Tiga hari berlalu begitu cepat, tidak terasa waktu sudah habis.
Kota H yang cerah setelah hujan memiliki suasana yang segar dan menakjubkan. Jalan-jalan yang familiar pun terasa berbeda setelah dicuci bersih oleh hujan.
Kurang dari satu jam menuju babak pertama pertandingan. Meski penonton sudah mulai masuk, kerumunan orang masih terlihat di sekitar stadion.
Banyak pemain Glory yang ingin menyaksikan final kejuaraan secara langsung, namun tiket yang terbatas membuat mereka nekat datang ke arena. Ada yang berusaha menyelinap masuk, ada juga yang berkeliling mencari orang yang mau menjual tiket - semuanya sibuk dengan caranya masing-masing.
Fu Chao termasuk dalam kelompok ini. Tujuannya sama, tapi sejak awal ia memilih untuk tidak bergabung dengan kerumunan. Terlalu banyak orang, mustahil mencari tiket atau menyusup lewat pintu depan.
Fu Chao menjauhi kerumunan, berputar-putar di sekitar stadion sambil tetap waspada terhadap situasi sekitar.
Stadion Xiaoshan sebenarnya memiliki banyak pintu masuk. Untuk event besar seperti ini, hanya pintu utama berkapasitas tinggi yang dibuka. Pintu samping dan pintu kecil lainnya tetap terkunci.
Tapi terkunci bukan berarti tidak bisa dilewati. Fu Chao sedang mengincar pintu-pintu kecil ini. Setelah menjauh dari pintu utama yang ramai, ia menemukan pintu kecil tak mencolok yang terkunci rapat di area sepi.
Fu Chao maju ke depan, bingung apakah harus mendorong atau menarik, setelah mencoba semua, pintu kecil tetap tidak bergerak, jelas terkunci.
Fu Chao tidak ciut hati, dari awal dia tidak mengira personil stadion akan sembrono, dia memang coba-coba mengandalkan nasib.
Sebenarnya yang Fu Chao pikirkan bukan sekedar ada pintu yang terbuka untuknya, lalu dia bisa masuk dengan santai seenaknya.
Yang dia bayangkan adalah menemukan jalur eksklusif untuk personil, mungkin ada staf stadion di sana, tapi dia bisa mencoba menyuap untuk menyusup masuk.
Pasti ada kan!
Terhadap rencana ini, Fu Chao juga cukup yakin, dia percaya pasti ada jalur karyawan khusus untuk kemudahan staf, hanya tidak tahu apakah personil Stadion Xiaoshan punya prinsip atau mudah disuap.
Bagaimanapun, harus dicoba.
Fu Chao terus berjalan, samar mendengar suara percakapan di balik tikungan, dia mempercepat langkah, setelah belok melihat pintu samping yang sedang ditutup oleh seseorang yang baru masuk.
"Tunggu sebentar!" Fu Chao berteriak tanpa peduli, berlari kencang ke sana. Ini kesempatan, dia tak mau lewatkan.
Orang itu jelas mendengar teriakan, berhenti menutup pintu lalu menoleh. Fu Chao sambil berlari melambaikan tangan kanan untuk menarik perhatian, tangan kiri sudah meraih dompet di saku.
Pintu samping tidak jauh, Fu Chao berlari beberapa langkah sudah sampai, orang itu sedang berbalik badan melihat. Mata bertemu, kaki Fu Chao tiba-tiba tersandung, hampir terjatuh. Saat sudah stabil, wajahnya dipenuhi keheranan, bingung memandang orang yang berhenti dan menoleh ini.
Wajah ini tidak asing bagi Fu Chao, tapi tak pernah terbayangkan bisa melihatnya dari dekat. Jari-jarinya yang menggenggam dompet tiba terasa kaku.
Han Wenqing?
Kapten Tim Dominant Hero, Han Wenqing?
Otak Fu Chao sudah tak sanggup mencerna. Personil stadion yang mau disuapnya, kok bisa berubah jadi Han Wenqing?
Mungkin cuma mirip wajah?
Saat Fu Chao berpikir begitu, suara terdengar dari balik pintu.
"Ada keperluan apa?"
Seseorang keluar sambil menyesuaikan kacamata, memandang Fu Chao.
Zhang... Zhang Xinjie?
Tangan Fu Chao yang menggenggam dompet di saku celana melemas. Diam-diam mencubit pahanya sendiri, sakit sekali.
"Siapa yang memanggil?"
Suara lain muncul, orang lain keluar.
Zhang... Zhang Jiale?
Tiga pejuang Dominant Hero ternyata benar-benar berdiri di hadapannya.
"Kenapa tidak jalan?"
Suara baru lagi terdengar.
Lin Jingyan kah? Fu Chao mulai terbiasa, bawah sadarnya mulai menebak. Tapi yang muncul...
Wang... Wang Jiexi?
Fu Chao kembali merasakan pusing yang hebat, ternyata ini adalah Kapten Tim Micrograss Wang Jiexi, lagi-lagi seorang Shen kelas profesional yang sangat besar.
"Ngapain?"
"Kalian ngapain?"
Suara demi suara, orang demi orang. Di depan mata tak sampai tiga meter, Yu Wenzhou, Huang Shaotian, Li Xuan, Chu Yunxiu, Yang Cong, Yu Feng...
Fu Chao merasa seluruh inderanya mungkin sudah terkuras habis.
Ini sedang main trik sulap? Atau tim cosplay apa? Kok bisa dari pintu kecil ini tiba-tiba muncul begitu banyak Shen kelas profesional, Shen kelas profesional paling top di Glory!
Lalu, mereka ini ngapain? Sedang menontonku? Apa yang harus kulakukan? Langsung berlutut memohon ampun? Tapi tunggu, aku belum sempat berbuat salah kan? Lalu harus gimana? Maju dan bilang "Senang bertemu kalian"? Sialan, kedengarannya terlalu arrogant! Harus ganti nada bicara nih, gimana ya?
Fu Chao masih berpikir, sementara para Shen kelas profesional di sisinya saling pandang bingung dengan ekspresi tak mengerti situasi. Akhirnya Han Wenqing yang tak tahu harus tertawa atau menangis menyapu pandangannya ke semua orang: "Cuma ada yang minta pintunya dibiarkan terbuka, kalian pada ngapain?" Setelah itu ia sendiri malah masuk lebih dulu.
Yang lain langsung tertawa terbahak mendengar ini cuma masalah sepele yang bikin heboh, lalu berduyun-duyun masuk kembali. Yang terakhir masuk adalah Xu Bin dari Tim Micrograss, setelah melirik Fu Chao, ia membiarkan pintu terbuka tanpa menutupnya.
Ini...
Fu Chao sampai akhir pun tak tahu bagaimana cara menyapa begitu banyak Shen, tak terasa mereka sudah masuk semua, tapi ternyata pintunya sengaja ditinggalkan untuknya. Pikiran Fu Chao tiba-tiba kembali ke tujuan awalnya, dengan gesit ia melesat maju dan menahan pintu. Melihat sekeliling, sebenarnya ada orang di jarak yang tidak terlalu jauh, tapi sepertinya tidak ada yang memperhatikan sisi ini. Fu Chao masuk, menutup pintu, lalu menyadari dirinya ternyata berhasil menyusup masuk, dan di depannya yang membuka jalan adalah Shen papan atas Glory.
Ini... salah paham mengira aku personil stadion ya?
Fu Chao yang bisa memikirkan cara menyusup ke arena ini sebenarnya cukup cerdik. Barusan dia sempat blank karena terus-menerus ditonton Shen yang muncul bertubi-tubi. Kini kembali normal, dipikir-pikir, dia pun langsung paham situasinya.
Shen kelas profesional ini tentu bukan sedang cosplay. Mereka juga datang ke live untuk menonton final kejuaraan. Tapi kalau si pemalas ini disuruh lewat jalur eksklusif pintu depan, pasti bakal kacau balau. Makanya stadion membuka jalur khusus di posisi tak mencolok di sisi ini. Fu Chao yang nekat datang ke sini tanpa rencana, kebetulan ketemu Shen-shen ini sedang masuk arena. Tanpa melihat jelas siapa yang lewat, dia asal berteriak, malah membuat Shen salah mengira dia personil stadion, akhirnya bisa masuk dengan mengandalkan tebakan.
Sungguh beruntung!
“Fu Chao merasa sangat bersemangat! Bisa menyusup masuk ke arena memang patut dibanggakan, apalagi dengan cara yang begitu epik. Saat ini, hasratnya untuk menonton pertandingan seolah berkurang. Dia sangat ingin langsung ngegas ke forum online untuk membahas secara detail pengalaman legendarisnya hari ini ke semua teman dan orang-orang.
Meski hatinya bergejolak, Fu Chao berusaha menutupi ekspresinya. Dia harus terus mempertahankan kesalahpahaman ini.
Tak lama kemudian, cahaya terang seperti siang hari mulai terlihat di depan. Suara keriuhan penonton semakin jelas terdengar. Mereka akan memasuki lokasi pertandingan - arena final kejuaraan.
Emosi Fu Chao tiba-tiba kembali fokus ke pertandingan. Tujuan datangnya bukan sekadar ikut-ikutan. Setelah mengikuti seluruh musim kompetisi ini, sebagai warga Kota H, dia telah menjadi fans fanatik Xingxin. Dia sangat berharap Xingxin bisa mengalahkan Lun Hui, menciptakan keajaiban kuda hitam yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Semangat Xingxin!
Semangat Lun Hui!
Stadion bergema oleh sorak pendukung kedua tim. Meski bertanding di kandang lawan, Lun Hui yang sedang menjadi tim paling populer di Liga tetap mampu mengerahkan banyak pendukung. Selain fanbase yang ikut rombongan tim, banyak juga penduduk lokal Kota H yang mendukung mereka. Meski tidak sampai menguasai stadion kandang Xingxin, mereka berhasil menciptakan gelombang dukungan yang signifikan, sama sekali tidak tertekan oleh atmosfer kandang.
“Gulingkan Lun Hui!!”
Fu Chao langsung mendidih. Ini adalah kandang Xingxin, tim manapun yang datang tidak boleh bersikap begitu arrogant. Bahkan kursinya saja tidak ada, berdiri di lorong langsung mulai bersorak. Tentang ke mana akhirnya para Shen kelas profesional itu duduk setelah keluar, Fu Chao seketika lupa untuk memperhatikan.
"Tuan, tolong segera kembali ke kursinya."
Fu Chao yang berlompat-lompat di lorong segera menarik perhatian. Personil segera mendatangi, tidak curiga kalau dia menyusup tanpa tiket, hanya memintanya kembali ke tempat duduk dengan alasan menjaga ketertiban arena.
"Baik baik, saya ke toilet dulu baru kembali." Fu Chao memang sudah berpikir cara bertahan tanpa ketahuan setelah menyusup. Baru saja terlalu bersemangat sampai menarik perhatian, ditanya personil dia langsung menyesal ingin memukul bibir sendiri. Cepat-cepat cari alasan ke kamar kecil, ternyata personil tidak curiga. Fu Chao segera menuju ke toilet.
Bersembunyi di toilet cukup lama.
Memandang jam, mendengar riuh di luar arena, Fu Chao menguatkan hati. 30 menit sebelum pertandingan dimulai, pintu masuk ditutup. Di waktu ini akan ada pengawasan ketertiban live yang ketat. Bertahan di dalam tanpa kursi mudah ketahuan. Fu Chao harus menghindari tahap ini, menunggu sampai pertandingan resmi mulai. Setelah itu, kecuali darurat tidak akan ada gebrakan besar penjagaan ketertiban. Kalau sampai personil masih mondar-mandir mengganggu penonton, pasti digempur habis.
Pukul setengah sembilan...
Jarum jam tangan Fu Chao telah meluncur tepat ke sini, dia juga mendengar suara dari luar arena—pertandingan benar-benar akan segera dimulai secara resmi.
Di arena pertandingan, Xingxin yang tampil sebagai starter memang masih Ye Xiu. Pernyataan tentang "menggunakan pemain baru" di konferensi pers sebelumnya, ternyata tetap omong kosong.
Di sisi Lun Hui, yang tampil pertama adalah Lv Buoyuan, atlet Yudo yang masuk jajaran All-Star.
"Harus menang!" Fu Chao hanya bisa menggeretak gigi dalam doa di toilet. Pertandingan baru saja dimulai, demi keamanan, dia bersiap menunggu beberapa menit lagi. Saat ini dia berharap Xingxin cepat menang, tapi juga ingin pertarungan berjalan lambat agar tidak ketinggalan terlalu banyak—konflik batinnya bisa dibayangkan.
Dua menit berlalu...
Tidak tahan lagi!
Fu Chao menyembur keluar dari toilet, berlari secepat kilat menuju arena pertandingan.
Kemenangan!
Xingxin membuka babak dengan kemenangan gemilang. Ye Xiu yang tak pernah kalah dalam duel, melanjutkan rekor briliannya di musim ini—tampil sebagai starter dan mengalahkan Lv Buuyuan dari Lun Hui.
"HEBAT!!!" Meski yang Fu Chao lihat saat keluar hanyalah dua kata "Glory" yang melompat di layar, tapi dia bergairah seolah menyaksikan seluruh proses. Hanya saja kali ini setelah mengangkat tinju sekali, dia segera menyadari harus low profile. Setelah waspada mengamati sekeliling, Fu Chao bergerak diam-diam mencari sudut yang tidak akan diperhatikan.
Pertandingan berlanjut.
Fu Chao baru teringat: di pertandingan ini ada begitu banyak Shen papan atas yang datang menonton langsung. Di mana sekarang para pemain legendaris itu duduk?
Stadion yang begitu besar, tentu mustahil ditemukan. Tapi bisa ditebak, posisi orang-orang ini pasti terkonsentrasi di satu area dan mendapat pengamanan khusus dari pihak stadion. Sebagai pembobol tiket, Fu Chao hanya akan mencari masalah jika nekat mendekati area mereka.
Bagus!
Fu Chao akhirnya menemukan posisi yang cukup memuaskan. Berdiri, duduk, atau jongkok—semuanya tidak masalah. Bisa menyusup dan menyaksikan pertandingan ini saja sudah membuatnya puas.
Fu Chao semula berpikir demikian, tapi kemudian menyadari kesalahannya.
Kepuasan sejati membutuhkan hasil pertandingan yang memuaskan. Namun pertarungan kali ini berakhir dengan kekalahan Xingxin. Lun Hui berhasil mengambil satu kemenangan di kandang lawan pada final kejuaraan.
