Blue Rain Tumbang!
Headline edisi khusus playoff Esports Weekly keesokan harinya menampilkan judul mengejutkan ini.
Xingxin menang, namun pemberitaan justru fokus pada Blue Rain sebagai pemeran utama, jelas kekalahan di kandang sendiri lebih menjadi topik perhatian.
Dalam pertandingan selalu ada yang menang dan kalah, tak ada yang terlalu mengejutkan. Tapi Blue Rain sebagai tim tandang bahkan menang di pertandingan tim, hanya kalah tipis 1 poin individu dari Xingxin. Namun saat jadi tuan rumah, mereka bahkan tak sempat menghitung poin individu.
Kalah di arena pertandingan, kalah lagi di pertandingan tim.
Terutama di pertandingan tim, di map yang familiar bagi Blue Rain, tapi mereka tak bisa menguasai inisiatif.
Memang strategi Xingxin kini sudah banyak dipahami, tapi pertandingan adalah tentang strategi Zhang Liang vs jembatan improvisasi. Setiap pihak menunjukkan keahliannya.
Namun dalam pertandingan tim kali ini, begitu Xingxin mengeluarkan jurus andalannya, Blue Rain langsung tertinggal, perlahan tumbang dalam pergulatan.
Suasana di arena pertandingan hari itu masih terbilang normal, namun setelah pertandingan, kritikan membludak.
Setelah hasil akhir keluar, semua orang tiba-tiba menjadi ahli Glory. Setiap kekurangan kecil dalam pertandingan langsung dijadikan bukti kinerja buruk Blue Rain, lalu dikritik habis-habisan.
Sebagai pihak yang kalah, Blue Rain memang punya masalah yang perlu diselesaikan. Namun kritikan yang datang membabi buta ini kebanyakan hanya ikut-ikutan.
Jika ingin menjatuhkan tuduhan, alasan selalu bisa dicari.
Setiap pecundang seolah harus melalui fase pencitraan buruk, seakan tanpa itu status mereka sebagai pihak yang kalah tak akan terlihat nyata.
Serangan verbal ini bahkan sudah dimulai sejak konferensi pers pasca pertandingan. Bukan wawancara biasa, melainkan pengadilan publik dimana para wartawan menuliskan bukan pertanyaan, tapi orasi panjang tentang kekalahan Blue Rain di buku catatan mereka.
Strategi, taktik, pertimbangan, performa, kesadaran...
Tim Blue Rain bagai telanjang di atas panggung, ditusuk-tusuk oleh semua orang.
Tusukan demi tusukan, tak ada yang luput.
Huang Shaotian sudah hampir tak bisa menahan diri, beberapa kali ingin menyela tapi selalu dihentikan oleh tatapan Kapten Yu Wenzhou. Yu yang sangat memahami karakter Huang baik di dalam maupun luar lapangan, selalu bisa memprediksi kritikan mana yang akan membuat si pemalas ini meledak, lalu mencegahnya tepat waktu.
Selain pembatasan terhadap Huang Shaotian, dia hanya duduk mendengarkan dengan tenang, senyum samar terus menghiasi wajahnya.
Orang-orang yang terus-menerus mengoceh di depan mata ini, semuanya menunjukkan ekspresi kesal karena tim tidak memenuhi harapan. Yu Wenzhou mengenal banyak dari mereka - memang sebagian besar selalu mendukung Blue Rain, telah menulis banyak pujian untuk tim ini, bahkan berdebat sengit dengan banyak pihak demi membela Blue Rain.
Mereka menyukai Blue Rain, sehingga harapan mereka sangat tinggi. Semakin tinggi harapan, semakin besar kekecewaan.
Tapi...
Ruangan kembali hening setelah semua kritikan telah dilontarkan. Tiba-tiba tak ada lagi yang berdiri untuk berbicara.
Para wartawan saling pandang bingung. Setelah gelombang kritik yang bergelora, mereka baru menyadari: Ini kan konferensi pers, seharusnya pemain yang lebih banyak ditanya, bukan mereka yang bicara.
Untuk sesaat semua bingung melanjutkan, namun Kapten Blue Rain Yu Wenzhou justru membuka suara pada saat ini.
"Terima kasih kepada semua atas perhatian dan kasih sayangnya untuk Blue Rain," ujar Yu Wenzhou.
Semua menyimak dalam hening. Pernyataan kapten ini membuat mereka merasa usaha kerasnya tidak sia-sia. Meski tak mendapat gossip dari pemain, konferensi pers hari ini akan sangat berharga jika bisa memicu awakening Blue Rain.
"Saya paham betul para anggota semua sangat khawatir terhadap Blue Rain, semuanya demi kebaikan tim," lanjut Yu Wenzhou.
“Tapi…” Di titik balik ini, Yu Wenzhou sedikit berhenti, “Bahkan demi kebaikan kami, omong kosong seperti ini, kami tetap tidak bisa menerimanya.”
“Hahahahahaha!” Huang Shaotian tertawa terbahak-bahak.
Setelah kehilangan usaha satu tahun, di saat seharusnya paling pilu, Huang Shaotian justru tertawa. Tertawa tanpa alasan, di balik tawa itu tersimpan dendam dan kepahitan.
Sudah lama ingin dia katakan: Kalian para pemalas ini, sebenarnya mengerti apa sih, sampai berani mengeluarkan argumen sembrono?
Huang Shaotian tertawa, namun semua wartawan terdiam membeku. Tak disangka, setelah ucapan terima kasih tulus Yu Wenzhou, tiba-tiba dia menuding keras mereka sedang mengomong kosong.
Beberapa sudah hendak berdiri membalas, tapi suara Yu Wenzhou lebih dulu bergema.
Dimulai dari kritikan pertama di sesi tanya jawab ini, Yu Wenzhou mulai merespons.
Satu demi satu.
Lima belas orang.
Total lima belas wartawan yang bangun menyampaikan pandangan. Yu Wenzhou tak melewatkan satupun, bahkan mengurutkan dengan rapi, membantah setiap poin mereka secara sistematis dan jelas.
Maka bergulirlah satu per satu.
Lima belas orang.
Lima belas wajah wartawan memerah.
Bantahan Yu Wenzhou begitu logis. Usai dijelaskan, mereka baru tersadar. Hanya satu yang tersisa: pengakuan bahwa diri mereka memang tak paham apa-apa, hanya mengoceh tanpa dasar.
Ini adalah level kompetisi yang jauh lebih kompleks dari yang terlihat. Setelah mendengar analisis Yu Wenzhou, pertanyaan-pertanyaan mereka terasa begitu dangkal dan kekanak-kanakan.
“Perasaan ini seolah-olah mereka adalah sekumpulan pemula, berteriak pada orang, ‘Mengapa kamu tidak menggunakan sepuluh Pedang Siluman Tanpa Wujud untuk 100 kombo Insta-kill lawan?’”
Lalu orang itu tersenyum, mengelus kepala mereka dengan ramah dan berkata: Pedang Siluman Tanpa Wujud punya Cooldown, hanya bisa dipakai sekali, tidak mungkin sepuluh disusun jadi 100 kombo.
Para wartawan yang dibantah langsung oleh Yu Wenzhou di depan umum, bahkan tidak ada satu pun yang menunjukkan kemarahan memalukan, karena bantahan Yu Wenzhou terlalu jelas, membuat mereka tidak menemukan titik pijak sedikit pun.
Setelah Yu Wenzhou selesai berbicara, lokasi live kembali menjadi suasana hening.
“Kalau begitu...” Yu Wenzhou akhirnya menatap para anggota di bawah panggung, “Terima kasih semuanya, kita bertemu lagi di musim depan.”
Tim Blue Rain pun turun dari panggung.
Sementara mengenai situasi konferensi pers pasca-pertandingan ini, tak satu wartawan pun mau menulisnya. Hingga akhirnya, laporan pertandingan ini hanya berisi deskripsi objektif, tanpa konten emosional atau pernyataan sikap dari pemain Blue Rain.
Para wartawan ini diam, tapi tidak bisa menghentikan lebih banyak orang yang ingin berbicara.
Para wartawan yang mengalami bantahan ini, melihat komentar orang-orang itu, tiba-tiba merasa mereka sama menyedihkannya seperti diri mereka sebelumnya.
Kritikan dan pembahasan itu, seperti pidato penuh semangat mereka di jumpa pembaca sebelumnya, tidak ada yang menyentuh inti persoalan.
Karena level mereka belum cukup, dan bagaimana pandangan di mata pemain level pro terhadap komentar-komentar ini, sekarang para wartawan ini pun mengerti.
Omong kosong.
Terlalu banyak omong kosong seperti ini yang terus bermunculan.
“Karena ini adalah lingkaran yang baru muncul, mereka yang benar-benar memiliki pondasi skill tinggi dan level tinggi masih menjabat sebagai pemain di liga profesional, belum banyak yang terserap dengan baik oleh industri lain dalam lingkaran ini setelah menarik diri. Personil media seperti mereka ini hampir semuanya berasal dari penggemar biasa, bahkan mungkin terpaksa belajar Glory karena tuntutan pekerjaan.”
“Pandangan profesional yang mereka klaim sama sekali tidak dianggap oleh standar tingkat profesional, terutama di playoff, di mana konfrontasi di sini sudah terlalu banyak yang tidak bisa mereka pahami.”
“Sedangkan komentar-komentar sembrono mereka tentu terlihat sangat konyol di mata atlet profesional. Tapi mereka tidak menyadarinya, seperti kaisar berlari telanjang dengan pakaian baru, dengan riangnya terus berlari telanjang, hingga kemarin Yu Wenzhou dengan lembut menegur beberapa di antara mereka, berbisik: 'Kalian tidak pakai baju, jangan lari-lari sembarangan, nanti masuk angin.'”
“Benar-benar kedinginan!”
“Dan jumlahnya tidak sedikit!”
“Gunungan kritikan ini bagi mereka seperti wabah yang tak tertahankan. Tapi mereka tidak bisa membantah, karena mereka hanya memahami beberapa prinsip dari perkataan Yu Wenzhou. Ini bukan berarti mereka sudah mengenakan pakaian, mereka hanya tidak akan lagi berlari telanjang di jalanan begitu saja.”
“Tim Blue Rain, berkat kinerja luar biasa berani sang Kapten dalam sesi tanya jawab, sama sekali mengabaikan kritikan ini.”
“Masalah sesungguhnya jauh lebih jelas bagi mereka, perlu apa mendengarkan arahan dari orang-orang ini?”
“Liburan dimulai hari ini.”
Setelah pertandingan, kata pertama yang didengar anggota Tim Blue Rain dari kapten mereka adalah kalimat ini.
"Masalah lain akan kita bicarakan musim depan," kata Yu Wenzhou.
"Siap!" Semua anggota mengangguk kompak.
Kekalahan bukan hal baru bagi mereka, meskipun kali ini terasa lebih memalukan. Adapun akar masalahnya...
Anggota Tim Blue Rain bukanlah orang bodoh. Saat kapten berbicara di konferensi pers kemarin, apakah mereka mengira itu sekadar debat kusir?
Dia sengaja memilih momen paling efektif untuk melontarkan pernyataan itu. Dibandingkan menggelar sesi introspeksi sambil menonton rekaman kekalahan dengan perasaan frustasi, cara ini jauh lebih berdampak.
Memanfaatkan kesempatan memang spesialisasi Tim Blue Rain. Tapi siapa bilang kemampuan ini hanya berlaku di arena pertandingan?
"Sampai jumpa musim depan!" Dengan saling mengucapkan selamat tinggal, para pemain Blue Rain mulai menikmati masa liburan masing-masing.
Tapi, ada yang memilih bertahan.
"Kamu tidak ikut pulang?" tanya Yu Wenzhou menatap Huang Shaotian.
"Aku akan terus mengikuti dan menunggu kesempatan untuk menghujam kritik pedas ke si pemalas itu!" geram Huang Shaotian.
"Bagaimana kalau kesempatan itu tak kunjung datang?" Yu Wenzhou tersenyum penuh tanya.
"Kalau tidak datang, terpaksa kita biarkan dia terus bersenang-senang," jawab Huang Shaotian.
Setiap orang ingin terus menikmati momen kemenangan.
Malam itu, Blue Rain kehilangan kesempatan tersebut. Sebuah tim lain juga mengalami nasib serupa.
Thunderclap yang bertandang ke markas Micro Grass akhirnya kalah dalam round ini, sekaligus tersingkir di babak pertama setelah dua kali mengalami kekalahan.
“Xiao Shiqin dan rekan setimnya telah menorehkan musim reguler yang menakjubkan, namun di playoff, mereka masih belum mampu meraih terobosan babak pertama yang selama ini belum pernah dicapai Thunderclap.”
“Kekuatan individual Thunderclap kurang memadai!”
Begitu komentar publik. Dibandingkan kekuatan pertandingan tim yang tak kalah dari klub elite mana pun, performa Thunderclap di pertandingan individual memang kurang meyakinkan. Kondisi ini semakin terlihat jelas dalam dua round playoff.
Dulu, Xiao Shiqin pernah meninggalkan Thunderclap untuk mencari sekutu yang lebih kuat. Tapi kali ini, di tengah kritikan tersebut...
“Dengar semua! Publik bilang kekuatan individual kita kurang! Latihan keras musim panas ini! Musim depan, kita harus bikin mereka terkejut di pertandingan individual!” Seru Kapten Xiao Shiqin sebelum liburan. Kali ini, ia tak lagi merasa rekan setimnya kurang. Bersama mereka, ia akan terus meningkat dan merebut kemenangan.
“Hancurkan rekor 37 kemenangan beruntun!” Teriak Dai Yanqi sambil melompat.
Kedua kaki Xiao Shiqin gemetar spontan.
“Perhatikan kualitas!” Tatapannya melotot ke Dai Yanqi. Menyemangati tim jangan sampai kebablasan! Itu kan hal mustahil?
