27 September, Liga Profesional Glory Musim 10 Babak 4 dimulai. Xingxin mengawasi langsung kandang untuk menjamu Dominant Hero.
Pengaruh tim-tim elite klub besar benar-benar luar biasa. Meskipun Tim Xingxin sekarang sudah memiliki popularitas tertentu, jumlah penonton yang datang masih belum cukup memenuhi Stadion Olahraga Xiaoshan ini. Dibandingkan dengan masa kejayaan penjualan tiket Jia Shi dulu yang selalu ludes dan tiket sulit didapat, jarak yang harus ditempuh Xingxin masih sangat jauh.
Tapi kedatangan Dominant Hero kali ini cukup menarik minat penonton netral. Ditambah dengan basis penggemar Dominant Hero yang luas, kursi di Stadion Olahraga Xiaoshan terisi cukup banyak.
Bagi tim-tim lemah, ini adalah kesenangan yang merepotkan. Kehadiran klub elite bisa meningkatkan penjualan tiket dan memberikan pendapatan yang lumayan. Namun di saat yang sama, kedatangan klub elite juga berarti kemungkinan besar akan kalah dalam pertandingan.
Bagi Xingxin yang baru kedua kalinya mengadakan pertandingan kandang, konsep sistematis tentang penjualan tiket belum terbentuk. Banyaknya penonton tambahan tidak membuat Chen Guo terlalu antusias. Perhatiannya masih terfokus pada pertandingan itu sendiri.
Pertandingan ini memiliki banyak daya tarik: duel lama antara Ye Xiu vs Han Wenqing, kombinasi masa lalu Fang Rui dan Lin Jingyan, serta sumpah Tang Rou untuk 1 vs 3 dalam lima babak. Sayangnya meskipun banyak menarik, duel ini bukan yang paling megah di babak ini. Di waktu yang sama, markas Tim Lun Hui di Kota S kedatangan Tim Blue Rain.
Perlawanan antar klub elite seperti ini pasti menjadi fokus utama siaran televisi. Bagi yang ingin menonton pertandingan Xingxin vs Dominant Hero secara langsung, harus datang ke lokasi atau mencari streaming online.
Stadion Xiaoshan, tim tamu Dominant Hero tampil lebih dulu. Saat pertandingan resmi, para pemain mengenakan seragam tim masing-masing. Pengaruh klub elite seperti Dominant Hero memang luar biasa, mereka memiliki basis penggemar yang terorganisir secara mandiri di berbagai daerah. Setiap kali bertanding di suatu lokasi, fans setia yang mengikuti perjalanan tim akan berkoordinasi dengan komunitas penggemar lokal, lalu datang secara terorganisasi ke arena untuk menyemangati Tim Dominant Hero. Di tribun barat stadion, banyak fans Dominant Hero yang berkumpul sambil mengenakan seragam tim. Ketika para pemain muncul, mereka meneriakkan sorakan dan tepuk tangan histeris, berbagai spanduk dan bendera dikibarkan secara provokatif. Dibandingkan dengan Hundred Blossoms yang datang sebagai tamu di babak kedua, gelora dukungan mereka jauh lebih kuat.
Xingxin, meski kini memiliki cukup banyak penggemar, belum memiliki komunitas fans yang terorganisir seperti ini. Dukungan di lokasi sepenuhnya spontan. Di hadapan gelora terkoordinasi lawan, dukungan untuk Xingxin terlihat sangat terfragmentasi. Kandang Xingxin hampir direbut oleh fans Dominant Hero.
Para pemain Dominant Hero melambaikan tangan ke arah penggemar mereka, memicu gelombang klimaks di arena. Baru ketika tim tuan rumah muncul, sorakan spontan fans Xingxin yang bergemuruh berhasil sementara menekan momentum Dominant Hero. Namun hanya sementara. Dukungan tak terorganisir ini sama sekali bukan tandingan bagi barisan fans Dominant Hero dalam pertarungan berkelanjutan. Fans Xingxin akhirnya menyerah lebih dulu.
Sepertinya... perlu membentuk komunitas penggemar yang didukung secara khusus.
Melihat pemandangan ini, Chen Guo teringat masa lalu ketika dirinya masih menjadi fans Jia Shi. Dulu dia pernah berinteraksi dengan fanbase Jia Shi. Meski awalnya fanbase ini terbentuk secara spontan, setelah mencapai skala dan pengaruh tertentu, pihak resmi klub juga memberikan dukungan di belakang layar. Xingxin bisa mengadopsi model serupa, sayangnya mereka masih baru dan belum menemukan tim yang solid. Saat Tantangan Rookie dulu, grup guild seperti Tian Qi dan kawan-kawannya cukup solid, tapi sayangnya mereka tidak berada di Kota H. Pasukan fans kandang tetap harus berasal dari penggemar lokal yang lebih mudah diorganisir.
Keriuhan fans mencapai puncaknya ketika kedua tim saling menyapa di arena. Fans masing-masing tim menjadi perisai terkuat bagi idola mereka, menambah semangat dengan sorakan bergemuruh. Fans Dominant Hero yang berpengalaman dan terlatih benar-benar memberikan momentum dahsyat bagi tim mereka.
Setelah saling berjabat tangan, para pemain kembali ke area pemain masing-masing. Pertandingan resmi segera dimulai. Pengumuman pemain pertama untuk pertandingan individual sudah mulai dikumandangkan di lokasi.
Tim Dominant Hero: Pemain Lin Jingyan, karakter Rogue "Leng An Lei".
Tim Xingxin: Pemain Su Mucheng, karakter Artillery God "Muyu Chengfeng".
1Pembukaan langsung dihiasi konfrontasi pemain top, suasana live langsung HIGH. Kedua pemain berdiri dari area pemain, saling menyapa dengan santai sebelum menuju arena pertandingan.
Pemain berpengalaman langsung menyelami pertandingan. Duel pertama segera dimulai.
Map 1v1 "Senja Desa" - sebuah peta yang lebih menyerupai lukisan pemandangan ketimbang medan tempur, perlahan terpancar melalui proyeksi holografik. Ini map yang sangat familiar bagi Su Mucheng. Awalnya jatuh cinta pada pemandangannya, lalu makin dikenali hingga akhirnya layak digunakan di arena pertandingan profesional.
Bagaimana dengan Lin Jingyan?
Keberadaan Fang Rui sebagai mantan partner membuatnya tak punya rahasia di hadapan Xingxin. Semua usulan peta dipertimbangkan, dan menurut intel Fang Rui, tak satu pun map pertempuran hari ini yang pernah diteliti Lin Jingyan. Namun perlu dicatat, apa yang tak dipelajari Lin Jingyan juga kurang dikuasai Fang Rui - mereka tumbuh dalam lingkungan latihan identik, hanya berbeda di tahun terakhir saat Lin lebih dulu hengkang.
Sepanjang tahun ini, Howling melakukan berbagai penyesuaian untuk memanjakan anggota inti baru Tang Hao, termasuk mengasah beberapa map baru.
“Tapi, karena map-map ini dirancang untuk Tang Hao yang berasal dari Hundred Blossoms, menurutku ini juga tidak cocok untuk Dominant Hero. Pasti Zhang Jiale juga sudah familiar dengan map-map ini.” Fang Rui menganalisis seperti itu. Pengaruh transfer pemain terlihat jelas di sini. Orang yang hanya menganggap permainan ini sebatas pertempuran di lapangan, pemahaman mereka tentang Glory masih sangat dangkal.
Maka di pertandingan individual babak pertama, dipilihlah peta "Rainfall Village" sesuai preferensi pemain yang tampil, Su Mucheng.
Seberapa luas sih map 1 vs 1 ini? Disebut desa, faktanya ini lebih mirip sudut kecil sebuah desa.
Kedua karakter langsung menyegarkan masuk ke map begitu pertandingan dimulai. Setelah menghindari sebuah gubuk kecil di depan titik penyegaran, Su Mucheng sudah melihat Leng An Lei yang bergerak lincah di balik perlindungan adegan, sepertinya sedang mencoba strategi posisi tempur.
Tapi Lin Jingyan jelas juga melihat Muyu Chengfeng di sisi ini. Leng An Lei langsung berhenti bergerak lincah, lalu dengan percaya diri keluar dari persembunyian.
"Map ini, perlindungannya tidak keren ya!" Lin Jingyan mengetik di channel publik.
Su Mucheng membalas dengan emoji senyum. Tentu saja, sebagai penyerang jarak jauh, dia membutuhkan target dalam jangkauan visi yang luas. Terlalu banyak perlindungan justru tidak disukai oleh Artillery God. Saat memilih map favorit, Su Mucheng pasti sudah mempertimbangkan faktor-faktor pertandingan.
"Tempat ini bagus!" Setelah mengucapkan itu, Leng An Lei langsung melesat di bawah sinar matahari senja, lalu bersembunyi di balik sebuah rumah genteng.
Su Mucheng tersenyum, Muyu Chengfeng terus bergerak. Lalu, tangan meriam diarahkan, energi terkumpul di mulut meriam - Quantum Cannon sedang di-charge.
Leng An Lei di belakang rumah genteng sedang melihat-lihat sekeliling. Lin Jingyan memang tidak terlalu familiar dengan map ini. Ia sedang mengamati dengan cermat, mencari medan tempur yang bisa dimanfaatkan, merancang strategi. Ia tidak terburu-buru ingin menghadapi Su Mucheng langsung. Sebagai veteran, berpikir untuk terus bertarung frontal dan memaksa hasil pertarungan itu tidak tepat. Pemain berpengalaman harus mengoptimalkan keunggulan mereka, memanfaatkan EXP dan strategi. Urusan duel cepat seperti skill attack yang mengandalkan kecepatan tangan, biarlah menjadi tugas orang muda!
Saat Lin Jingyan sedang mengamati, tiba-tiba terdengar suara "BIU" pendek dan tajam.
Quantum Cannon!
Skill attack Artillery God memang memiliki efek suara yang megah dan khas. Hanya dari suaranya saja bisa dikenali jenis skill-nya. Lin Jingyan tidak hanya mengenali ini sebagai Quantum Cannon, tapi juga bisa mendeteksi dari efek suara bahwa tembakan ini sudah di-charge.
Quantum Cannon yang sudah di-charge kekuatannya sama sekali berbeda dengan yang ditembakkan biasa. Lin Jingyan yang sama sekali tidak melihat posisi Muyu Chengfeng tidak tahu harus menghindar ke arah mana. Tapi setidaknya dengan berguling sambil merunduk, area tubuh yang terkena serangan bisa diminimalkan - tentu lebih baik daripada berdiri diam!
Siapa sangka Leng An Lei baru saja mulai berguling, daya dorong yang kuat sudah menyerang. Batu bata tembok rumah genteng di belakangnya tiba-tiba melesat, langsung menghantam Leng An Lei beberapa kali. Kekuatan Quantum Cannon menerobos tembok, membuat Leng An Lei yang sedang berguling terlempar beberapa kali jungkir balik.
"Aku pusing!" Lin Jingyan mengendalikan Leng An Lei berdiri, melihat tembok compang-camping yang sudah bolong besar akibat Quantum Cannon. Melalui lubang ini, terlihat pintu kamar yang terbuka lebar di seberang rumah genteng. Muyu Chengfeng? Lin Jingyan bahkan tak sempat melihat bayangan itu dengan jelas, semburan cahaya terang sudah menyapu seluruh pintu kamar seakan hendak menelan, tapi akhirnya hanya menembus pintu, lalu menerobos lubang besar itu, langsung melesat ke arah Leng An Lei.
Laser Cannon!
Serangan yang diluncurkan Su Mucheng dari balik rumah genteng ternyata berkelanjutan. Lin Jingyan yang baru saja terlempar beberapa kali oleh Quantum Cannon terlihat lebih lambat, Laser Cannon kali ini juga gagal dihindari, langsung menabrak tepat sasaran dan mendorongnya ke tumpukan jerami di belakang.
Jerami beterbangan, berputar dalam angin seperti hujan salju. Leng An Lei mengayunkan cakar di tangannya keluar dari tumpukan jerami, melihat Muyu Chengfeng sudah mendekat lagi. Tangan bergerak melempar, sebuah pemantik api menyala melengkung parabola jatuh ke arahnya.
Masih ilmiah tidak ini? Sejauh ini, dengan kekuatan sebesar ini, tapi nyala api pemantik yang dilempar tetap stabil seperti ini.
Lin Jingyan bergumam dalam hati, tapi dia tahu pemantik api bukanlah kuncinya. Yang menakutkan adalah Peluru Kendali Pengindera Panas yang akan segera jatuh.
Memperhatikan garis parabola pemantik api yang terbang, Leng An Lei langsung menarik diri dengan gesit, segera kembali ke tumpukan jerami itu.
Ternyata pergerakan pemantik api tidak seperti yang Lin Jingyan perkirakan. Jarak jatuhnya tampak lebih jauh dari perhitungan.
Ada pengaruh kecepatan angin?
Saat seperti ini bukan waktunya memikirkan prinsip ilmiah. Leng An Lei mundur lagi.
Doron!
Leng An Lei langsung dikepung api menyala-nyala. Pemantik api mendarat, Peluru Kendali Pengindera Panas belum sampai, tumpukan jerami sudah terbakar total.
Lin Jingyan yang dikelilingi api sempat bingung sejenak. Operasionalnya melambat sedikit, membuat Leng An Lei terlambat keluar dari kobaran api dan terhempas gelombang kejut saat Peluru Kendali Pengindera Panas mendarat.
Awan jamur yang membubung tinggi dan kabut pekat yang turun kembali mengepung Leng An Lei.
