Cuaca Jumat cerah. Jia Shi libur satu hari untuk memberi istirahat pada para pemain. Ini kebiasaan sejak mengikuti Liga Profesional, biasanya hari setelah pertandingan akan libur. Tapi sekarang karena mengikuti Tantangan Rookie, Jumat yang biasanya hari pertandingan justru jadi hari libur, membuat para atlet profesional yang terbiasa dengan jadwal liga merasa agak tidak bisa beradaptasi.
Bukan cuma pemain, bahkan Manajer Jia Shi, Cui Li, yang bangun pagi ini merasa bingung karena tidak ada persiapan pertandingan.
Cui Li yang gelisah akhirnya memutuskan jalan-jalan keluar.
Cui Li juga bisa dibilang orang yang mengabdikan diri sepenuhnya pada pekerjaan. Karena belum berkeluarga, dia sering tinggal di klub. Pagi ini begitu keluar dari gerbang klub, pandangan pertama yang menyambutnya adalah Warnet Xingxin di seberang. Seketika suasana hatinya yang sudah tidak bagus jadi semakin buruk.
"Musim ini benar-benar sulit!" gumam Cui Li tak bisa menahan diri. Bagi raksasa seperti Jia Shi, musim ini harus mengikuti Tantangan Rookie. Bahkan jika menang, itu bukan hal yang layak dirayakan - bukankah itu sudah seharusnya?
Dari sini bisa dilihat, sepanjang musim ini tidak akan ada momen kebanggaan yang bisa diraih Jia Shi.
Berdiri di luar gerbang klub sambil menguap, Cui Li sedang memikirkan kemana akan pergi. Tiba-tiba sepeda motor listrik meliuk-liuk melewatinya, nyaris tidak berhenti. Penumpangnya menggaruk-garuk kepala canggung sebelum menyapa: "Manajer Cui, selamat pagi!"
Cui Li langsung tersenyum. Dia jelas mengenal pemuda ini - Chang Xian, reporter magang dari (Esports Home) yang ditugaskan di Kota H tahun lalu. Setelah setahun, pasti sudah jadi staf tetap, tapi teknik mengendarainya masih sangat memprihatinkan! Dalam hati Cui Li bersyukur belum mulai menyeberang, kalau tidak bisa saja dia jadi korban roda sang reporter.
“Hehe, Xiao Chang ya!” Cui Li sambil tertawa menggoda, “Kemampuan mengemudimu masih perlu banyak peningkatan dibandingkan bakat menulismu!”
Chang Xian menggaruk-garuk kepala, terus tersenyum dengan malu.
“Mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya Cui Li.
“Mau melakukan wawancara,” jawab Chang Xian dengan jujur.
Mendengar ini, suasana hati Cui Li langsung membaik. Sebagai manajer klub, pertimbangannya tidak hanya terbatas pada kemenangan dan kekalahan tim saat bertanding, tapi juga mencakup seluruh operasional klub. Jia Shi tereliminasi, perhatian publik di tahun ini pasti akan jauh berkurang. Sponsor dan endorsemen untuk musim ini sudah bukan sekadar sedikit, tapi benar-benar stagnan. Para pebisnis tidak peduli dengan kejayaan masa lalu. Tanpa tingkat eksposur yang memadai di musim ini, investasi pada klub perlu dipertimbangkan matang. Posisi Jia Shi masih relatif baik karena masih ada harapan untuk masa depan, sehingga beberapa sponsor belum menarik diri dan masih menjaga komunikasi. Namun implementasi konkret baru akan dilakukan setelah Jia Shi kembali ke Liga Profesional.
Di situasi seperti ini, perhatian media dan eksposur tambahan bagi Jia Shi merupakan kabar baik bagi Cui Li sebagai manajer yang mempertimbangkan aspek manajemen. Perhatian ekstra ini bisa meningkatkan kepercayaan sponsor terhadap klub!
Ekspresi tersenyum Cui Li tetap tidak berubah. Dia sedang bersiap untuk menyapa Chang Xian dengan ramah, tapi tak disangka Chang Xian sudah mengembalikan posisi sepeda motornya lalu melambaikan tangan ke arah Cui Li: "Manajer Cui, silahkan lanjutkan pekerjaannya. Saya pergi dulu ya!"
Senyum di wajah Cui Li langsung membeku. Ucapan yang sudah di ujung lidah buru-buru ditarik kembali. Saat itu juga, pipinya terasa panas karena malu.
"Dasar anak ini, bukannya mau mewawancarai klub Jia Shi kami? Untung aku tidak gegabah membuka mulut, bisa-bisa jadi canggung."
Cui Li tentu paham, meskipun cabang olahraga esports Glory sedang sangat tenar, masih banyak game lain yang eksis. (Esports Home) adalah media esports komprehensif yang juga memiliki laporan tentang game-game tersebut. Hanya saja karena fokus pemberitaan mereka lebih ke Glory, untuk kepraktisan, kantor cabang wawancara di Kota H ditempatkan di dekat klub profesional terdekat - klub Jia Shi.
"Apakah Chang Xian hendak mewawancarai tim game lain?" Pikir Cui Li. Tapi ketika melihat sepeda motor listrik Chang Xian mulai bergoyang-goyang saat mulai berjalan, tiba-tiba ada firasat tidak menyenangkan. "Di sekitar sini kan tidak ada tim profesional game lain. Kendaraan seperti sepeda motor listrik ini sepertinya tidak cocok untuk jarak jauh. Kalau objek wawancara Chang Xian bukan Jia Shi, jangan-jangan..."
Belum selesai berpikir, sepeda motor listrik Chang Xian yang bergoyang-goyang akhirnya melaju. Setelah berbelok, langsung menyasar ke Warnet Xingxin di seberang jalan.
Adalah untuk mewawancarai Xingxin.
Pada segmen waktu ini, perasaan Cui Li benar-benar campur aduk, berbagai emosi yang sulit diungkapkan berkecamuk. Ia berdiri di tepi jalan dan mulai melamun.
Chang Xian mengendarai sepeda motor listriknya, meliuk-liuk menyebrang jalan raya, lalu naik ke trotoar. Kemudian mencoba berhenti di depan warnet, namun kemampuan berkendara si pemalas ini sungguh buruk sampai-sampai membuat dewa dan manusia marah. Operasional sederhana seperti ini pun gagal dilakukannya. Saat motor listriknya berhenti, separuh badan dan motornya sudah masuk ke dalam...
Cui Li seolah mendengar teriakan histeris dari warnet seberang. Tiba-tiba ada motor listrik yang nyelonong masuk ke dalam gedung, mungkin membuat para saksi mata kaget.
Lalu terlihat Chang Xian buru-buru melompat turun dari kendaraan, menggaruk kepala dengan canggung, segera menjatuhkan motornya dan menepikan dengan benar, lalu bergegas masuk ke Warnet Xingxin.
Xingxin...
Meski hati Cui Li tidak nyaman, ia harus mengakui bahwa Xingxin yang mengalahkan Tim Wuji tadi malam memang bisa memancing rasa penasaran penonton, layak untuk diwawancarai sedikit. Tapi melihat personil stasiun wawancara yang sebenarnya dibuat khusus untuk mereka, malah berlomba-lomba mewawancarai objek yang mereka benci ini, kekesalan dalam hati Cui Li tak terkira.
Tak melihat berarti tak kesal!
Cui Li berpikir dengan geram, lalu berjalan maju ke arah berlawanan. Meski matanya sudah tak melihat, pikirannya tak henti-hentinya tertarik ke sisi lain. Laporan seperti apa yang akan didapat Xingxin?
Warnet Xingxin.
“Chang Xian langsung mengendarai sepedanya masuk, hampir membuat orang ingin menelepon polisi. Setelah berhasil menjelaskan, dia menyampaikan maksudnya. Penerima tamu warnet langsung menelepon bos setelah mendengar hal ini, perlu melaporkan terlebih dahulu.”
“Chen Guo sekarang sering tinggal di area perumahan ini. Semalam Xingxin meraih kemenangan besar melawan Tim Wuji yang sulit dikalahkan, semua orang merayakan setelah pertandingan. Pagi ini tiba-tiba ada telepon dari warnet, awalnya dikira ada masalah, ternyata ada wartawan dari (Esports Home) - media cetak yang sangat otoritatif ingin mewawancarai mereka, Chen Guo pun sempat tercengang.”
“Tunggu sebentar.” Chen Guo meninggalkan pesan itu lalu berbalik mencari Ye Xiu.
“ mau wawancara? Ini bagus, kesempatan bagus untuk meningkatkan popularitas.” Ye Xiu mengangguk-angguk setelah mendengar.
“Kalau begitu, kita harus menerimanya?” tanya Chen Guo.
“Tidak ada alasan untuk menolak!” jawab Ye Xiu.
“Kalau... kamu?” Chen Guo tentu tahu, Ye Xiu selalu menolak wawancara, bahkan konferensi pers resmi sebelum dan sesudah pertandingan yang wajib dihadiri pemain sesuai aturan Liga pun tak pernah ia datangi. Aturan ini jika dilanggar, Liga biasanya hanya memberi denda alih-alih menjatuhkan sanksi seperti dilarang bertanding. Hasilnya, Ye Xiu tetap cuek - bayar denda seikhlasnya tapi tetap ogah datang. Hingga akhirnya kedua pihak membentuk chemistry unik: rekening denda Liga justru lebih dihafal Ye Xiu daripada nomor rekeningnya sendiri, rutin transfer tiap bulan. Sementara pihak Liga pun sampai tidak tahu harus tertawa atau menangis. Si pembangkang bandel ini benar-benar bikin jengkel. Denda berkali-kali pun Liga mulai iba, tapi aturan sudah ditetapkan. Kalau diberi keringanan, bagaimana dengan pemain lain yang patuh? Mula-mula kontroversial, lama-lama kedua belah pihak default: satu sisi rutin bayar, sisi lain tak lagi ribut soal pelanggaran berulang.
“Aku? Orang yang datang pun takkan tahu siapa aku, kan?” Ye Xiu berkata.
“Kau akan bilang kalau kau adalah Ye Xiu?” Chen Guo bingung.
“Ya!” Ye Xiu mengangguk.
“Lalu bukannya itu artinya kau menerima wawancara?” Chen Guo bertanya.
“Tak masalah.” Ye Xiu tersenyum. “Lagipula takkan banyak.”
“Kenapa takkan banyak?” Chen Guo penasaran.
“Karena waktuku tak banyak lagi!” kata Ye Xiu.
“……” Chen Guo tidak menyangka si pemalas ini benar-benar mengatakan hal seperti itu, untuk sementara waktu tidak tahu bagaimana menanggapinya. Ye Xiu awalnya menghindari media dan menolak terekspos karena takut kabur dari rumahnya ketahuan keluarga lalu ditarik pulang. Setelah lebih dewasa, meski tidak perlu lagi menghindari keluarga seperti itu, kebiasaan ini tetap bertahan. Ye Xiu mengira akan menggunakan identitas adiknya (Ye Qiu) yang sudah diverifikasi KTP hingga akhir karirnya, namun tak menyangka di akhir karirnya justru terjadi hal seperti ini.
Dia kembali menggunakan identitas asli Ye Xiu, saat kembali bermain juga tidak berniat melanjutkan nama Ye Qiu. Terlalu banyak hal yang setelah dialami sekali, dia malas untuk dibingungkan lagi.
Chen Guo menghormati keinginan Ye Xiu, tidak banyak berkata lalu mengambil ponsel meminta pihak warnet Xingxin menyampaikan pada wartawan (Esports Home) untuk datang ke sisi ini.
"Eh, apa kamu tidak perlu tanya pendapat yang lain juga? Mungkin ada yang tidak mau diwawancara?" kata Ye Xiu.
"Oh... Benar juga!" Chen Guo tersadar setelah diingatkan ini, dan saat pandangannya bertemu Ye Xiu, dia tahu keduanya memikirkan hal yang hampir sama.
Tang Rou, yang sudah lama tinggal di Warnet Xingxin, latar belakangnya tidak pernah diselidiki Chen Guo. Tapi semua orang pasti setuju, gadis ini jelas bukan tipe yang perlu bekerja sebagai petugas meja di warnet untuk mencari nafkah. Cukup dengan penampilan dan aura-nya, memotret beberapa foto saja sudah bisa ditukar dengan honor tulisan.
Latar belakang Tang Rou pasti tidak sederhana, mungkin dia juga tidak mau terekspos seperti ini?
