“Ka...kamu ini...” Mo Fan yang bicaranya sudah terbata-bata kini semakin gagap.
Artillery God Su Mucheng memang pernah dia hadapi di game online, bahkan mati di tangannya. Tingkat skill-nya pasti diakuinya. Tapi di game online dia selalu sendirian melawan banyak orang, apalagi sering ada ahli top seperti Ye Xiu di antara mereka. Kematian seperti itu tentu tidak membuatnya sungguh-sungguh mengakui kekalahan.
"Sekarang melihat Su Mucheng setiap hari menonton sinetron dan bermain game kecil, ini membuatnya semakin kesal karena pernah mati di tangan Su Mucheng. Dia memang sedikit menganggap orang sebagai vas cantik yang numpang paha ahli. Jadi dalam PK tadi, niatnya adalah memberikan pelajaran ke vas cantik dengan segenap tenaga. Hasilnya sial, baru satu menit berlalu, dia sudah terkapar di tanah dibantai Artillery God si vas cantik."
Tingkat skill Mo Fan yang seperti ini, baik buruk tetap bisa membedakan. Di tengah pertarungan, dia sudah tahu kalau menginjak vas cantik ternyata menginjak vas besi - orang ini tidak cuma cantik.
"Aku juga atlet profesional lho!" Jawab Su Mucheng.
"Atlet profesional..." Istilah ini sekarang sering didengar Mo Fan. Dia bukan orang yang sama sekali tidak punya persepsi, terpapar terus-menerus, wajar kalau jadi penasaran. Apalagi berada di lingkungan ini, orang-orang sekitar yang dikenalnya maupun yang tidak dikenal di warnet, semuanya terlihat sangat terobsesi, membuat Mo Fan merasa sangat tidak masuk akal.
Apa benar sebegitu menariknya?
Ini adalah pertanyaan yang sering terlintas di benak Mo Fan belakangan ini saat berbaring di tempat tidur. Tapi dia tidak akan membuka mulut untuk membicarakannya dengan orang, tetap diam-diam mengamati dan memperhatikan. Orang lain tak akan pernah tahu apakah dia benar-benar memperhatikan hal ini. Kini, lagi-lagi seorang atlet profesional, dalam waktu satu menit lebih sudah meng-KD-nya tanpa suspense. Ini menjadi daya yang sangat kuat baginya. Kekuatan atlet profesional begitu dahsyat, lingkup profesional yang disebut-sebut itu, dunia seperti apa gerangan?
Mo Fan tidak akan berdiskusi dengan orang, hanya akan merenung sendirian. Setelah Su Mucheng menjawabnya, dia duduk termenung sendirian. Setelah lama, barulah sadar. Melihat ke samping, Su Mucheng sudah tidak memperhatikannya lagi, membuka tayangan drama baru sesuai progress kemarin.
Merasakan tatapan Mo Fan kembali, Su Mucheng tetap tidak menoleh. Sekantong kuaci di meja kembali diambil segenggam, lalu disebarkan ke meja Mo Fan dengan gerakan tangan santai.
Mo Fan sudah terbiasa dengan sikap seperti ini. Menurutnya, gerakan "tidak memakan" sudah cukup sebagai penolakan. Tapi Su Mucheng seolah tak melihat. Setiap kali dia ngemil, selalu sesekali melempar segenggam ke Mo Fan. Namun tidak konsisten - kadang lupa, kadang baru teringat saat sedang asyik makan sendiri, lalu menyodorkan sejumput tanpa basa-basi.
Kini, setelah dikalahkan dalam duel itu, rasa meremehkan Mo Fan terhadap Su Mucheng telah lenyap. Bahkan dia sadar telah salah paham, merasa agak memalukan. Tapi memulai permintaan maaf? Itu bukan sifatnya. Akhirnya... tangan Mo Fan terulur. Camilan dari Su Mucheng tak pernah disentuhnya sebelumnya. Kali ini, dia membuat pengecualian. Mungkin menurutnya ini sudah cukup sebagai isyarat perdamaian...
Sambil dengan kikuk mengambil biji kuaci dan memecahkannya, Mo Fan melirik ke arah Su Mucheng di sebelahnya. Namun Su Mucheng sudah sepenuhnya tenggelam dalam alur drama televisi, sama sekali tidak menyadari keberadaannya.
Mo Fan juga tidak berinisiatif berbicara, hanya diam-diam memecahkan semua biji kuaci di meja sampai habis.
Di suite, Chen Guo akhirnya selesai menjelaskan rencananya. Kehadiran Mo Fan yang tidak muncul sama sekali tidak menjadi perhatian. Biar datang pun, si pemalas itu hanya akan duduk diam saja. Memang kehadirannya tidak terlalu penting. Saat ini semua orang sedang serius mempertimbangkan proposal Chen Guo.
"Cukup beraura dominan, menurutku bagus," Wei Chen yang pertama berkomentar.
"Strategi berisiko tinggi!" kata Ye Xiu.
Biasanya hanya dua orang inilah yang akan memberi tanggapan. Ye Xiu tentu saja, semua tahu betapa tajam analisisnya. Suaranya yang paling lantang tak ada yang berkeberatan. Wei Chen? Reputasinya jauh di bawah Ye Xiu, tapi sebagai mantan senior ditambah kelakuannya yang sok tua, porsi bicaranya juga cukup banyak.
Sedangkan anggota lain seperti Tang Rou dan An Wenyi sebenarnya punya pemikiran sendiri. Tapi karena sadar masih baru di lingkaran ini, mereka tidak akan buru-buru angkat suara di awal.
Qiao Yifan sendiri terbiasa menjadi pendengar setia. Statusnya yang bukan posisi bicara membuatnya hanya akan memberi pendapat ketika diminta.
"Luo Ji di sisi ini agak kaku. Otak matematikanya kesulitan memahami hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan praktis. Kalau Baozi tidak usah ditanya, pasti di luar konteks. Begitu buka mulut, ucapannya langsung melenceng ke arti kiasan, dari Bumi sampai ke Mars."
"Yang lain gimana?" Chen Guo kali ini ingin mendengar lebih banyak pendapat, meski menurutnya pendapat orang lain juga tidak lebih baik dari Wei Chen dan Ye Xiu.
"Ini..." An Wenyi tampak ragu-ragu.
"Katakan saja." Chen Guo tidak suka keraguan.
"Hmm, metode ini menurutku agak terlalu nekat, terutama untuk Bos. Soalnya kalau kami gagal, mungkin masih ada kesempatan jalan sendiri. Tapi warnet Bos gimana?" kata An Wenyi.
"Repot-repot memikirkan aku? Tidak perlu." Chen Guo melambaikan tangan dengan gagah: "Bahas ini saja!"
"Tidak ada keberatan." kata An Wenyi.
"Xiao Tang gimana?" Chen Guo bertanya ke Tang Rou. Ini orang paling dekatnya di antara kerumunan ini. Meski belum sepenuhnya paham, ia sudah cukup terbuka pada Tang Rou layaknya sahabat karib.
"Lakukan sesuai keinginanmu!" kata Tang Rou.
"Bisa bertindak semaunya, benar-benar Bos!" Baozi tiba-tiba melompat antusias bicara, tetap konsisten ngelantur. Padahal Chen Guo belum sempat "bertindak semaunya", itu cuma ucapan Tang Rou belaka.
"Chen Guo mendengar dukungan dan dorongan tanpa syarat dalam ucapan Tang Rou, mengangguk, tentu saja mengabaikan Baozi. Sementara Qiao Yifan dan Luo Ji terlihat gugup sama sekali tidak tahu harus berkata apa. Chen Guo memutuskan: 'Baik, kita sepakat seperti ini.'"
"Haha, akhirnya benar-benar jadi penjahat! Menurutku ini justru bagus!" Wei Chen berkata.
"Dengan kelakuanmu yang tidak tahu batas, hal kecil seperti ini tentu mudah bagimu." Ye Xiu menanggapi.
"Tidak. Tekananku jauh lebih ringan darimu. Sebagai Shen legendaris Jia Shi, aku curiga kau malah bisa dihajar fisik. Hati-hati ada batu bata hitam di jalan!" Wei Chen mengejek.
"Aku hanya perlu awasi agar kau tidak balas dendam." Ye Xiu membalas.
Sesi latihan omongan kosong berikutnya tidak diobservasi anggota lain. Semua meninggalkan kamar dan kembali ke ruang latihan seperti biasa.
Gelombang sesungguhnya datang dua hari kemudian. Pagi itu, Chen Guo sudah sibuk mengatur personil warnet untuk persiapan.
"Bos mau buat event apa lagi?" tanya pegawai warnet. Saat melihat properti yang harus dipasang, mereka semua mulut menganga.
"Diam! Cepat pasang!" perintah Chen Guo.
"Bos, kalau dipasang begini, bisnis kita bisa bangkrut!" seorang pegawai berani protes.
"Jangan banyak omong! Gajimu tetap dibayar. Kerjakan saja!" hardik Chen Guo.
Admin jaringan warnet dan sejenisnya tidak bergantung pada komisi bisnis warnet. Dengan pernyataan bos seperti ini, apa lagi yang perlu dikhawatirkan? Bos Chen Guo sangat baik hati, semua karyawan sangat mempercayainya. Mereka segera dengan gesit menyiapkan perlengkapan yang diatur Chen Guo. Tata letaknya sama seperti event yang sering diadakan warnet sebelumnya, semua sudah terbiasa. Tak lama kemudian semuanya selesai. Di pagi buta yang sepi ini, spanduk Warnet Xingxin tetap berhasil menarik banyak perhatian.
Gratis!
Dua kata besar yang meledak-ledak ini cukup untuk menyedot perhatian sepanjang jalan. Entah benar atau tidak, siapa pun yang melihat pasti penasaran untuk berhenti dan melirik.
Warnet Xingxin benar-benar menyediakan internet gratis, tanpa batas waktu, hingga musim baru Liga Profesional Glory dimulai. Jika dihitung, total ada dua minggu penuh.
Yang tidak tahu Glory bingung. Sedangkan yang paham Glory sudah mulai membahas daya tarik acara ini.
Dua minggu internet gratis, apa tujuannya?
Orang zaman sekarang pintar. Melihat sesuatu gratis tidak serta merta langsung menikmatinya. Semua percaya pepatah "tidak ada makan siang gratis di dunia ini". Justru hal gratis malah membuat orang berpikir ini semacam perangkap.
Saat karyawan Warnet Xingxin masih sibuk menyiapkan, dua kata "GRATIS" sudah menarik banyak orang. Ketika semuanya siap, kebenaran sejati akhirnya terungkap.
"Orang yang tidak tahu Glory masih bertanya penasaran, sementara yang tahu Glory, terutama pemain Glory yang mengikuti lingkup profesional, akhirnya gempar."
Kenapa Warnet Xingxin gratis?
Karena mereka mendirikan tim esports, gratis dua minggu sebagai perpisahan untuk tim mereka yang ikut Tantangan Rookie.
Tim warnet berani segitu? Tentu saja, karena target mereka jelas ingin masuk lingkup profesional. Ini jelas tidak menganggap klub di seberang jalan!
"Sialan, ini siapa lagi yang ngomong kosong siang bolong?" Kerumunan akhirnya ada yang memaki pertama kali. Jelas ini fans Tim Jia Shi yang tidak hanya tahu Glory tapi juga langsung membuka topik dengan cacian.
"Hehe, jangan dihiraukan, cuma metode cari sensasi saja," seseorang mengejek.
"Sekarang ini, demi tenar, omong kosong bisa mengarungi semesta!"
"Tim Xingxin, namanya aura dominan banget ya, wkwkwk!"
Pemain Glory yang menonton sudah mulai berdiskusi. Entah fans Jia Shi atau bukan, mengejek Xingxin sudah pasti.
"Untuk hal ini, Chen Guo sudah memperkirakan sebelumnya, sama sekali tidak takut, menghadapi dengan tenang. Ia berdiri sendiri di depan pintu, mengetuk papan iklan yang dipasang, menunjuk spanduk yang digantung: 'Kami baru membentuk tim, kekuatannya cukup bagus, punya keyakinan bisa masuk ke lingkup profesional. Sebelum 1 September, internet gratis untuk semua. Teman-teman yang berminat silakan datang, mungkin ada kesempatan duel dengan pemain tim esports kami!'"
"Wahahaha, duel dengan siapa lagi dari kalian tidak menarik, tapi internet gratis memang oke. Bisa langsung main sekarang?" seseorang mengejek tanpa ampun.
Hasilnya, Chen Guo tidak marah, hanya tersenyum: "Tentu saja boleh."
