Du Ming, yang telah pulih statusnya, bahkan menunjukkan performa di atas level biasa berkat euforianya hari ini. Tapi Tang Rou? Dia hanya tetap konsisten berusaha keras. Kapanpun, lawan siapapun, tidak ada sedikitpun kelonggaran darinya.
Sumpah 1 vs 3 dengan media yang dulu sudah berlalu, tetapi di hati Tang Rou, target untuk mengalahkan 3 lawan masih belum tercapai!
Meski sekarang ia selalu muncul sebagai jagoan bertahan, dan tak pernah lagi ada situasi dimana 3 lawan dihadapkan padanya untuk diselesaikan, Tang Rou tetap bertanding dengan semangat menyelesaikan target tersebut.
Du Ming tiba-tiba melompat dari kesalahan super level ke performa super level. Fluktuasi kinerja yang ekstrim ini benar-benar membuat Tang Rou terkejut. Tapi mentalnya sama sekali tidak goyah.
Kemenangan, dengan segala daya upaya.
Kapan pun, ia hanya akan seperti ini. Entah lawannya lemah atau kuat, entah lawan banyak melakukan kesalahan atau menunjukkan kinerja fenomenal.
Du Ming masih mencoba menyela, masih berharap Tang Rou akan mengakui level skillnya. Tapi di hati Tang Rou sama sekali tidak ada pikiran sampingan seperti itu.
Kalahkan dia! Hanya itu yang ada di pikirannya. Andai Du Ming tahu sikap sang dewi padanya begitu polos, mungkin ia akan larut dalam kesedihan berhari-hari.
Untungnya ia tak tahu. Ia bisa berkhayal performa supernya membuat dewi mulai memperhatikannya. Tapi saat Du Ming berkata "Pertandingan baru saja dimulai", Tang Rou sama sekali tidak merasa baru mulai. Saat Du Ming mempersiapkan ritme baru untuk merebut kemenangan, Tang Rou terus mempertahankan ritme - ia menghargai setiap detik untuk melancarkan serangan mendadak.
Du Ming mengira mengetik cepat dalam situasi ini tidak masalah, namun dia tetap meremehkan psikologi kompetitif Tang Rou, tetap meremehkan fokus total Tang Rou pada pertandingan.
Sama sekali tidak ada niat darinya untuk berkomunikasi verbal dengan Du Ming. Kalimat yang dianggap Du Ming tidak berbahaya justru membuatnya kehilangan inisiatif dalam sekejap.
Tang Rou kembali merebut kendali serangan. Han Yanrou mengayunkan tombak berbalut energi sihir pertempuran, menerjang gila-gilaan menuju gerbang kemenangan.
Du Ming tak menyangka dirinya begitu cepat terdesak dalam posisi inferior. Meski kali ini kondisinya stabil dan pertahanannya cukup solid, namun gempuran Tang Rou justru lebih rapat dari sebelumnya...
Semangat berjuang yang seperti ini... persis sama dengan saat itu...
Pikiran Du Ming mulai melayang. Terbang ke Weekend Bintang All-Star dua tahun lalu di markas Lun Hui. Seorang pemain pemula cantik beruntung mendapat kesempatan menantangnya. Du Ming sang Rogue tak ingin berlaku kejam pada nonak manis, namun siapa sangka nonak manis itu justru menghancurkannya dengan brutal...
Du Ming panik, nekat menantang lagi melanggar aturan. Dia menang, lalu nonak itu balik menantang...hasilnya dia kalah lagi! Malu dan gelisah, Du Ming terus menantang tanpa henti...sampai menarik perhatian Ye Xiu Shen yang akhirnya menghancurkannya.
"Waktu itu Du Ming benar-benar merasa dendam! Dendam pada pemula itu yang membuatnya kehilangan muka." Tapi sekarang... mengapa kenangan itu terasa manis ketika diingat kembali?
Kala itu, jika Ye Xiu Shen tidak ikut campur dan pertarungan terus berlanjut, apa yang akan terjadi? Du Ming bahkan mulai membayangkan alur cerita alternatif.
Doron!
Gedebuk berat terdengar, energi sihir pertempuran terkonsentrasi di dada Yin Shuang Gou Yue. Pertahanannya berhasil di-counter!
Buruk!
Du Ming baru menyadari perhatiannya tadi buyar. Menghadapi hal seperti ini, benar-benar sulit mengendalikan emosi! Dengan panik ia berusaha memulihkan operasional karakter, namun sudah terlambat. Tang Rou tak memberi ampun saat mendapat momentum, satu gelombang kombo dahsyat menghujani, menggabungkan serangan kuat sebelumnya menjadi gempuran menyeluruh. Yin Shuang Gou Yue terhempas dalam energi pertempuran, HP-nya menyusut drastis...
"Lain kali, aku tidak akan kalah!!" teriak Du Ming.
"Masih berteriak... benar-benar memalukan!" Pemain Lun Hui lainnya sudah tidak tahu harus tertawa atau menangis. Kinerja Du Ming di arena kali ini jauh dari memuaskan. Untungnya Lun Hui masih memiliki kelebihan besar. Jika ini Ronde Penentuan? Jika ini pertandingan penting menyangkut gelar juara liga? Sifat terburu-buru seperti ini akan menghancurkan usaha seluruh tim.
Du Ming kembali ke bangku cadangan. Para pemain Lun Hui menghentikan candaan dan kritikan selama pertandingan, memandangnya dengan ekspresi serius.
Du Ming menundukkan kepala, dia tentu tahu di mana letak masalahnya. Sebenarnya dia sudah berusaha mengontrol, tetapi entah kenapa di akhir-akhir malah kehilangan fokus lagi.
"Aku..." Du Ming ingin melakukan introspeksi, tapi urusan perasaan pribadi seperti ini membuatnya malu untuk diungkapkan.
"Permainanmu tidak terbuka, perhatianmu terlalu terpecah," kata Jiang Botao.
"Benar." Du Ming mengangguk, tak bisa membantah.
"Kapten sangat marah, bilang kau tidak menghormati pertandingan. Saat seluruh tim berjuang untuk kemenangan, kau malah sibuk dengan urusan lain. Jika ini final gelar juara liga, dan karena kau tidak fokus akhirnya kita kehilangan poin dan gelar, apa yang akan kau lakukan?" kata Wu Qi.
Du Ming terkejut mengangkat kepala: "Kapten bisa bicara sebanyak itu?"
"Ya, Kapten sampai marah-marah karena kesal," jawab Wu Qi.
Du Ming memutar matanya. Jelas ini omong kosong. Tapi meski kata-katanya dibuat-buat, logikanya benar. Bagaimana jika Lun Hui gagal meraih tiga gelar juara berturut-turut karena ini? Du Ming tiba-tiba merasa ngeri. Ini... sungguh tidak seharusnya. Dia menatap replay pertandingan yang masih diputar di layar live. 70% performanya dalam pertandingan ini memang sampah.
"Sebagai orang yang sudah berpengalaman, aku tahu ini sulit. Tapi kau harus belajar menangani hal seperti ini. Bagaimanapun juga, jangan sampai mempengaruhi statusmu di lapangan," kata Fang Minghua, pemain Pastor tim Lun Hui. Mayoritas atlet esports masih muda, di bawah 20 tahun, yang sudah menikah sangat sedikit. Fang Minghua termasuk salah satu yang langka di lingkaran ini.
“Aku akan…” Du Ming mengangguk.
Di lapangan, babak terakhir arena pertandingan akan segera dimulai. Kapten Lun Hui Zhou Zekai sudah memasuki kursi pertandingan, hitungan mundur akan segera dimulai.
“Kemenangan kali ini datang cukup mudah…” Di sisi Xingxin, mereka juga membahas pertandingan yang baru berakhir. Fang Rui menyampaikan pendapatnya.
“Hmm, kondisi pemain Lun Hui itu sangat tidak stabil,” kata Ye Xiu.
“Bukankah Du Ming itu yang kalah dua ronde dari Xiao Tang di Weekend Bintang All-Star dua tahun lalu? Pasti melihat Xiao Tang jadi tidak tenang, hahaha!” Chen Guo tertawa.
“Mungkin saja!” Ye Xiu mengangguk. Du Ming sedang kasmaran diam-diam, sesuatu yang sama sekali tidak diketahui oleh anggota Xingxin yang tidak pernah berinteraksi dengannya.
“Babak ini…” Chen Guo menatap layar progress bar pemuatan karakter kedua belah pihak, tak tahu harus berkata apa.
Meski Tang Rou menang, Du Ming sempat menunjukkan ledakan skill luar biasa yang melampaui level biasanya. Pertahanannya dalam kondisi stabil juga cukup baik, berhasil menguras HP Han Yanrou. Karakter Han Yanrou sekarang hanya tersisa 50% HP, harus menghadapi pemain terdepan Glory, Zhou Zekai.
“Bisa menang?” Chen Guo merasakan debaran jantungnya. Jika ronde ini dimenangkan, Tang Rou pasti akan jadi pahlawan. Mengalahkan Zhou Zekai dengan 50% HP? Bahkan fans Xingxin yang tidak menyukainya pasti akan membicarakan pencapaian ini. Bagaimanapun, ini adalah kebanggaan Xingxin. Lambat laun, perlahan-lahan pandangan semua orang terhadap Tang Rou pasti akan berubah. Mereka pasti akan mulai menyukainya lagi.
Chen Guo mulai merasa berharap, dia juga menyadari reaksi penonton di lokasi. Mereka sudah tidak lagi sembrono seperti saat Tang Rou pertama kali naik ke arena. 50% HP menyelesaikan Du Ming, meski sama sekali tidak cukup untuk membangun kepercayaan diri semua orang, tapi setidaknya menciptakan secercah harapan. Karena pemain di lapangan ini tidak seperti mereka, yang langsung kehilangan semangat juang begitu melihat harus menghadapi dua pemain termasuk Zhou Zekai.
Dia sama sekali tidak menyerah, dia berjuang, berusaha keras. Knockdown satu lawan membuat orang tak meragukan usahanya, bahkan akan lebih giat untuk mengalahkan lawan berikutnya. Julukan Zhou Zekai sebagai pemain terdepan Glory membuat banyak pemain sudah kehilangan 30% semangat sebelum bertanding. Kekalahan darinya seolah sudah menjadi takdir yang tak terelakkan.
Tapi pada Tang Rou, semua orang tak melihat sedikitpun perasaan seperti itu. Padahal dia cuma rookie, kekalahannya di sini bahkan tidak bisa dijadikan bahan cacian oleh para pengkritiknya. Tapi dirinya sendiri seolah tak bisa memaafkan kegagalan, langsung menyerang dengan sikap tak kenal kompromi seolah menuju gerbang kemenangan segera setelah pertandingan dimulai.
Yang pertama menembak adalah Yiqian Chuanyun.
Kelas jarak jauh melawan jarak dekat, bagaimanapun pasti akan mendapat inisiatif serangan pertama. Hal pertama yang diperebutkan kedua belah pihak adalah jarak antara mereka. Jarak dekat harus memaksa mendekat, kelas jarak jauh harus mempertahankan jarak - inilah titik kontradiksi pertarungan kedua kelas ini. Di fase awal mungkin terlihat kelas jarak dekat akan cukup menderita dihajar kelas jarak jauh, tapi begitu kelas jarak dekat mendapat satu kesempatan, satu momen untuk menempel, mungkin bisa menutup semua kelebihan yang diperoleh kelas jarak jauh sebelumnya.
Maju, terus maju! Han Yanrou menerobos di tengah hujan peluru. Sharpshooter adalah kelas yang benar-benar menguasai seni menembak hingga puncak kesempurnaan. Dibanding tiga kelas sejenis lainnya, dia tidak memiliki beragam senjata dan prop. Fokusnya hanyalah senjata dan peluru. Skill-nya pun kebanyakan berkutat pada berbagai variasi teknik menembak.
Quick Shot, scatter shot, menembak dua tangan secara bergantian, kombinasi tembakan beruntun - Sharpshooter memiliki variasi tembakan dan gerakan menembak terbanyak. Hujan peluru yang mereka ciptakan adalah hujan peluru sesungguhnya. Tanpa ledakan atau asap berlebihan, yang ada hanyalah suara peluru demi peluru yang melesat menderu.
Bisakah menerobos?!
Han Yanrou terus maju di tengah hujan peluru yang mungkin merupakan yang terkuat di Liga ini. Setiap langkah yang berhasil mendekat, terlihat sangat sulit diraih.
“Yiqian Chuanyun” masih memiliki HP penuh, sementara HP “Han Yanrou” terus menurun tanpa henti. Namun secara visual, dialah yang terlihat unggul di arena. Jarak hidup-mati penentu kemenangan itu perlahan menyusut, titik demi titik. HP-nya tidak terkikis sia-sia.
Gas! Hancurkan dia!
Perlahan, suara itu bergema di benak semua penonton. Saat ini, mereka lupa siapa lawan di seberang layar. Lupa bahwa kalah dari sosok itu adalah hal yang wajar.
“GASSS!!!” Sorakan meledak di stadion. Han Yanrou akhirnya menembus jarak maut itu dengan sisa HP 17%. Dia merangsek ke hadapan Yiqian Chuanyun.
“Hajar dia!!” Fans Xingxin yang sebelumnya acuh pada Tang Rou, kini mengaum histeris.
Meski HP Han Yanrou tipis, duel jarak dekat vs jarak jauh bisa berakhir seketika begitu terjadi kontak fisik. Gaya bertarung kedua belah pihak terlalu berbeda. Kekuatan relatif di jarak berbeda bagai langit dan bumi.
Tapi...
BRAK BRAK BRAK BRAK...
Yiqian Chuanyun masih terus menembak. Meski Han Yanrou sudah menempel di tubuhnya, dengan memanfaatkan teknik bela diri fisik khas Sharpshooter, dia bertarung frontal melawan sang penyerang.
Gun Fu...
Ini bukan setingan sistem game, melainkan murni strategi bermain yang diciptakan dan dikombinasikan oleh pemain sendiri, teknik tingkat tinggi. Di game online, Sharpshooter yang bisa memainkan teknik bela diri fisik saja sudah hebat, apalagi Gun Fu - itu benar-benar strategi yang hanya bisa dikuasai di level profesional. Karena tingkat kesulitannya ekstrim, sangat sulit unggul saat melawan kelas jarak dekat murni dengan teknik ini. Intinya, Gun Fu membuat Sharpshooter tidak seperti kelas jarak jauh lain yang langsung keok saat dikepung jarak dekat.
Sekarang, Zhou Zekai yang memamerkan Gun Fu. Lutut, siku, ditembak peluru... bertarung sengit dengan tombak perang Han Yanrou.
Terlihat jelas, bahkan Zhou Zekai sekalipun tidak bisa menekan Tang Rou dengan Gun Fu. Bagaimanapun posisi kelas menentukan di sini. Gun Fu memang sangat indah, cepat, dan lincah, tapi tetap kalah berani dibanding kelas jarak dekat. Keanggunannya tak sanggup menahan keganasan pertarungan jarak dekat.
Mungkin bisa memberikan damage lumayan, tapi kemampuan crowd control-nya terlalu lemah - inilah kelemahan Gun Fu.
Tapi, jarak HP kedua karakter saat ini terlalu jauh.
Saat Han Yanrou nekat masuk jarak dekat, HP-nya 17%; Yiqian Chuanyun masih 100%.
Dan harus diakui, Gun Fu Zhou Zekai memang lebih mumpuni. Yiqian Chuanyun sang Raja Senapan jelas memiliki peralatan jauh lebih kuat dibanding Han Yanrou.
Jadi meski Gun Fu Zhou Zekai tidak bisa menekan Han Yanrou Tang Rou, namun hanya dengan melihat pertukaran output, semua orang tahu bahwa kemenangan ronde ini tetaplah milik Zhou Zekai.
Pada akhirnya, memang begitulah yang terjadi.
Sudah sampai jarak tempel, Zhou Zekai menggunakan Gun Fu untuk bertarung keras dengan Tang Rou, dan Tang Rou pun terpaksa membalas dengan cara yang sama. Pada titik ini, pilihan lain apa lagi yang tersisa baginya?
Akhirnya, Han Yanrou tumbang. Harapan kecil itu akhirnya tak menjadi kenyataan.
Tapi ini hanya gagal sekali saja. Bagaimana dengan berikutnya? Apa yang akan terjadi di pertemuan berikutnya?
HP Yiqian Chuanyun masih tersisa 75%.
Setelah saling menghujani serangan jarak dekat, Han Yanrou dengan 17% HP berhasil menghabiskan 25% HP Yiqian Chuanyun.
Bagaimana jika Han Yanrou dalam kondisi full HP? Dengan 100% HP, setelah mengorbankan 33% untuk mendekat. Dengan sisa 67% HP, berapa banyak yang bisa dihabiskannya dari lawan?
98.5%! Hampir 100%! Jika saat itu Han Yanrou dalam kondisi full HP, kemenangan hanya terpaut 1.5%! Bisa saja dia berhasil?
Tentu, jika 100% vs 100%, Zhou Zekai mungkin tidak akan bertarung Gun Fu sampai akhir, mungkin akan mencoba menjaga jarak lagi. Tapi bagaimanapun, perhitungan ini memberi harapan.
Selama ada harapan, akan selalu ada antisipasi.
Pada Tang Rou, kita bisa berharap: Dia mungkin bisa mengalahkan Zhou Zekai!
Arena pertandingan, Xingxin kalah. Tapi saat Tang Rou turun lapangan, dia mendengar tepuk tangan yang sudah lama tak terdengar, tepuk tangan untuknya.
Tang Rou tersenyum.
"Dia bisa menahan segala perlakuan dingin, terus berjalan seperti ini."
Tapi memiliki dukungan dan semangat, akhirnya tetap menjadi hal yang membahagiakan.
"Luar biasa!" Melihat perubahan atmosfer di seluruh arena, Du Ming mengagumi. Kemudian melihat semua rekan setim menatapnya.
"Gun Fu menghancurkan Battle Mage, benar-benar hebat! Kapten, aku penggemar gilamu!!" Du Ming berteriak ke Zhou Zekai yang turun dari panggung.
