“Kalau tidak bisa mencoba?”
Perkataan Han Wenqing membuat semua orang tertegun.
“Kalau begitu... kita hanya bisa mempertahankan dan menyempurnakan strategi ini.” Zhang Xinjie melengkapi kemungkinan ini berdasarkan premis yang diajukan Han Wenqing.
Semua pun terdiam. Mengapa tidak bisa mencoba, ini adalah pertanyaan yang pasti digali komunitas penggemar gossip. Tapi sebagai lawan Xingxin, hal ini belum tentu penting. Yang perlu mereka perhatikan hanyalah hasil: Mo Fan akan tumbuh menjadi pemain seperti apa.
“Nanti kita pelajari lagi rekaman pertandingan pemain ini!” kata Zhang Xinjie.
Pertandingan akhirnya dimenangkan Mo Fan. Begitu selesai, Song Qiying langsung berlari keluar dari kursi pertandingan, bergegas menuju area tim Xingxin.
“Bocah ini masih saja ngotot menemui pemain usai pertandingan? Ini lebih parah dari Zhang Xinjie!” kata Fang Rui.
“Menurutmu Mo Fan akan mempedulikannya?” tanya Wei Chen.
“Hmm... ini tergantung apakah Mo Fan bisa memahami maksudnya. Kalau mengerti, mungkin tidak akan menolak?” jawab Fang Rui.
Baru saja dia selesai bicara, Mo Fan keluar dari area Xingxin. Sama sekali tidak melirik ke arah seberang, langsung menuruni tangga keluar arena.
“Oi!” Song Qiying melihat situasi ini, berteriak, lalu langsung berlari dan akhirnya berhasil mengejar Mo Fan.
Mo Fan memandangnya dengan bingung, tak mengerti.
Fisik Song Qiying tampak biasa saja, setelah berlari beberapa langkah cepat, dia mulai terengah-engah.
“Aku bilang... Kenapa kamu bertarung seperti itu?” tanya Song Qiying.
Mo Fan mengerutkan alis, jelas tak paham maksud Song Qiying. Ia tak menghiraukannya dan berbalik untuk melanjutkan perjalanan.
Song Qiying tak menghalangi, berjalan cepat sambil terengah-engah di samping Mo Fan: “Bagaimana bisa ritme seranganmu seperti itu? Kenapa tidak melanjutkan gempuran dengan mulus? Dengan teknikmu, bukankah itu lebih kuat?” ujar Song Qiying.
Kali ini Mo Fan mengerti, langkahnya tak berhenti sambil menoleh ke Song Qiying: “Aku tidak bisa.”
“Kenapa tidak bisa?” desak Song Qiying.
Kenapa tidak bisa?
Pertanyaan ini membuat Mo Fan berpikir keras, tapi tetap tak bisa merangkai penjelasan yang jelas. Akhirnya dia memberi jawaban yang membuat frustasi: “Karena memang tidak bisa.”
“Apa maksudmu ‘karena tidak bisa’! Hei, segala sesuatu harus ada alasannya! Apakah kamu harus mempertahankan ritme ini? Apa yang membuatmu bersikeras?” Song Qiying terus mendesak.
Alis Mo Fan semakin berkerut, tapi dia tetap tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya ingin segera menghilangkan si pengganggu di sampingnya, langkahnya tanpa sadar semakin dipercepat.
“Kenapa diam saja? Oh, ini rahasiamu? Kalau kita lawan, memang seharusnya aku tidak banyak bertanya. Tapi menurutku, masih banyak aspek dalam strategimu yang perlu dikoreksi!” teriak Song Qiying.
Sampai di area pemain Xingxin, Mo Fan kembali mempercepat langkah menuju kursinya. Song Qiying yang mengikuti sampai sini hanya bisa pasrah, tak mungkin ikut masuk ke area pemain lawan. Ucapan terakhirnya terdengar oleh seluruh anggota Xingxin yang saling pandang bingung. Tadinya mereka mengira Song Qiying mengejar Mo Fan hanya ingin bersalaman, bahkan mengejeknya lebih kaku dari Zhang Xinjie. Ternyata si pemalas ini mengganggu Mo Fan sepanjang jalan hanya untuk ngomongin ini?
“Adik kecil,” Ye Xiu membuka topik, “Kau benar, memang masih banyak yang perlu diperbaiki dalam cara mainnya. Tapi kau juga sama, masih banyak celah untuk ditingkatkan.”
“Aku akan berusaha keras! Tapi dia...” wajah Song Qiying dipenuhi kekecewaan.
“Dia juga akan berusaha. Kami tunggu duel kalian berikutnya.” Ye Xiu tersenyum.
“Terima kasih atas bimbingan Senior.” Song Qiying malah membungkuk hormat ke Ye Xiu.
“Jangan begitu...” Ye Xiu buru-buru menghentikan, namun terlambat. Seluruh arena gempar oleh suara hinaan dan siulan.
“Sudah kubilang... jangan melakukan itu!” Ye Xiu mengeluh. Sungguh, apapun alasannya, fans Dominant Hero pasti kesal setengah mati melihat Song Qiying membungkuk ke Ye Xiu!
“Seharusnya.” Song Qiying tetap bersikeras, reaksi penonton di seluruh arena sepertinya tidak membuatnya menyesal. Setelah mengatakan itu, dia kembali ke area pemain Dominant Hero. Namun para veteran Dominant Hero tampak tegang.
“Ada apa? Apa yang Ye Xiu katakan padamu?” Zhang Xinjie bertanya.
“Perkataan si pemalas itu jangan diambil hati, itu cuma omong kosong, paham?” Zhang Jiale berkata dengan sangat serius.
“Dia hanya bilang, masih banyak yang harus kutingkatkan,” kata Song Qiying.
“Hah, terdengar seperti perkataan normal?” Zhang Jiale bingung, melirik ke arah Xingxin. Hasilnya dia melihat Ye Xiu juga sedang menatap ke sini. Ketika melihat Zhang Jiale memandang, Ye Xiu tersenyum dan melambai.
Zhang Jiale langsung memalingkan kepala, wajah muram. “Minimalkan interaksi dengannya, paham? Lihat betapa licik senyumannya.”
Song Qiying menoleh lagi, bingung. Bagaimana mungkin dia tidak melihat kelicikan dalam senyuman itu?
“Sudah, istirahatlah. Jangan terlalu memikirkan hasil pertarungan,” kata Zhang Xinjie kepada Song Qiying.
Song Qiying mengangguk dan duduk di kursinya, tapi pikirannya masih tertuju pada pertandingan tadi. Mengapa ritme harus seperti itu? Rasa ingin tahunya tentang masalah ini justru semakin besar.
Saat itu, pemain pertandingan individual ketiga dari kedua tim sudah tampil. Xingxin tetap mengandalkan Su Mucheng dengan Muyu Chengfeng-nya. Sementara Dominant Hero mengerahkan Zhang Jiale dan Hundred Blossoms Spectacle-nya.
“Saatnya kita dapatkan satu poin!” Dalam spam pesan Zhang Jiale, dua kelas senjata jarak jauh saling bertarung. Akhirnya Zhang Jiale menyelesaikan deklarasi poinnya, mengalahkan Su Mucheng, dan akhirnya membantu Dominant Hero meraih 1 poin di pertandingan individual.
Selanjutnya, di arena pertandingan, Xingxin mengirimkan formasi Fang Rui, Baozi dan Tang Rou. Dominant Hero mengerahkan Qin Muyun, Bai Yanfei dan Han Wenqing. Kedua tim saling serang hingga ronde kelima, dan akhirnya Dominant Hero meraih kemenangan.
"Ketidakstabilan Bao Rongxing ini benar-benar menyebalkan! Saat bagus dia ajaib, saat buruk seperti tidur berjalan." Di match point arena, semua bisa melihat performa buruk Baozi saat maju kali ini, dengan mudah dikalahkan Bai Yanfei. Tang Rou menghadapi lawan yang lebih banyak, akhirnya gagal melakukan comeback. Dominant Hero tambah 2 poin.
Hingga pertandingan individual berakhir, Dominant Hero sementara memimpin 3-2. Pertandingan tim akan menentukan pemenang hari ini.
"Perhatikan strategi Zhang Xinjie di pertandingan tim. Bukankah dia idolamu?" Ye Xiu berbisik ke An Wenyi sebelum maju ke arena.
"Pemuda yang berada di tengah gelombang ini masih terus mengendalikan garis hidup Xingxin pertandingan demi pertandingan. Meski di babak sebelumnya Xingxin menang sempurna 10-0 melawan lawan, pertandingan tim lebih mengandalkan serangan tangguh. Sebagai Healer di lini pertahanan, performa An Wenyi di pertandingan terakhir masih terbatas. Kini saatnya menghadapi pertempuran sengit. Dominant Hero... An Wenyi dulunya adalah fans tim ini. Tapi setelah bergabung dengan Xingxin, rasa kepemilikan terhadap Xingxin semakin kuat, sementara perasaannya terhadap Dominant Hero memudar. Saat pertama kali menjadi lawan di paruh musim liga, An Wenyi masih merasakan keanehan, namun kali ini sudah sangat tenang."
"Zhang Xinjie?" An Wenyi melirik ke area pemain Dominant Hero. Zhang Xinjie sedang duduk tegak di kursinya dengan mata terpejam beristirahat.
"Aku sudah sering menonton pertandingannya," kata An Wenyi. Untuk meningkatkan skill, metode belajar dari Shen seperti ini tentu sudah terpikir. Mengobservasi rekaman pertandingan Zhang Xinjie sudah menjadi kebiasaannya.
"Melihat rekaman berbeda dengan merasakan langsung di pertempuran. Perhatikan baik-baik!" kata Ye Xiu.
"Aku akan melakukannya." An Wenyi saat ini berharap bisa tumbuh menjadi pemain Healer super dalam semalam. Setiap cara dan kesempatan peningkatan tidak akan dia lewatkan. Merasakan langsung skill Zhang Xinjie sebagai Pastor nomor satu di pertempuran sungguh merupakan kesempatan langka, hanya dua kali dalam satu musim.
Tak lama kemudian, waktu tampil tiba.
Di sisi Xingxin, starter adalah Ye Xiu, Su Mucheng, Fang Rui, Qiao Yifan dan An Wenyi, dengan Tang Rou sebagai orang keenam - formasi yang sama seperti saat melawan Lun Hui.
Di sisi Dominant Hero, Han Wenqing, Lin Jingyan, Bai Yanfei, Qin Muyun dan Zhang Xinjie menjadi starter, dengan Song Qiying sebagai orang keenam.
"Dominant Hero masih mempertahankan sistem shift mereka, Zhang Jiale hanya tampil di pertandingan individual dan tidak masuk dalam formasi pertandingan tim." Kata Pan Lin setelah melihat formasi Dominant Hero. Di musim ini, bahkan Han Wenqing tidak lagi menjadi anggota utama yang konsisten seperti batu. Tiga veteran dia dan Lin Jingyan serta Zhang Jiale sudah lama tidak tampil bersama dalam pertandingan tim.
Pergantian pemain di tim lain disesuaikan secara terfokus berdasarkan lawan. Tapi sistem shift Dominant Hero lebih terkesan seperti pergantian tanpa tujuan. Sistem ini telah berjalan selama setengah musim. Saat hasil awal kurang keren, sempat dipertanyakan. Namun seiring stabilnya hasil, kritik mulai berkurang. Meski begitu, prestasi Dominant Hero musim ini jauh di bawah dominasi musim sebelumnya. Pergantian ini lebih mirip upaya menjaga kondisi pemain senior dengan mengurangi beban pertandingan daripada kebutuhan strategi. Setelah menyadari hal ini, publik hanya bisa menghela napas.
Pertandingan tim akhirnya dimenangkan oleh Tim Dominant Hero.
Meski Zhang Jiale tidak tampil, formasi mereka tetap berpengalaman. Kelemahan An Wenyi dari Xingxin langsung terlihat jelas saat menghadapi tim kuat, apalagi dalam pertandingan ini Dominant Hero memiliki Pastor Glory nomor satu yang mengawasi langsung. Dalam perbandingan statistik teknik dua Pastor ini, kekalahan An Wenyi sangat menyedihkan.
“Ah…” An Wenyi menghela nafas, dirinya hampir mati rasa menghadapi kekalahan. Dalam dialog langsung melawan Zhang Xinjie di pertandingan ini, kinerja lawan semakin memperkuat pikiran "tidak mampu" dalam dirinya.
Usai pertandingan, kedua belah pihak pemain saling berjabat tangan. Kepala An Wenyi terus menunduk rendah. Setiap kekalahan tim besar Xingxin selalu ada kaitannya dengan dirinya. Dia memperkirakan di mata lawan, dirinya mungkin dianggap sebagai "rekan setim yang bodoh", dan dia tidak ingin menghadapi tatapan seperti itu.
“Presisi dalam menangkap momen emas.” Hingga akhirnya dia mendengar seseorang mengucapkan kalimat ini saat berjabat tangan, kepalanya pun terangkat.
“Aku akhirnya mengerti mengapa Xingxin bersikeras memilihmu.” Zhang Xinjie, Pastor nomor satu yang telah lama dikaguminya, sedang berdiri di hadapannya sambil berkata demikian.
