Ye Xiu... Ye Xiu...
Seluruh fans Dominant Hero di arena memandangi si pemalas yang telah mereka benci selama sepuluh tahun ini tanpa suara hinaan, tentu saja juga tanpa tepuk tangan. Mereka benar-benar bingung bagaimana menghadapi orang ini. Suasana ini bahkan mempengaruhi kelompok fans Xingxin yang ikut tim, yang seratus persen tidak nyama dengan ketenangan kandang Dominant Hero. Sejenak mereka panik tak karuan.
"Ye Xiu, apakah kekuatanmu sampai membuat seluruh penonton tak bersuara?" ujar Pan Lin dalam siaran langsung penuh kekaguman.
Memang kuat. Tak ada yang akan menyangkal fakta ini.
Bahkan fans Dominant Hero yang membenci Ye Xiu sekalipun, tak akan menolak mengakui bahwa Ye Xiu sangat kuat. Atau mungkin dalam persepsi mereka, Ye Xiu justru yang terkuat - hanya si terkuatlah yang layak dibenci Dominant Hero selama sepuluh tahun penuh.
Kekecewaan dan kepedihan terbesar mereka diciptakan oleh si pemalas ini; namun momen kebahagiaan dan kegembiraan terindah mereka juga dibangun di atasnya.
Kali ini? Baru pertandingan arena saja, fans Dominant Hero sudah merasakan berbagai rasa surga dan neraka. Pada akhirnya tak ada sedikitpun kebahagiaan yang tersisa.
"Harus menang!!"
Entah dari mana, tiba-tiba terdengar semboyan dari seseorang.
Semboyan ini seolah mewakili kerinduan di hati semua orang, seketika berubah menjadi slogan seluruh arena - slogan yang sama sekali tidak sesuai di saat seperti ini.
"Ye Xiu, secara format pertandingan, dia sekarang turun dari arena dengan status pecundang! Secara teori, Dominant Hero sudah mengalahkan Ye Xiu."
Tapi, apakah teori ini akan diakui orang? Sama sekali tidak.
Harus menang, targetnya bukan lagi Ye Xiu, melainkan seluruh Xingxin.
"Harus menang, harus menang!" Teriakan bergemuruh di seluruh arena.
Baru sampai ronde kedua arena pertandingan, fans Dominant Hero sudah bersorak seperti di momen penentuan. Fanbase pendukung Xingxin semakin tertelan dalam gelombang dukungan ini. Mereka menyaksikan pemain kedua Xingxin bangkit dan berjalan ke kursi pertandingan, teriakan semangat mereka nyaris tak terdengar bahkan oleh diri sendiri.
Su Mucheng, pemain kedua Xingxin yang akan bertanding. Dalam sorakan "harus menang" dari fans Dominant Hero, orang awam mungkin mengira seluruh penonton sangat menantikan penampilannya.
Tapi fans Dominant Hero kini tak peduli. Mereka ingin meluapkan semangat dan antisipasi mereka tanpa ragu.
Harus menang!
Kalahkan Ye Xiu, kalahkan Xingxin, raih gelar juara liga!
Ronde ketiga arena pertandingan: Su Mucheng (Xingxin) vs Lin Jingyan (Dominant Hero).
Pertandingan dimulai. Kedua pihak melakukan penyegaran dan bergerak ke tengah map, segera muncul dalam jangkauan visi.
“Pemain yang tampil diputuskan di lapangan, maka penampilan Su Mucheng pasti bersifat terfokus.” Pelatih Li Yibo menganalisis dalam siaran televisi, “Saya rasa kemungkinan memanfaatkan jangkauan super Artileri Meriam, serta penghalang alami lahar untuk menguras HP Lin Jingyan.”
Begitu pandangan Li Yibo, dan banyak orang setuju termasuk Lin Jingyan di lapangan. Menghadapi Artileri Meriam, jika lawan benar-benar menggunakan strategi permainan kucing-tikus seperti ini, memang akan cukup sulit ditangani.
Tapi jika sulit ditangani, bisa saja tidak melawan.
Pertandingan Glory tidak memiliki batasan waktu, jadi pihak dengan HP sedikit tidak takut mengulur waktu. Jika Su Mucheng benar-benar ingin menembakinya dari balik lahar, maka Lin Jingyan bisa memilih tidak menggerakkan karakternya mendekat. Lahar menjadi penghalang baginya, tapi bukankah juga menjadi rintangan bagi Su Mucheng? Jika terpisah di ujung lahar, jangkauan Muyu Chengfeng pasti memiliki batasan.
Jika Su Mucheng bersikeras mempertahankan posisi ini, situasi akan berubah menjadi dia tidak maju dan Lin Jingyan juga tidak maju. Menurut aturan pertandingan, kedua belah pihak dianggap bermain pasif. Hukuman menjadi wewenang wasit – peringatan? Kartu kuning? Bahkan kartu merah?
Kartu merah akan merugikan Xingxin. Karakter mereka memiliki HP hampir penuh dan unggul dalam HP. Kedua pihak terkena kartu merah sama dengan mutual destruction – bukankah ini kerugian bagi pihak yang unggul?
Su Mucheng tidak akan sampai sebodoh itu mencari kartu merah sendiri, jadi kemungkinan ini Lin Jingyan hanya memikirkannya sekilas. Lagipula wasit mungkin tidak akan mengakhiri duel ini dengan cara kasar seperti itu. Jika kedua pihak benar-benar menangani pertandingan secara pasif, kemungkinan besar wasit akan turun tangan, sistem melakukan intervensi, dan memaksa penyegaran posisi kedua karakter agar bertabrakan.
Lin Jingyan sudah bertahan selama sembilan tahun di liga ini, menyaksikan banyak peristiwa. Format pertandingan Glory harus menjaga keadilan kompetisi sekaligus mempertimbangkan nilai hiburan, juga aspek promosi seperti siaran televisi, dan lain-lain. Hasil kompromi ini memang masih menyisakan beberapa kejanggalan. Pada akhirnya liga baru berkembang selama sepuluh tahun, belum sempurna apalagi mencapai kesempurnaan.
Memanfaatkan celah dalam aturan yang ambigu telah menjadi salah satu taktik dalam pertandingan Glory. Metode seperti ini tidak didorong oleh liga, namun juga tidak bisa dicegah. Satu-satunya cara adalah menguras otak mencari format pertandingan lebih sempurna untuk menutup celah tersebut. Tapi sebelum celah ditutup, selalu ada yang akan memanfaatkannya.
Maka Leng An Lei berhenti bergerak maju, lalu mulai bergeser ke samping. Jaraknya dari lahar di depan masih sekitar belasan langkah.
Ini apa?
Banyak orang yang melihat gerakan Lin Jingyan agak ragu. Namun, strategi permainan yang bisa digunakan Su Mucheng di map ini sudah dianalisis Li Yibo, dan poin ini memang tidak sulit ditebak. Saat melihat pergerakan Leng An Lei, semua segera menyadari: jika Su Mucheng ingin Muyu Chengfeng melancarkan serangan melintasi lahar, jangkauannya sudah tidak mencukupi. Lalu bagaimana selanjutnya? Jika kedua belah pihak tidak melakukan perubahan, mungkin akan dianggap bermain pasif oleh sistem. Lalu apa konsekuensinya?
Bagi yang familiar dengan Glory, membuat deduksi seperti ini bukan hal sulit.
Selanjutnya, wasit akan turun tangan untuk memaksa penyegaran bentrok kedua karakter. Setelah itu, Su Mucheng akan kehilangan penghalangnya. Bahkan mungkin karena jarak kedua karakter setelah penyegaran terlalu dekat, Artillery God-nya langsung berada dalam situasi berbahaya.
"Harus menggunakan intervensi aturan untuk mengubah situasi ya..." kata Li Yibo. "Ini..."
"Ini... Tim Dominant Hero... ini..." Pan Lin sejenak kesulitan merangkai kata.
Strategi mencari celah seperti ini jelas bertentangan dengan gaya berani Tim Dominant Hero. Tapi sekarang, pemain mereka di lapangan justru menggunakan taktik ini untuk merebut kemenangan. Ini seharusnya tidak muncul dalam pertandingan Tim Dominant Hero...
Sebenarnya, Lin Jingyan sendiri juga sangat paham akan hal ini.
Tapi gaya Dominant Hero, sejak awal memang bukan sesuatu yang bisa diwakilinya!
Meski sekarang mengenakan jubah Dominant Hero, jiwa Glory di dalam hatinya sebenarnya telah terbentuk selama tujuh tahun di Howling. Ia pernah berjuang sendirian, pernah membentuk kombinasi kriminal, di jalan mengejar kemenangan, dirinya memang bukanlah pahlawan yang jujur dan terang-terangan. Namun bahkan dengan itu, selama tujuh tahun itu, ia tak pernah bisa menembus babak pertama playoff.
Bertarung melawan para jenius itu sungguh terlalu sulit, sampai-sampai ia berharap punya dua pasang tangan dengan dua puluh jari.
Memanfaatkan aturan? Mencari celah?
Sejujurnya, hal-hal seperti ini sama sekali tidak ia pedulikan. Yang sangat ia pedulikan hanyalah fakta bahwa upayanya meraih kemenangan masih selalu kurang.
Dirinya hanyalah orang biasa, hasrat akan kemenangan tak kalah dari siapapun. Bakat dan talenta yang dimilikinya tak terlalu tinggi, namun ia akan memanfaatkan segala senjata yang bisa merebut kemenangan dengan mati-matian. Memanfaatkan aturan, mencari celah? Tentu! Ini semua adalah bagian dari senjata itu.
Karena celah yang bisa dimanfaatkan muncul di pertandingan ini, maka tentu harus digunakan.
Tanpa ragu, Lin Jingyan memerintahkan Leng An Lei untuk tidak naik ke atas. Kemudian, Muyu Chengfeng terlihat menyerang langsung ke arahnya.
Intervensi sistem tidak terjadi, namun semua sepertinya bisa melihat bahwa Lin Jingyan memanfaatkan celah aturan pertandingan untuk menciptakan situasi yang merugikan Xingxin. Mungkin situasi inilah yang memaksa Su Mucheng meninggalkan strategi memanfaatkan jangkauan dan lahar.
“Langsung menerobos ke depan, kali ini Lin Jingyan seharusnya puas ya?” ujar Pan Lin dengan nada sedikit mengejek. Teknik memanfaatkan celah aturan seperti ini pada dasarnya tidak diterima oleh nilai-nilai mainstream.
Doron.
Dalam sprint, Muyu Chengfeng sudah mulai mengangkat meriam dan menembak. Tidak lagi mengandalkan lahar sebagai perisai, melainkan langsung melancarkan serangan frontal. Sebuah jalur lebar nan lurus terbentang dari mulut meriamnya hingga ke posisi Leng An Lei. Jika ini adalah pemain Dominant Hero mana pun, mungkin mereka akan melompat keluar, menerjang hujan peluru Muyu Chengfeng, merebut jarak dekat, dan menjatuhkan sang Artillery God ini?
Tapi Lin Jingyan tidak. Ia malah mundur, seolah kurang puas dengan medan tempur di sini. Ia menarik diri ke belakang menuju tumpukan batu kapur yang bisa dijadikan perlindungan. Lin Jingyan sedang memancing Su Mucheng ke area itu - medan yang jelas tidak menguntungkan baginya. Tapi bagaimana jika dia tidak menerobos?
Jika tidak maju, Lin Jingyan akan menghentikan Leng An Lei tapi juga tidak balik menyerang. Kedua pihak hanya akan saling tatap di luar jangkauan tembak, memicu permainan pasif...
Dia masih memanfaatkan aturan!
Tujuannya jelas: menggunakan mekanika "penyegaran paksa" yang cenderung merugikan Artillery God, untuk menarik Su Mucheng ke medan yang lebih cocok untuk taktiknya.
“Licik sekali!!” Melihat tindakan Lin Jingyan, kelompok fans Xingxin di sisi ini gempar. Mereka menyoraki dengan suara hinaan, dan kali ini, mereka tak mendapat balasan dari fans Dominant Hero.
Fans Dominant Hero sedang merasa canggung.
Sang veteran yang bergabung dengan tim mereka di penghujung karir ini, selama ini selalu dipercaya. Mereka juga mengakui kontribusinya untuk Dominant Hero, sangat berharap ia bisa meraih juara bersama tim.
Tapi, cara seperti ini...
Jika harus menang dengan cara begini, hati para pendukung Dominant Hero benar-benar merasa getir. Selama ini mereka lebih mementingkan proses daripada hasil, sehingga sangat memperhatikan metode. Metode Lin Jingyan tak memuaskan mereka, sama sekali tak memuaskan.
Sorakan hinaan?
Tapi di sisi lain, mereka agak tak tega. Bagaimanapun, selama dua tahun terakhir mereka menyaksikan kinerja Lin Jingyan, semangat profesionalnya, kerja kerasnya, serta usahanya bersama Dominant Hero.
Tapi mengapa, mengapa harus menggunakan cara seperti ini di momen penting seperti hari ini untuk meraih kemenangan?
Fans Dominant Hero membisu, sekali lagi terdiam.
