengan hari-hari yang mungkin dianggap orang lain sebagai kesengsaraan.
Yang membuat Chen Guo yakin, juga karena dia melihat ekspresi Ye Xiu di saat itu. Saat Su Mucheng mengenang masa itu dengan bahagia, si pemalas yang biasanya tenang itu juga menunjukkan kepahitan. Chen Guo tahu pria ini bukan remaja malang tak bertempat tinggal, dalam menilai kualitas hidup, pasti tidak setingkat dengan gadis kecil terlantar. Jelas, Ye Xiu paham betul kondisi hidup saudara Su saat itu, sehingga ketika Su Mucheng menyebut "kebahagiaan" masa lalu, ekspresinya selaras dengan perasaan Chen Guo yang telah memahami semuanya.
“Setelah game Glory dirilis, kakak laki-laki sangat bersemangat. Dia sangat yakin dengan game ini dan mencurahkan seluruh energinya ke dalamnya.” Kata Su Mucheng.
“Aku mengenal kakak beradik mereka sekitar waktu ini.” Kata Ye Xiu.
“Setelah kamu kabur dari rumah?” Tanya Chen Guo.
“Hmm.” Ye Xiu mengangguk, “Setelah bertemu mereka, aku sangat cocok dengan Mu Qiu. Kami berdua bertekad untuk mencapai sesuatu di dunia Glory, jadi setiap hari kami menyelami game ini bersama: menganalisis kelas, skill, peralatan, dan sistem penyuntingan equipment unik Glory. Bahkan sampai sekarang, masih ada senjata perak buatan sendiri hasil risetnya yang digunakan di lingkup profesional.”
“Benarkah!” Chen Guo takjub.
“Tentu! Tombak Quexie milik Yizhiyeqiu adalah karyanya!” Kata Ye Xiu.
“Qianji San juga?” Chen Guo teringat senjata ini. Saat pertama kali melihat senjata perak ini, Ye Xiu pernah sedikit menyebut tentang seorang teman. Kini jelas bahwa teman yang dimaksud adalah Su Muqiu.
“Iya, jenius kan? Sayangnya update level 55 saat itu langsung menghapus makna Loner dan senjata ini.” Ye Xiu menghela nafas.
“Tapi kakak tidak menyerah!” Kata Su Mucheng.
"Benar. Konsep Qianji San adalah ide yang sudah muncul sejak awal ketika kelas Loner populer. Si pemalas ini terus meneliti dan mencoba, entah berapa kali gagal, tapi tak pernah menyerah. Ketika akhirnya hampir berhasil, bahkan sudah menyiapkan karakter baru untuk meningkatkan Qianji San bersamaan, tiba-tiba update versi game itu muncul. Saat pertama kali membaca update itu, bahkan aku tidak bisa menerima betapa tragisnya nasib ini. Diamnya yang tiba-tiba saat itu benar-benar membuat kami panik. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?" Ye Xiu bertanya.
"Apa yang terjadi?" Chen Guo kaget, pikirannya langsung melayang ke kemungkinan Su Muqiu depresi lalu bunuh diri dengan sengaja menabrak mobil. Tapi segera ia sadar, kalau benar begitu, mana mungkin Ye Xiu akan bertanya "kau tahu apa yang terjadi selanjutnya".
"Dua hari kemudian, saat kami masih mengkhawatirkannya, dia melemparkan kartu akun padaku sambil tersenyum: 'Hanya mulai dari awal lagi saja'," kata Ye Xiu.
"Sungguh sangat kuat," gumam Chen Guo, rasa kagum tulus pada Su Muqiu memenuhi hatinya.
"Kemudian dia benar-benar dengan tenang meninggalkan ide tentang Loner, memilih sebuah kelas, dan mulai berlatih lagi. Saat itu, seiring dengan update baru, kabar tentang pembentukan Liga Profesional perlahan mulai beredar. Kami berdua saat itu bisa dibilang termasuk ahli yang cukup terkenal di Glory, akhirnya dihubungi dan diundang oleh berbagai pihak. Meskipun konsep Loner tidak terwujud, tapi akhirnya kami bisa melangkah lebih jauh di dunia Glory. Semua sangat gembira, hanya sayangnya..." Di sini, suara Ye Xiu akhirnya juga meredup, menunduk memandang nisan. Di foto yang terpampang di nisan tersebut, seorang pemuda tampan yang mirip dengan Su Mucheng tersenyum dengan penuh ketenangan dan kepercayaan diri.
Seketika, Chen Guo seolah benar-benar mendengar suara yang sangat legawa berkata: Ini cuma mulai dari awal lagi saja.
Benar! Hanya dengan kepercayaan diri mutlak, seseorang baru bisa dengan santai mengucapkan kalimat seperti itu setelah mengalami pukulan yang menggulingkan semua usaha masa lalunya. Dan ini, hanyalah seorang remaja belasan tahun.
"Saat itu kami sudah membentuk tim dan bersiap menandatangani kontrak resmi, tapi dia mengalami kecelakaan." Ye Xiu menghela napas.
Ketiganya diam. Su Mucheng juga sedikit memalingkan kepala, tapi segera menoleh kembali. Meski matanya berkilau air mata, senyuman pantang menyerah tetap menghiasi wajahnya: "Tapi dia masih meninggalkan banyak hal untuk kita!"
"Benar, tombak Quexie milik Yizhiyeqiu. Tanpa Senjata Perak ini, mungkin aku tidak akan bisa meraih tiga gelar juara dengan mulus. Hehe, di masa itu, senjata ini benar-benar mengerikan karena terlalu maju untuk zamannya. Nanti kamu bisa tanya Lao Wei tentang ini, pasti dia terkejut!" kata Ye Xiu.
"Lalu ada Jun Moxiao dan Qianji San. Mimpi yang dulu tidak sempat terwujud, sekarang benar-benar bisa diwujudkan!" Chen Guo juga ikut berbicara.
"Dan akun yang terakhir kali dia persiapkan untuk mengikuti liga profesional," tambah Su Mucheng.
"Oh? Di mana?" Chen Guo benar-benar ingin melihat karakter yang seharusnya menjadi legenda, namun akhirnya hanya menjadi penyesalan ini - warisan terakhir remaja yang penuh tekad itu.
"Yaitu Muyu Chengfeng yang sedang aku gunakan sekarang!" jawab Su Mucheng.
