Su Mucheng、Bao Rongxing……
Dominant Hero telah menganalisis selama tiga hari, kini hampir memasuki tahap penyimpulan. Mereka merangkum masalah kinerja dua pemain Xingxin dalam pertandingan melawan Blue Rain.
Informasi yang mereka perhatikan dari pertandingan ini tentu bukan hanya itu. Di bawah pengaturan metodis Zhang Xinjie, setiap poin terpapar dengan jelas.
Apa yang harus dilakukan?
Seperti chemistry yang ditunjukkan Zhang Jiale, semua orang memahami secara implisit. Namun, karena ini Zhang Xinjie dengan ketelitiannya, bahkan Han Wenqing yang telah dikenal puluhan tahun pun dikonfirmasi ulang, memastikan persepsi tim tidak ada deviasi.
Semua berjalan dalam ketegangan namun teratur.
Dominant Hero, Lun Hui, Micro Grass, dan Xingxin yang baru pertama kali masuk playoff langsung melesat ke semifinal.
Satu langkah lagi menuju final kejuaraan.
Satu langkah lagi, tangan telah menyentuh piala juara.
Di momen seperti ini, siapa yang akan santai? Siapa yang akan menyerah?
Setiap tahun di lingkup Glory, atmosfer pada tahap ini selalu menjadi sangat tegang. Bahkan ketegangan pemain game online Glory pun meningkat drastis.
Tim yang masuk ke babak semifinal, sebagian besar adalah tim yang memiliki basis penggemar yang kuat. Saat ekspektasi sangat tinggi, orang sering menjadi sensitif dan rapuh. Selain itu, di tahap ini dengan empat tim yang lolos ke semifinal, itu juga berarti ada empat tim yang tereliminasi. Keempat tim ini juga bukan tim lemah, dan para penggemar mereka tentu tidak bisa bersikap ramah saat ini.
Satu hari, dua hari...
Dalam atmosfer yang tegang, waktu terus berlalu hari demi hari.
Pertandingan pertama babak semifinal akhirnya akan tiba.
Pertandingan pertama antara Xingxin (kandang) melawan Dominant Hero akan digelar di stadion kandang Xingxin di Kota H.
Stadion kandang Xingxin dulunya adalah markas Jia Shi. Di Liga Glory, mungkin tidak ada dua tim yang memiliki permusuhan sebesar Jia Shi dan Dominant Hero. Eliminasinya Jia Shi dianggap sebagai hilangnya salah satu pemandangan ikonis liga musim itu. Dan kini, dengan pembubaran dan penarikan diri Jia Shi... pemandangan itu hampir benar-benar lenyap.
Kini, Xingxin yang dibangkitkan oleh mantan kapten Jia Shi Ye Xiu, kembali ke Liga Profesional dan mewarisi stadion kandang Jia Shi di Kota H. Saat ini, dendam fans Dominant Hero terhadap Jia Shi seolah terkonsentrasi seluruhnya pada Ye Xiu.
Tentu saja, perseteruan antara kedua tim ini memang tidak terlepas dari peran Ye Xiu.
Namun Xingxin tetaplah Xingxin. Mengklaim Xingxin sebagai kelanjutan Jia Shi? Siapa yang berani! Xingxin-lah yang menghabisi Jia Shi di Tantangan Rookie dan menyebabkan pembubaran akhir mereka.
Untungnya Jia Shi akhirnya diselamatkan, menyisakan pondasi untuk dibangun kembali, dan melalui Tantangan Rookie di musim ini kembali ke Liga. Di sekitarnya, selalu ada sekelompok penggemar fanatik Jia Shi yang tak pernah meninggalkan.
Namun banyak orang tetap merasa Xingxin lebih mirip Jia Shi, meskipun merekalah tim yang mengalahkan Jia Shi hingga membubarkannya.
Hanya karena Xingxin menguasai kandang lama Jia Shi, hanya karena di tim Xingxin ada mantan kapten Jia Shi, Ye Xiu yang mengawasi langsung.
Ye Xiu, sang pendiri Dinasti Jia Shi.
Operator yang menciptakan legenda Dewa Perang Yizhiyeqiu, Ye Xiu.
Bagaimanapun, hal-hal yang telah menjadi fakta ini tak bisa dipisahkan dari Ye Xiu, dan tak terlupakan oleh banyak orang.
Maka ketika Xingxin bertemu Dominant Hero di playoff, topik lama tentang rival abadi pun diangkat kembali oleh banyak orang.
Jia Shi?
Label ini tak layak disebutkan lagi.
Ye Xiu!
Yang selalu dibicarakan hanya Ye Xiu, bahkan nama Su Mucheng sebagai mantan anggota inti Jia Shi jarang disebut.
Bagaimanapun, saat Jia Shi meraih tiga gelar juara berturut-turut, Su Mucheng belum bergabung. Dendam antara Jia Shi dan Dominant Hero kebanyakan terbangun selama periode ini. Kebetulan Su Mucheng mengalami musim ketika Dominant Hero melakukan comeback mengalahkan Jia Shi dan menjadi juara. Dengan demikian, kebencian fans Dominant Hero terhadap Su Mucheng tentu jauh lebih besar dibandingkan dengan Ye Xiu yang telah mengeliminasi mereka selama tiga musim berturut-turut.
Pertandingan Xingxin melawan Dominant Hero dihias dengan bobot yang sangat besar. Daya tarik demi daya tarik terus diulang-ulang oleh berbagai saluran propaganda.
Hari pertandingan akhirnya tiba.
Jumlah fans yang berkumpul di sekitar stadion membuat heran banyak orang.
Meski Xingxin sedang tenar, saat bertanding kandang melawan Blue Rain sebelumnya, suasana belum sepanas ini.
Menjelang pertandingan, kerumunan orang di dalam dan luar stadion bukan hanya memenuhi kursi penonton, bahkan mungkin sulit mencari tempat berdiri yang tidak berdesakan di luar arena.
Pemandangan seperti ini biasanya hanya terjadi saat Jia Shi melawan Dominant Hero dulu.
Apakah fans Glory di Kota H menganggap Xingxin sebagai pengganti Jia Shi?
Secara logika mungkin ada kemungkinan seperti itu, tapi seharusnya tidak terlalu besar. Bagaimanapun, Xingxin mengalahkan Jia Shi dalam Tantangan Rookie - hal ini pasti sulit dilupakan oleh fans setia Jia Shi.
Bagi fans Jia Shi: Dendam terhadap Xingxin mungkin ada; Sikap tanpa keraguan mungkin ada; Tapi kalau bicara cinta, fans seperti ini pasti yang mudah berpaling haluan.
Lalu bagaimana dengan begitu banyak fans Glory yang berkumpul di lokasi live ini?
Playoff, laporannya sangat besar. Untuk pemandangan kemakmuran yang tidak biasa sebelum pertandingan ini, tentu harus ada liputan khusus. Setelah melakukan serangkaian wawancara acak, semua orang mulai mengerti.
Banyak orang yang berkumpul ini memang tidak menyukai Xingxin, namun mereka sangat baik mewarisi dendam masa lalu terhadap Dominant Hero.
Jadi sekarang mereka datang. Mereka bukan untuk menyemangati Xingxin, tetapi berharap Dominant Hero kena sial. Di era tanpa Jia Shi, banyak fans Jia Shi ini tetap setia mewarisi permusuhan mereka terhadap Dominant Hero. Hal ini membuat para wartawan yang melakukan wawancara live merasa kagum: Meski Jia Shi telah menghilang dari Liga Profesional selama dua tahun, namun keberadaan mereka tetap terasa. Klub elite masa lalu ini, pemainnya bisa tercerai-berai, karakter bisa berubah bentuk, stadion bisa berganti, tapi kenangan yang mereka tinggalkan di hati orang-orang tak pernah berubah.
Jia Shi adalah sebuah kerinduan, sebuah nostalgia akan kejayaan yang tak terlupakan. Dan dendam terhadap Dominant Hero, mungkin juga merupakan bagian dari kerinduan ini.
Dengan demikian, topik pembicaraan bertambah satu lagi.
Xingxin, tim yang juga memiliki konflik besar dengan Jia Shi ini, kini harus memikul kerinduan akan Jia Shi? Ini benar-benar situasi yang sangat kontradiktif.
Tentu saja, di antara para responden, ada juga beberapa optimis yang aktif. Mereka dengan senang hati menyatakan bahwa datang ke sini hari ini adalah untuk menonton keramaian, Xingxin dan Dominant Hero, siapapun yang menang atau kalah, mereka akan merasa puas...
Berbagai topik telah mendorong perhatian pada pertandingan ke puncak, bahkan ada fans yang menonton langsung di lokasi dengan yakin mengungkapkan kabar bahwa mereka melihat bayangan Huang Shaotian. Selain itu, ada yang menyebut Yu Wenzhou, Yang Cong, Tang Hao...
Singkatnya, para atlet profesional yang saat ini tidak memiliki pertandingan sepertinya semuanya muncul di tribun penonton pertandingan ini.
Siapa yang menang, siapa yang kalah?
Semua orang datang ke sini untuk kesimpulan abadi ini.
Malam itu pukul delapan, Stadion Xiaoshan penuh sesak tanpa kursi kosong, banyak fans Glory yang berkumpul di stadion juga belum pergi. Mereka sepertinya tidak perlu menikmati prosesnya, hanya perlu mengetahui hasilnya sesegera mungkin, yang layak mereka tunggu dengan susah payah di sini.
Di dalam stadion, di ruang persiapan, para pemain dari kedua tim sedang bersiap memasuki pertandingan.
"Hari ini benar-benar ramai ya?" Di sisi Xingxin, Fang Rui berbicara santai dengan semua orang tentang hal-hal sehari-hari. Sekitar pukul tujuh malam, Xingxin seperti biasa keluar dari pintu belakang warnet, berencana langsung menyeberang jalan ke Stadion Xiaoshan. Tapi begitu sampai di sisi stadion, mereka kaget melihat formasi seperti ini. Para pemain yang sudah terkenal ini mustahil bisa masuk ke arena pertandingan melalui jalur biasa dengan mudah!
Akhirnya bos Chen Guo segera menghubungi petugas stadion.
"Sudah berapa lama personel Stadion Xiaoshan ini menangani pertandingan Glory? Terutama setelah mengalami persaingan Jia Shi dan Dominant Hero, mereka cukup mahir menghadapi situasi seperti ini. Begitu menerima telepon Chen Guo, mereka langsung menyiapkan jalur eksklusif dan mengirim petugas khusus untuk membimbing tim Xingxin masuk ke arena - personel Stadion Xiaoshan sebenarnya tahu markas Xingxin hanya terpisah satu jalan raya."
Setelah masuk ke dalam, kondisi kerumunan bergelora di luar arena tetap meninggalkan kesan mendalam bagi mereka.
Ye Xiu dan Su Mucheng yang dulunya dari Jia Shi sudah terbiasa. Tapi Fang Rui yang berlevel All-Star justru belum pernah melihat formasi seperti ini. Lihatlah, si veteran ber-riwayat karir panjang ini malah lebih cepat mengungkapkan kekaguman daripada para rookie.
"Kenapa mereka belum bubar? Pertandingan hampir dimulai," kata Chen Guo. Dengan kenaifannya, dia mengira fans Glory yang berkumpul awalnya hanya ingin mencari tiket, dan akan bubar begitu pertandingan mulai tanpa tiket. Tak disangka semangat mereka sudah bukan hal yang bisa dihentikan oleh ada-tidaknya tiket. Berkumpul di luar arena sambil menanti hasil dengan riang sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.
"Yang aku tahu, kerumunan ini mungkin tidak semuanya mendukung kita. Jangan terlalu terbebani," Ye Xiu berkata dengan serius.
Chen Guo terkejut.
Niatnya baik, tapi logika di balik pernyataan ini kok terdengar tidak masuk akal?
"Dominant Hero punya banyak fans di sini?" Tang Rou bingung. Sebagai pemain baru, dia sudah tahu cukup banyak. Sekarang lawannya adalah Dominant Hero, di Kota H ini, lingkungan sekitar Warnet Xingxin bahkan sudah dia pahami sebelum masuk ke lingkup Glory.
"Mungkin mereka berharap Dominant Hero sial," kata Ye Xiu.
"Bukankah itu berarti mereka berharap kita menang?" tanya Tang Rou.
"Bisa juga mereka akan senang kalau kita kalah," Ye Xiu menambahkan.
Tang Rou yang cerdas langsung paham setelah berpikir sebentar. "Untung dua kali!" dia berkomentar takjub.
"Makanya, anggap saja mereka tidak ada," kata Ye Xiu.
Saat itu juga, pintu kamar diketuk. Personil mulai memanggil para pemain dari kedua tim untuk bersiap tampil.
Ye Xiu berjalan di depan. Begitu keluar dari kamar, matanya langsung bertemu dengan Han Wenqing - kapten Tim Dominant Hero dan rival lamanya - yang juga baru keluar dari kamar sebelah sambil memimpin timnya.
Tatapan saling silang tanpa kata-kata atau ekspresi. Kedua tim segera berbaris rapi di jalur eksklusif.
"Kapan pensiun?" Ye Xiu tiba-tiba bertanya ke Han Wenqing dengan pertanyaan yang sangat tidak menyenangkan.
"Masih lama," jawab Han Wenqing dengan pandangan teguh.
"Masih ingin merebut gelar juara?" Ye Xiu tersenyum sinis, "Tahun ini mustahil."
"Hmph." Han Wenqing mencibir.
Ye Xiu menoleh ke arah barisan Dominant Hero, mengangkat dagu ke arah anggota ketiga: "Kau juga jangan mimpi jadi runner-up lima kali."
Zhang Jiale hampir tak kuasa menahan diri untuk tidak menunjukkan sepuluh jari tengah ke arah Ye Xiu.
