"Qiao Yifan vs Song Qiying, ini bisa disebut duel antara rookie baru bukan?" kata Pan Lin sambil menatap cuplikan Qiao Yifan yang berjalan ke arena.
"Kurang lebih," Li Yibo mengangguk.
Qiao Yifan bukan lagi 'si orang biasa' yang tak diperhatikan. Bersama Xingxin sang kuda hitam, ia menerobos panggung esports dengan performa gemilang. Kisah masa lalunya telah diungkap media. Kritikus seperti Zuo Chenrui yang anti-Micro Grass sering menjadikannya contoh untuk mengejek kegagalan Micro Grass melepas bakat besar.
Kinerja Qiao Yifan sangat mencolok. Bahkan banyak yang merasa menyesal untuknya: Ini sebenarnya adalah musim pertamanya di arena pertandingan profesional, namun karena sudah menjadi pemain terdaftar di Micro Grass sebelumnya, dia tidak bisa dianggap sebagai rookie tahun pertama sehingga tidak bisa bersaing untuk gelar Pemain Baru Terbaik.
Jika tidak...
Banyak orang suka berandai-andai seperti ini, tapi Qiao Yifan sendiri tidak pernah peduli. Dia sangat puas dengan status quo di Xingxin, puas sekali.
Dia mengganti kelas menjadi Ghostblade, mendapatkan kesempatan tampil yang stabil di Xingxin. Bahkan di arena duel tunggal yang tidak terlalu cocok untuk Ghostblade, dia sering mendapat kesempatan. Perasaan padat bernilai tinggi ini tidak pernah dia rasakan selama setahun di Micro Grass.
Dia diperhatikan, bahkan beberapa tim diam-diam menghubunginya mencoba merekrutnya.
Qiao Yifan menolak semua tanpa ragu. Tidak ada tim atau janji apapun yang bisa membuatnya tertarik. Karena dia selalu ingat siapa yang mengulurkan tangan saat dia paling membutuhkan.
Terhadap pengabaian, Qiao Yifan tidak menyimpan dendam; tapi terhadap perhatian yang diterimanya, dia akan membalas sepenuh hati.
Dia berharap bisa mewujudkan semua cita-citanya bersama Xingxin di sini.
Cita-cita itu terwujud agak terlalu cepat.
Pengalaman masa lalu Qiao Yifan membuatnya tidak berambisi terlalu tinggi, malah sangat berhati-hati. Awalnya dia hanya ingin memulai kembali dari Xingxin, langkah demi langkah menjadi pemain profesional lagi.
Ya, target awalnya memang serendah itu. Dia hanya tidak ingin menyerah pada Glory dan ingin terus menjadi atlet profesional Glory.
Tapi sekarang, dia berdiri di panggung playoff dan bersama tim berhasil melewati babak pertama dengan lancar.
Cita-citanya terwujud terlalu cepat, begitu cepat sampai Yifan panik tak karuan. Sekarang harus menargetkan apa? Gelar juara liga?
Apakah ini benar-benar bukan candaan?
Saat kenyataan muncul di depan mata, Yifan benar-benar pusing. Senior Xingxin selalu berteriak tentang gelar juara, tapi Yifan selalu menganggap ini hanya penyemangat - meski penyemangat yang terlalu muluk! Tapi beberapa senior memang suka bercanda!
Ternyata ini bukan lelucon.
Ternyata kepercayaan dirinya masih jauh dari cukup!
Ternyata mereka benar-benar punya kemampuan merebut gelar juara!
Menjelang playoff, Yifan sudah sibuk menyesuaikan mood dan kondisinya yang panik.
Karena dia menemukan Xingxin benar-benar akan dash menuju jembatan sempit menuju gelar juara.
Di tengah kepanikan, Yifan juga merasa antusias dan bersemangat.
Dia harus berusaha lebih keras agar tidak menjadi beban dalam perjalanan menuju gelar juara. Dia terus mengingatkan dirinya sendiri.
Dan sekarang, dia harus datang sendirian ke arena untuk mempersiapkan jalan bagi perjalanan Xingxin.
Qiao Yifan menarik napas dalam, melangkah ke arena. Matanya tanpa sadar menoleh ke arah area pemain tim. Kapten mereka, Ye Xiu, sedang mengangkat lengan dan jempolnya sebagai penyemangat.
“Kamu jauh lebih hebat daripada yang kamu kira!”
Ini adalah kalimat yang Ye Xiu ucapkan padanya sebelum pertandingan.
Bukan pertama kalinya Ye Xiu mengatakan ini. Setiap nada bicaranya yang meyakinkan selalu memenuhi Qiao Yifan dengan semangat juang dan keyakinan.
Dia tidak boleh mengecewakan senior dan harapan tim.
Qiao Yifan berbalik, memasuki kursi pertandingan. Kartu digesek, peta mulai loading. Semua di awal pertandingan terasa berulang: dua karakter di depan-belakang kastil.
Gerakan Song Qiying persis seperti ronde sebelumnya. Pemilihan rute yang sama membuatnya lebih mahir dan efisien saat menyaring ruangan satu per satu.
Sementara Yicunhui masuk dari pintu depan kastil tanpa menunjukkan ciri khas atau gerakan tak terduga, juga mulai menjelajahi ruangan satu per satu.
Tapi pergerakan Yicunhui jauh lebih cepat daripada Long He Luo Ri-nya Song Qiying. Seolah dia memiliki tujuan kuat untuk segera mencapai suatu titik.
Dari pintu depan kastil adalah lobi, lalu koridor kiri-kanan dengan 17 ruangan berbagai fungsi.
Yicunhui melewati dua koridor dan empat ruangan, lalu berhenti di posisi yang memuaskannya.
Tiba-tiba pedangnya menebas pintu yang baru saja dia lewati.
Kemudian di depan, di kanan...
Ruangan ini memiliki pintu di tiga sisi dinding, semuanya telah dihancurkan oleh Yicunhui. Kemudian Yicunhui bersandar di dinding sambil mengangkat pedang, diam tak bergerak.
"Ini... bisa dianggap taktik menunggu di posisi?" Pan Lin mengajukan pertanyaan.
Li Yibo mengernyitkan alisnya.
Jika disebut taktik menunggu, memang iya, tapi berbeda dengan pengertian umum. Qiao Yifan mengoperasikan Yicunhui menghancurkan pintu dengan gerakan besar yang sama sekali tidak ditutup-tutupi. Sistem akustik kastil yang buruk membuat Song Qiying yang sedang mencari-cari jelas mendengar keributan di sisi ini, bahkan sampai tiga kali berturut-turut.
Qiao Yifan memang menggunakan taktik menunggu, tapi sekaligus memberikan sinyal untuk memancing lawan.
Hanya saja sinyal ini terlalu sederhana. Dengan sifat hati-hati Song Qiying, mungkinkah dia langsung nekat menerobos?
Song Qiying tidak akan gegabah, tapi juga tidak akan mengabaikan. Mundur dan berputar-putar bukanlah gaya Tim Dominant Hero maupun karakter mereka. Long He Luo Ri langsung berlari ke arah sumber suara.
Doron!
Long He Luo Ri dengan tegas menghancurkan pintu dan masuk ke ruangan di sebelah kanan Yicunhui. Serpihan pintu yang hancur beterbangan saat Song Qiying cepat-cepat memutar kamera, segera menganalisis situasi ruangan. Tidak terlihat orang, tapi papan pintu yang tergeletak di sisi lain langsung terdeteksi matanya.
Pandangannya langsung menyapu ruangan tersebut. Yicunhui milik Qiao Yifan saat ini sedang bergerak diam-diam ke arah pintu, tapi hanya beberapa langkah kemudian berhenti. Pedangnya diangkat setinggi dada, dalam sikap siap menyerang kapan saja.
Nama pedangnya Xuewen, di balik cahaya ungu tersembunyi seberkas putih, bergoyang mengikuti gerakan tubuh Yicunhui.
Langkah Long He Luo Ri semakin melambat, saat mendekati pintu hampir berhenti sepenuhnya.
Meski keduanya pemain muda generasi baru, pertarungan kali ini berlangsung seprti veteran yang penuh kehati-hatian. Penonton di lokasi tegang hingga sulit bernapas. Situasi saling bersembunyi di balik tembok ini pernah terjadi saat Ye Xiu melawan Zhang Jiale. Namun kali ini, papan pintu sudah terhempas, kedua karakter hanya terpisah satu langkah, membuat suasana semakin mencekam.
Pedang tachi Xuewen Yicunhui sedikit terangkat. Seolah ia merasakan kehadiran Long He Luo Ri milik Song Qiying di samping pintu, bilah pedang mulai memancarkan cahaya. Garis putih itu tampak sangat jelas di bawah pantulan cahaya.
Yicunhui telah mulai chanting, mempersiapkan Ghost Array.
Bagaimana dengan Long He Luo Ri? Setelah sejenak ragu di depan pintu, tiba-tiba mundur.
Penonton bingung, namun setelah pertarungan sebelumnya, fans berat Dominant Hero tak lagi meragukan tindakan Song Qiying. Mereka yakin Song Qiying adalah pria Dominant Hero sejati, sehingga semua gerakannya pasti bukan berasal dari rasa takut. Begitulah tegasnya pejuang Dominant Hero.
Mundur dua langkah, geser ke samping, ayunkan tinju.
Prak!
Tinju menghantam tembok, semua orang berteriak kaget. Mereka mengira adegan pertarungan Fang Rui dan Zhang Jiale akan terulang—tembok yang sudah rapuh ini bisa hancur dengan satu pukulan.
Siaran televisi juga buru-buru memperbesar cuplikan untuk close-up, hanya terlihat serpihan tembok berjatuhan.
Temboknya? Tak bergerak sedikit pun...
Seketika, pukulan kedua—doron!—menghantam lagi.
Satu tinju, disusul tinju lagi, dan tinju lainnya.
Tinju Long He Luo Ri terus menerjang tembok. Ini semua serangan biasa tanpa habisnya MP, daya serangnya pun lemah. Butuh ratusan pukulan untuk merobohkan tembok seperti ini. Tapi Song Qiying tak mempedulikannya, terus mengoperasikan Long He Luo Ti menghantam tembok.
Setelah beberapa pukulan, dia berpindah posisi lalu melanjutkan penghancuran tembok dengan tinju.
Semua mulai memahami tujuannya.
Bukankah Qiao Yifan baru saja membuka tiga pintu? Song Qiying malah berencana membalikkan seluruh tembok ini.
Ide yang luar biasa berani, tapi cara eksekusinya konyol—hanya mengandalkan serangan biasa berulang-ulang.
Di seberang tembok, lawan pasti mendengar keributan ini. Tapi Song Qiying tetap nekat menjalankan rencananya.
Cahaya kekuatan Iblis Api pada pedang tachi Yicunhui berangsur memudar.
Dor, dor, dor, dor...
Suara tinju yang bertubi-tubi menghantam tembok di sebelah, terdengar jelas di telinganya.
Qiao Yifan juga segera menyadari maksud Song Qiying, untuk sesaat dia tertegun.
Ternyata lawan ini ingin meruntuhkan seluruh tembok, keberanian penuh kehati-hatian ini benar-benar di luar perkiraan Qiao Yifan.
Manuver mengelilingi, atau bertahan di tempat?
Sekarang hanya ada dua pilihan itu. Yicunhui bersandar di tembok, merasakan getaran demi getaran yang ditransmisikan melalui pukulan-pukulan itu.
Tidak mundur!
Qiao Yifan akhirnya memantapkan hatinya.
Meskipun lawan menggunakan metode konyol ini untuk menghilangkan potensi bahaya, Qiao Yifan tetap yakin bertahan adalah pilihan yang menguntungkannya.
Daya tahan tembok ini sangat dipahami para pemain Xingxin, karena ini adalah kandang mereka, peta pilihan mereka.
Mereka juga cukup memahami lawan - damage Long He Luo Ri milik Song Qiying, radius serangannya kurang lebih sudah diketahui.
Lalu, berapa banyak tinju yang dibutuhkan Long He Luo Ri untuk menghancurkan tembok ini? Qiao Yifan merasa bisa memperkirakan jumlahnya.
Lebih baik bersiap lebih awal. Dirikan strategi sebelumnya, jika diperlukan, dia sendiri yang akan meruntuhkan tembok dan mengambil inisiatif menyerang.
Yicunhui tidak lagi berdempetan dengan tembok, melainkan mundur beberapa langkah, namun mata pedangnya masih mengarah ke ujung tembok.
Tidak kabur, di sini dia akan menentukan hasil pertarungan dengan Song Qiying! Semua orang bisa melihat sikapnya yang tegas.
Duk, duk, duk, duk...
Hanya suara tinju menghantam tembok yang terus bergema.
