Setelah pukul sepuluh datang pukul sebelas, setelah pukul sebelas tiba tengah hari pukul dua belas.
Sepanjang pagi, Xia Zhongtian tak kunjung muncul. Asistennya justru sudah keempat kalinya menghadap Ye Xiu dan Chen Guo dengan wajah canggung: "Sekarang jam istirahat siang. Direktur Xia meminta kalian kembali sore nanti."
"Oh? Sore, jam berapa tepatnya sore nanti?" tanya Chen Guo.
"Kantor kami buka pukul dua sore," jawab asisten kali ini dengan teknik menghindar. Dia tidak menyebut jam berapa Xia Zhongtian akan menemui mereka, hanya memberitahu jam operasional kantor.
“Nona Wang, maaf merepotkanmu.” Chen Guo tersenyum pada asisten yang terlihat kurang nyaman. Sejak remaja sudah mengelola warnet sendiri, lingkaran pergaulan Chen Guo mungkin tidak elit, tapi setidaknya dia sudah melewati banyak pengalaman. Mendengar penjelasan Ye Xiu tentang latar belakang sponsor Jia Shi dari Mingqianlv, bagaimana mungkin dia tidak melihat bahwa pihak sponsor sama sekali tidak punya niat baik, dan memanggil mereka kemari lebih seperti permainan belaka?
“Kalau begitu, silakan kedua tamu bersantai.” Sang asisten kembali menunjukkan senyum permintaan maaf sebelum bergegas pergi. Chen Guo melirik Ye Xiu, menghela napas, lalu keduanya pun bangun dari tempat duduk.
Dalam perjalanan keluar, mereka melewati kantor kepala departemen hubungan masyarakat. Meja kerja Nona Wang terletak di luar ruangan. Saat ini, setelah menerima telepon, dia masuk ke dalam ruangan lalu keluar lagi. Melihat kedua tamu, dia mengangguk sambil tersenyum.
“Nona Wang, boleh tahu Pagi ini CEO Xia sibuk dengan apa?” Ye Xiu tiba-tiba melontarkan pertanyaan tak terduga.
Asisten Wang tertegun sejenak, lalu kembali menunjukkan senyum profesional: “Maaf, saya tidak berwenang membocorkan jadwal beliau.”
“Hehe, cuma main Glory saja, kenapa harus dirahasiakan?” Ye Xiu tertawa ringan.
Asisten Wang kembali terkejut, ekspresinya langsung membuktikan tebakan Ye Xiu benar. Chen Guo yang semula masih merenungkan apakah harus datang sore ini (jangan-jangan mereka memang sibuk dan sekalian menguji niat baik), begitu mendengar ternyata pagi tadi si orang ini malah bersembunyi main Glory lalu sengaja membiarkan mereka teronggok, darahnya langsung mendidih. Kalau tak mau sponsor, tinggal dijelaskan langsung. Buat apa mengintimidai orang seperti ini? Chen Guo melangkah mendekat, diiringi teriakan Asisten Wang "Apa yang mau kamu lakukan?", dan sudah mendorong pintu kantor Xia Zhongtian.
“Ada masalah apa lagi?” Si pemalas di kantor itu duduk di belakang meja kerja, monitor di atasnya sebesar 42 inci. Kepalanya terkubur di baliknya, benar-benar tak terlihat sama sekali. Mendengar bunyi pintu, dia bahkan tidak menampakkan wajah, hanya bertanya seperti itu.
“Aku adalah bos Tim Xingxin.” Chen Guo berkata dengan nada kesal.
“Bukankah sudah kubilang datang sore? Aku sedang sibuk!” Xia Zhongtian masih sama, kepalanya bahkan tidak menoleh sedikitpun.
“Sibuk apa sih, hampir mendidih nih.” Ye Xiu mengikuti Chen Guo masuk ke dalam, tiba-tiba menyambung percakapan.
“Memalukan Direktur Xia, saya akan segera mengantar mereka keluar.” Asisten Wang yang panik itu akhirnya menyusul masuk, lebih dulu meminta maaf kepada Xia Zhongtian.
Di sisi Xia Zhongtian tidak bersuara, hanya suara mouse dan keyboard yang semakin mendadak, tapi seketika kemudian sudah berhenti tiba-tiba.
“Sudahlah, kamu keluar dulu, tidak ada urusanmu di sini.” Xia Zhongtian tiba-tiba berkata. Asisten Wang yang sedang membujuk Chen Guo dan Ye Xiu untuk pergi tertegun, lalu mundur dengan diam-diam sambil menutup pintu.
Kepala Xia Zhongtian akhirnya muncul dari belakang monitor. Matanya menyapu kedua orang itu dengan ekspresi sombong: "Wah, ini bukan Ye Qiu, oh bukan, Shen Ye Xiu! Tamu langka!"
Xia Zhongtian menarik suaranya panjang dengan nada sinis, seolah berusaha keras menunjukkan sikap menghina. Chen Guo memandang pria muda ini - seusianya, sama-sama fans Glory dan fans Jia Shi. Dengan memanfaatkan jabatannya, dia memberi sponsor ke Jia Shi. Meski agak nekat, setidaknya terlihat kecintaannya pada Glory dan kesetiaannya pada Jia Shi.
Orang seperti ini seharusnya bukan penjahat.
Entah mengapa, pikiran ini selalu muncul di benak Chen Guo. Meski Xia Zhongtian sengaja membiarkan mereka menunggu sejak pagi, meski sekarang bersikap tidak sopan, Chen Guo sadar dirinya tidak bisa benar-benar membenci orang ini.
"Mau sponsor? Singkat saja: tidak ada. Kalian bisa pergi." Xia Zhongtian yang sudah kehilangan minat mengganggu Xingxin langsung menunjukkan sikap tegas.
"Jangan begitu, Tuan Xia. Kami sudah jauh-jauh datang dan menunggu lama, setidaknya dengarkan dulu penjelasan kami?" Chen Guo tiba-tiba menyela.
Jawaban ini benar-benar mengejutkan Ye Xiu. Ia memperkirakan dengan karakter Chen Guo yang blak-blakan, pasti akan langsung berdebat sengit dengan Xia Zhongtian. Namun tak disangka, sikapnya justru seperti ini. Apakah dia masih belum menyerah dan berusaha meraih dukungan? Xia Zhongtian bukan fans biasa Jia Shi. Sebagai penduduk asli Kota H, selain memiliki perasaan seperti fans biasa, dia juga punya kebanggaan regional terhadap Jia Shi. Kecintaannya pada Jia Shi murni tertuju pada tim itu sendiri, tak tergoyahkan oleh perubahan apapun. Jelas, dia termasuk tipe fans Jia Shi paling fanatik yang bahkan sampai sekarang masih memusuhi Ye Xiu dan membenci Xingxin. Tingkat kesulitan untuk membujuknya mendukung Xingxin benar-benar luar biasa. Meski Chen Guo adalah pribadi berani yang tegas dalam tindakan, Ye Xiu tahu bahwa debat kusir bukanlah keahliannya.
"Baik, silakan bicara! Pokoknya aku tidak akan mengubah pendirian. Kalau mau buang waktu, silakan." Xia Zhongtian berbicara tanpa ekspresi, lalu tangannya sibuk kembali bekerja. Sikapnya jelas menyiratkan: Bicaralah sesukamu, aku tetap main game. Pada akhirnya jawabanku cuma satu: Tidak mungkin.
Namun Chen Guo seolah tak melihat sikap itu. Dia langsung membuka topik: "Kalau begitu aku mulai. Hmm, pertama aku akan ceritakan sejarah Warnet Xingxin kami! Warnet Xingxin kami..."
Chen Guo benar-benar mulai bercerita. Baru mendengar dua kalimat, Ye Xiu yang awalnya terkejut mulai tersenyum geli. Chen Guo ini memang luar biasa. Ternyata dia sama sekali tidak berniat meyakinkan lawannya. Mulai dari sejarah Warnet Xingxin? Perlukah itu? Sama sekali tidak! Faktanya, sejarah Warnet Xingxin tidak berpengaruh pada keputusan lawan terkait Tim Xingxin. Tapi sekarang, setelah hampir 30 menit, Chen Guo baru sampai di musim ketiga sejarah Warnet Xingxin, saat dia berusia 6 tahun!
Bos Besar Chen Guo memang tidak punya retorika tajam yang bisa membuat orang terdiam, tapi kemampuan mengulur-ulur cerita ini benar-benar luar biasa. Patut diacungi jempol bagaimana dia bisa mengingat dengan jelas hal-hal remeh masa kecilnya, lalu menceritakannya dengan serius kepada Xia Zhongtian.
Apakah ini sedang meminta sponsor?
Tentu saja tidak!
Ini murni untuk memuakkan Xia Zhongtian, membuang waktunya dengan omongan panjang sebagai balasan karena membuat Chen Guo dan Ye Xiu menunggu percuma sepanjang pagi.
Cara ini agak konyol, sejak awal sudah merugikan diri sendiri dengan membuat tenggorokan kering karena terus berbicara. Tapi apakah efeknya pada lawan?
Ada...
Ye Xiu sangat paham. Dia tidak perlu melihat, cukup mendengar. Selama setengah jam ini, Xia Zhongtian masih bermain Glory, mungkin sedang PK di Arena dengan pemain lain. Namun operasionalnya benar-benar berantakan. Seorang yang menyukai Glory selama bertahun-tahun, meski bukan level profesional, seharusnya memiliki metodologi permainan yang terstruktur. Setidaknya di awal pertandingan akan ada pola permainan berirama. Tapi Xia Zhongtian sama sekali tidak punya. Kacau balau, operasionalnya tidak jelas. Jelas, perhatiannya tidak bisa fokus karena seseorang terus-menerus membicarakan hal sepele di telinganya.
Tentu saja dia tidak ingin mendengar. Tapi suara itu masuk ke telinganya, otaknya tak bisa menahan untuk memikirkan konten yang didengar. Begitu menganalisis, perhatiannya terpecah, operasionalnya jadi kacau. Akibatnya, satu demi satu pertandingan, dalam setengah jam Xia Zhongtian kalah 10 kali berturut-turut dengan kecepatan 3 menit per pertandingan. Kekalahan ini membuatnya geram, melirik penuh kebencian ke Chen Guo, tapi tidak bersuara menghentikan. Tampaknya dia ingin bersaing keras dengan Chen Guo. Maka dia mengeluarkan Skill besar - memakai headphone.
Skill besar ini Chen Guo juga agak tidak bisa menahan. Dengan pasrah dia menutup mulutnya.
Xia Zhongtian merasa girang dalam hati. Faktanya, headphone-nya memang tidak mengeluarkan suara. Bagaimanapun ini adalah kantornya sendiri. Meski sebagai kepala, bermain game seenaknya tentu tidak pantas. Sesekali menyempatkan bermain beberapa ronde saat ada waktu luang, namun volume harus dimatikan. Dia masih perlu menjawab panggilan terkait urusan yang mungkin memerlukan penanganannya, bahkan di jam istirahat siang sekalipun. Oleh karena itu, Xia Zhongtian tidak pernah mengaktifkan suara saat bermain Glory di kantor. Berkat poin inilah dia berani bermain game selama jam kerja - karena tidak pernah menyita pekerjaannya, membuat siapapun tak bisa berkata-kata. Toh, Ming Qian Lü adalah milik keluarga Xia, faktor ini bahkan lebih penting ketimbang absennya dampak negatif game terhadap pekerjaannya.
Pura-pura memasang headphone, akhirnya berhasil membuat sang istri diam. Xia Zhongtian merasakan kepuasan saat rencana kotornya berhasil. Di sisi lain, Chen Guo yang kalah oleh skill besar ini terlihat kecewa. Matanya melirik ke kiri-kanan, namun mendapati Ye Xiu sudah tidak ada di kamar. Chen Guo buru-buru berdiri. Xia Zhongtian mengira dia akan pergi, berpura-pura tidak melihat, dengan ekspresi "Aku menganggapmu seperti udara". Ternyata Chen Guo hanya membuka pintu kantor, lalu berhenti mematung. Di depan pintu, Ye Xiu sedang duduk di meja kerja asisten Xia Zhongtian, tak disangka mulai main Glory juga.
"Keterlaluan benar kau ini!" Chen Guo menghela napas pasrah, "Mana si ceweknya?"
“Ayo makan! Aku bilang pinjemin aku main Glory, dia langsung setuju.” Ye Xiu berkata. Sang bos yang begitu mencintai game ini membuat asistennya ikut larut dalam keramaian. Tak hanya asisten, seluruh departemen hubungan masyarakat pun punya budaya serupa. Sekilas terlihat, card reader Glory seperti perlengkapan wajib departemen mereka.
“Sudah, ayo pergi!” Chen Guo berkata.
“Kenapa, tidak bisa melanjutkan?” Ye Xiu tersenyum sambil bertanya.
“Si pemalas itu bahkan sudah memakai headphone.” Chen Guo berkata.
“Sekarang giliranku tampil!” Ye Xiu berkata.
“Apa?” Chen Guo tertegun, lalu melihat layar komputer Ye Xiu. Karakternya berdesakan di Arena, tapi hanya menyaksikan pertandingan. Saat ada kursi kosong di lapangan, Ye Xiu langsung menunjukkan kecepatan tangan yang luar biasa dan merebut posisi itu.
“Siapa orang ini?” Chen Guo menunjuk lawan Ye Xiu di arena.
Ye Xiu menunjuk ke dalam ruangan.
“Ini... Kejam sekali!!!” Chen Guo berdecak kagum. Seketika itu juga dia mulai berpikir, apakah tujuan mereka kemari memang mencari sponsor atau sekadar mengintimidasi orang?
