"Bukan cuma satu garis tembakan..."
Pepatah "penonton lebih jeli" terbukti. Pemain-pemain Lun Hui yang menyaksikan pertarungan mulai menyadari masalahnya. Bukan Wu Qi yang berhasil menerobos, tapi dia terjebak dalam formasi serangan yang didesain Su Mucheng.
Tapi... Su Mucheng bukan pemain baru! Anggota Generasi Emas yang bergabung di Musim ke-4, terkenal sejak dini. Tim-tim lain sudah lama menganalisisnya. Teori garis tembakan juga bukan konsep baru. Sejak awal mempelajari karakter Artillery God, menemukan garis tembakan lawan selalu jadi prioritas. Garis tembakan Su Mucheng seharusnya bukan rahasia lagi, hal semacam ini memang tidak mungkin dirahasiakan.
Karena ini esports, setiap orang bertarung total di lapangan. Garis tembakan Artillery God adalah batas maksimum output setiap pemainnya. Dalam pertandingan sengit, mengerahkan semua kemampuan saja kadang kurang, mana ada yang masih menyimpan cadangan? Kecuali melawan pemain yang jauh lebih lemah, mungkin tidak perlu maksimal. Tapi semua yang masuk liga ini skill-nya tidak terlalu jauh selisihnya sampai bisa diintimidasi.
Para pemain Lun Hui saling pandang bingung. Xingxin bukan lawan yang mereka remehkan, Su Mucheng juga bukan musuh yang bisa diatasi dengan mudah. Meski di babak pertama mereka menang 10-0, persiapan mereka justru lebih aktif dan serius kali ini. Tapi tak ada yang menyadari bahwa garis tembak Su Mucheng ternyata tidak hanya satu. Di pertandingan sebelumnya, dia sama sekali tidak menunjukkan kemampuan ini.
"Dia semakin kuat." Zhou Zekai tiba-tiba berkomentar.
Yang lain mengerutkan alis, terus memandang arena pertandingan. Sprint Wu Qi dengan karakter Cruel Silence terhambat di tengah hujan peluru Muyu Chengfeng. Sambil terus menembak, Muyu Chengfeng mundur dengan santai seperti berjalan-jalan, jarak antara kedua pihak semakin melebar hingga...
"Garis tembak!" teriak Jiang Botao. Jarak ini sesuai dengan posisi garis tembak Su Mucheng yang mereka ketahui. Cruel Silence yang sedang ditekan serangan mundur untuk menjaga jarak, karakter yang seharusnya sudah menerobos garis tembak Su Mucheng ini justru terdorong kembali ke zona bahaya.
Hujan peluru mengamuk bagai badai, gempuran yang jelas lebih dasyat satu tingkat dibanding sebelumnya. Inilah garis tembak asli Su Mucheng yang sempat ditembus Wu Qi. Karena tak menyangka ada garis tembak kedua di belakang garis pertama, sprintnya terhambat dan malah terpental mundur.
"Garis tembakan misterius yang tak diketahui orang" itu telah menghalangi Wu Qi maju, sementara garis tembakan yang kini menjerat ini adalah yang paling legendaris - garis tembakan terkuat Su Mucheng yang sebenarnya.
HP Cruel Silence merosot drastis dalam hujan peluru. Para atlet profesional berpengalaman ini tentu paham konsekuensi terjebak dalam garis tembakan Artillery God: Sang Artillery God tak akan berdiam diri, tapi terus menyesuaikan posisi agar target tetap terjebak. Masuk mudah, keluar? Mustahil.
Para pemain Lun Hui serentak menatap Sun Xiang - mantan rekan setim Su Mucheng selama satu setengah tahun.
"Apa kau tahu kemampuannya sampai level ini?" Lv Buoyuan mendorong bahu Sun Xiang.
Sun Xiang menggeleng bingung. Sejak kedatangannya di Jia Shi, kombinasi legendaris "Senjata & Meriam" dari Musim ke-4 telah bubar. Meski Yizhiyeqiu dan Muyu Chengfeng masih ada, chemistry kombinasi terbaik mereka telah pudar. Sun Xiang frustasi: skill profesional Su Mucheng sempurna, tapi chemistry tak bisa dipaksakan. Banyak contoh kombinasi dipaksakan yang berakhir berantakan di Liga.
Namun sebagai rekan setim, Sun Xiang memang tak menyangka garis tembakan Su Mucheng punya variasi sekompleks ini.
“Melihat kemampuannya, menurutku rentetan tembakan yang dia ciptakan bisa dikendalikan dalam radius lebih luas. Xiao Zhou, bagaimana pendapatmu?” kata Jiang Botao.
“Hmm.” Zhou Zekai mengangguk.
“Tapi dia sengaja membatasi skill, membuat radius rentetan tembakan lebih sempit namun terkonsentrasi. Lalu memanfaatkan skill yang muncul dari celah, dikombinasikan secara silang, membentuk rentetan tembakan kedua...” Jiang Botao menganalisis.
Anggota Lun Hui di sekelilingnya terus mengangguk. Tidak seperti Xingxin yang masih ada rookie, formasi Lun Hui adalah yang paling stabil selama beberapa tahun. Para pemain ini tumbuh bersama, mengakumulasi EXP bersama, saling memahami chemistry tim dengan mendalam, komunikasi pun berjalan mudah. Dua gelar berturut-turut Lun Hui membuat seluruh pemainnya mencapai tahap matang. Gelar juara tak pernah lepas dari faktor nasib, tapi juga membutuhkan kekuatan sepadan untuk menaklukkannya.
Para anggota tim juara ini hanya perlu beberapa kalimat saja untuk menganalisis secara menyeluruh strategi yang sedang digunakan Su Mucheng.
“Ini cukup licik,” lanjut Jiang Botao.
“Benar... Jika diperlukan, aku yakin dia juga bisa memperbesar radius rentetan tembakannya daripada memotongnya jadi dua,” kata Lv Buoyuan.
“Tapi dia sama sekali tidak melakukannya. Menyisakan ruang gerak justru membuat variasi taktiknya lebih kaya, pertimbangannya tepat sekali.” Jiang Botao mengungkapkan kekaguman.
“Wu Qi dalam masalah!” seru Du Ming, pemain Blade Master.
Semua orang terdiam. Sayangnya pemain yang mereka puji selama ini ternyata adalah lawan mereka. Semakin baik kinerja lawan, semakin merepotkan bagi mereka. Namun kepercayaan diri tim juara memang tidak bisa dibandingkan dengan yang lain. Terhadap kemungkinan kekalahan, mental mereka tampak cukup tenang, sama sekali tidak panik meski terus tertinggal.
Akhirnya, Su Mucheng memenangkan pertandingan kali ini. Sorak-sorai di Stadion Xiaoshan tak kunjung mereda.
Ini Lun Hui loh! Lun Hui yang sangat perkasa itu, tapi sekarang Tim Xingxin unggul 2-0!
Wu Qi kembali ke area pemain Lun Hui. Kalah bertanding tentu saja tidak membuatnya senang.
"Licik sekali!" Wu Qi mengambil handuk yang diberikan rekan setimnya. Setelah mengelap tangannya, ia melempar handuk itu ke kursinya dengan kesal. Jelas dia telah menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan Artillery God Su Mucheng.
"Lain kali lebih hati-hati, lain kali lebih hati-hati." Rekan-rekan setimnya berusaha menghiburnya.
"Lihat saja, aku yang akan membalas dendam untukmu!" kata Lv Buoyuan.
"Ini kan bukan pertarungan arena, buat apa balas dendam." Wu Qi melototi dia.
"Nanti di pertandingan tim besar kau bisa balas dendam sendiri," kata Jiang Botao padanya.
"Apa aku akan jadi starter di pertandingan tim besar?" Mata Wu Qi berbinar-binar.
"Batuk-batuk!" Jiang Botao membersihkan tenggorokannya. "Lain kali, lain kali."
“Wu Qi kembali menunjukkan ekspresi menyebalkan. Sebenarnya formasi pemain yang akan tampil biasanya sudah diumumkan paling lambat di ruang persiapan sebelum pertandingan, jarang ada yang baru diberitahu ke pemain saat sudah berada di live. Wu Qi sebenarnya sudah tahu kalau kali ini di pertandingan tim dia tetap menjadi orang keenam, tindakannya ini hanya sekadar menunjukkan keinginan untuk menjadi starter. Rekan-rekan setimnya yang melihat sikapnya langsung tertawa. Sekarang ini, untuk bisa menjadi starter di tim Lun Hui memang cukup sulit. Tapi kemampuan Lun Hui dalam mengungkapkan topik kompetisi sensitif ini secara terbuka benar-benar mencerminkan atmosfer tim yang luar biasa.”
“Aku maju.” Lv Buoyuan memberi salam kepada rekan setimnya sebelum bertanding. Di sisi Xingxin, pemain ketiga yang dikirimkan kebetulan juga berasal dari kelas bertarung, yaitu Baozi.
“Ah, si pemalas ini, kalau aku kalah jangan salahin aku ya! Orang ini benar-benar tidak bisa ditebak!” teriak Lv Buoyuan ketika melihat pemain yang dikirim Xingxin, sambil menoleh ke rekan setimnya untuk berpesan.
“Kalau kalah, posisi starter-mu akan kuantar ke tanganmu!” teriak Du Ming.
“Serahkan padaku!”
“Aku! Aku!”
Para pemain sistem shift Tim Lun Hui ramai-ramai ikut meramaikan suasana. Lv Buoyuan tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya menuju arena pertandingan.
“Memang pantas disebut tim juara...” Para anggota Xingxin juga memperhatikan dinamika Tim Lun Hui.
“Pertandingan individual, kalah dua kali berturut-turut, namun tim sama sekali tidak menunjukkan kecemasan. Tim ini sebenarnya tidak memiliki terlalu banyak veteran, namun aura mereka sangat tenang. Mungkin inilah kepercayaan diri yang ditempa dari dua gelar juara berturut-turut. Bahkan setelah kalah dua ronde awal, mereka tidak kehilangan keyakinan. Keunggulan psikologis yang biasanya didapat dari memenangkan ronde pertama, justru terasa kosong ketika berhadapan dengan Lun Hui. Sebaliknya, kepercayaan diri, ketenangan, dan sikap santai merekalah yang membuat lawan merasa ragu.
Tapi... saat ini pemain Xingxin yang maju di ronde ketiga adalah Baozi. Soal perasaan ragu-ragu yang halus seperti ini, tidak ada dalam setingan karakternya. Dengan kepala tegak dan dada membusung, Baozi melangkah mantap ke panggung. Sorak-sorai untuknya juga cukup meriah.
Formasi pemain Xingxin termasuk yang paling mobile di seluruh liga. Baozi sendiri relatif tidak terlalu sering tampil, namun cukup populer di kalangan pendukung Xingxin. Karena dia selalu bisa memberikan kejutan. Pertandingan yang melibatkan Baozi, menang atau kalah, selalu memiliki daya tarik khusus.
"Pemain ketiga yang dikirim Lun Hui adalah Lv Buoyuan. Pemain ini tipikal atlet turnamen besar dengan kualitas psikologis yang sangat tangguh, ahli dalam menciptakan momentum kritis di situasi sulit. Kini dengan ketertinggalan dua poin di pertandingan individual, ronde ketiga yang dimainkannya justru atmosfer yang cocok untuk performa terbaiknya!" komentar Pan Lin di siaran langsung televisi sambil menganalisis pemain kedua tim yang akan bertanding.
“Xingxin mengirimkan Bao Rongxing. Hmm, pemain ini... dia adalah... hmm... pemain dengan status yang cukup fluktuatif kapan pun dan di mana pun. Menurut Pelatih Li, apakah benar demikian?” Pan Lin berkata.
“Batuk!” Li Yibo membersihkan tenggorokan.
“Batuk-batuk!” Li Yibo terus-menerus batuk.
“Bao Rongxing mungkin pemain yang paling sering menciptakan kejutan.” Li Yibo menyimpulkan. Terhadap pemain yang tak terduga seperti ini, dia benar-benar tak berani membuat prediksi apa pun.
“Baik, pertandingan akan segera dimulai.” Pan Lin mengumumkan.
Di arena, karakter kedua tim telah loading dan muncul di map. Dari pihak Xingxin, Rogue Baozi Invasion; sementara Lun Hui mengerahkan Yudo terkuat Glory saat ini, Cloudy Mountain.
“Oke, pertandingan resmi dimulai! Kedua karakter langsung bergegas menuju pusat map!” teriak Pan Lin.
“Lv Buoyuan mengambil inisiatif pertama! Sebenarnya untuk kelas Yudo, biasanya lebih sering menggunakan strategi menunggu inisiatif lawan, bukan begitu Pelatih Li?” Pan Lin bertanya.
“Benar. Karena skill grab di Glory memiliki terkuat, Yudo memiliki kemampuan untuk memaksa menerobos serangan lawan. Justru serangan yang dilancarkan di tengah-tengah skill lawan ini lebih sulit dihadapi.” jelas Li Yibo.
“Tapi kali ini Lv Buoyuan sangat agresif!”
“Soalnya Lun Hui sudah kalah dua babak beruntun, perlu menunjukkan sikap tegas untuk meningkatkan semangat pasukan!” ujar Li Yibo.
"Baru selesai bicara, di lapangan Lv Buoyuan mengirim pesan: 'Kau si pemalas, aku takkan memberimu kesempatan bertingkah!'"
"Pelatih Li?" Pan Lin menoleh melihat Li Yibo.
Li Yibo hanya mengernyitkan dongkol, ritme hari ini bagaimana? Tim Lun Hui juga mulai menyerang komentator?
