Pertandingan arena babak kedua final kejuaraan, kedua tim sudah mengirim pejuang urutan kedua. Tapi atmosfer di lokasi sepertinya masih terasa seperti saat pertarungan pertama. Kehadiran Mo Fan disambut tepuk tangan meriah dari tribun penonton tim tamu, namun secara keseluruhan arena masih diliputi kesuraman karena emosi serbuk Lun Hui masih rendah. Sama sekali tidak ada semangat untuk memprovokasi lawan atau membuat kebisingan pengganggu.
Suasana live memang sangat mempengaruhi performa pemain, terutama yang emosional. Semakin meriah atmosfer di lokasi, semakin bersemangat mereka—baik efek positif maupun negatif bisa menjadi bahan bakar semangat mereka.
Saat ini suasana kandang Lun Hui terasa aneh. Baru sampai pertarungan karakter nomor dua di arena, namun kekalahan Zhou Zekai membuat suasana seolah seluruh pertandingan sudah kalah, terasa sangat dingin.
Dalam atmosfer beku ini, Mo Fan justru tampak lebih rileks dari biasanya. Langkahnya terasa ringan saat menuju arena pertandingan.
Ronde ini segera dimulai, karakter kedua belah pihak mulai loading.
Karena babak ini belum menggunakan sistem acak peta dan penunjukan pemain dadakan, daftar peserta arena pertandingan sudah diumumkan sebelumnya. Jiang Botao tahu lawan yang akan dihadapi selanjutnya.
Namun saat Destroying Immortality milik Mo Fan sedang loading, Jiang Botao terlihat seperti penonton Lun Hui biasa yang masih terpaku pada pertandingan sebelumnya.
Setelah menghabiskan sisa 4% HP Zhou Zekai, akhirnya berhasil menguras 24% HP Wu Lang milik Jiang Botao—pertukaran yang cukup menguntungkan.
Tapi mengingat Ye Xiu melakukan heal di awal, karakter Jun Moxiao sebenarnya tidak mulai dari 4% HP. Performa Jiang Botao sebenarnya tetap bagus.
Tapi dia tak bisa melupakan bagaimana di awal pertarungan mengira sudah membaca lawan, namun akhirnya justru mendapat Serangan Mendadak dari musuh.
Meski kemudian dia berhasil tetap tenang dalam formasi, namun "kengerian senior" itu benar-benar sudah dirasakannya.
Dia tidak bermaksud meremehkan Ye Xiu, namun sejak komunikasi sebelum pertandingan, kedua belah pihak sudah terlibat pertarungan psikologis. Ucapan Jiang Botao tidak provokatif, juga tidak mengandung ejekan vulgar, hanya menggunakan sikap agak menggoda untuk mengusik lawan. Karena Jiang Botao tahu, bagi pemain senior berpengalaman, provokasi atau ejekan terang-terangan bukanlah serangan psikologis yang efektif. Justru emosi yang terlihat spontan namun terasa lebih autentik-lah yang mungkin memancing mereka.
Jiang Botao bukan pemain pertama Lun Hui yang akan turun ke lapangan, namun sebelum pertandingan dia banyak berkomunikasi dengan Ye Xiu yang akan menjadi starter Xingxin.
Kata-katanya tanpa provokasi maupun ejekan, terlihat hanya menyampaikan fakta dengan tenang. Namun pada akhirnya, bahkan Ye Xiu pun menunjukkan keinginan untuk memberinya pelajaran. Provokasi diam-diam Jiang Botao ini jelas cukup sukses.
Tepat seperti itulah sikap yang diharapkannya dari Ye Xiu. Dengan demikian, saat menghadapi Zhou Zekai nanti, mungkin Ye Xiu akan menjadi emosional, kehilangan fokus, atau terlalu memikirkan Jiang Botao. Bahkan jika menang melawan Zhou Zekai dalam kondisi emosi seperti itu, saat menghadapi Jiang Botao berikutnya, mungkin dia akan terlalu euforia atau terlalu berambisi...
Singkatnya, menghancurkan konsentrasinya inilah tujuan Jiang Botao.
Namun hasilnya, Ye Xiu justru berhasil dibangkitkan semangat bertarungnya olehnya, lalu dia mengalahkan Zhou Zekai, kemudian memberikan pelajaran yang cukup kepada Jiang Botao untuk membuktikan "menakutkannya sang senior".
Jiang Botao bingung, ini membuatnya sama sekali tidak tahu apakah perang psikologinya benar-benar efektif.
Jika perbedaan kekuatan sangat timpang, serangan psikologis diam-diam seperti ini mungkin tidak berpengaruh. Tapi, Ye Xiu berhadapan dengan Zhou Zekai! Di mana ada kesenjangan menganga?
Jadi Jiang Botao lebih cenderung berpikir bahwa Ye Xiu sama sekali tidak terpancing olehnya.
Jadi emosi yang ditunjukkannya hanyalah senjata gula-gula untuk membuatku terlalu optimis?
Inilah "menakutkannya sang senior" yang benar-benar dirasakan Jiang Botao. Detail-detail halus tidak bisa dipahami dalam beberapa menit saja. Perang psikologi memiliki kompleksitas yang tidak kalah dengan pertarungan di lapangan.
Loading selesai!
Tapi ketika kata-kata ini muncul, adegan dengan cepat berubah ke sudut pandang dalam game. Saat hitungan mundur 3-2-1 dimulai, Jiang Botao segera memusatkan konsentrasinya.
Ye Xiu? Siapa itu? Pernah ngapain? Gak kenal!
Lawan di depan mata adalah Mo Fan. Kalahkan orang ini, itu saja.
Perhatian Jiang Botao secepat kilat kembali ke pertandingan, fokus pada lawan yang akan dihadapi berikutnya: Mo Fan dari Xingxin.
Seorang pemain yang pendiam, tabah, sabar, tapi juga memiliki kekuatan maksimal tertentu.
Struktur teknik tidak terlalu terstandarisasi, menunjukkan ciri khas mantan pemain kacangan. Namun yang lebih mengejutkan, setelah melewati seluruh musim kompetisi, gaya bermainnya masih tetap seperti itu. Hal ini membuat Jiang Botao penasaran bagaimana sebenarnya proses latihan di Xingxin. Apakah mereka memberikan pelatihan korektif untuk pemain baru ini?
Apakah mereka membiarkannya belajar sendiri? Tapi Xingxin memiliki banyak rookie lain yang tidak memiliki ciri khas seprti dia.
Keraguan seperti ini tidak akan terpecahkan tanpa penjelasan. Lagipula mengetahui alasannya tidak penting bagi Jiang Botao. Yang dia perlukan hanyalah mengamati kondisi akhir yang ditunjukkan lawan saat ini.
Wu Lang mulai bergerak, langsung menuju jalur tengah. Di channel, Jiang Botao mengirim pesan: "Jalur tengah? Manuver? Terima kasih."
Tidak ada respons, dan Jiang Botao tidak terkejut. Sampai saat ini memang belum pernah ada yang melihat Mo Fan berkomunikasi selama pertandingan, apalagi saling menyerang dengan omong kosong.
Setelah sekadar melemparkan kalimat itu, Jiang Botao tidak terlalu berharap respon dari Mo Fan. Fakta membuktikan ketidakharapannya itu benar.
Wu Lang segera sampai di tengah map. Di sana berdiri stalaktit terbesar di gua, menyambungkan lantai dan langit-langit.
Sebelum Wu Lang mendekat, Jiang Botao sudah menarik sudut pandang ke samping. Ternyata Destroying Immortality milik Mo Fan tidak datang dari jalur tengah lawan.
Dalam 8-9 pertandingannya, si pemalas ini selalu menggunakan taktik manuver dan serangan mendadak. Tampaknya kali ini pun tidak.
Tapi ini adalah home court Lun Hui, home court, memudahkan diri sendiri dan menyulitkan lawan. Dengan kebijakan ini, sebanyak mungkin memfasilitasi performa pemain sendiri dan membatasi performa lawan, maka itu adalah peta yang dipilih dengan luar biasa.
Namun gaya Mo Fan justru berada dalam radius pembatasan peta ini. Melihat lawan tidak bergerak ke jalur tengah, Jiang Botao dengan santai memposisikan Wu Lang di suatu tempat dan mulai menunggu.
Di sekitar, ada tiga stalaktit terdekat, tapi jarak yang disebut "terdekat" ini pun cukup jauh. Menyergap tanpa terdeteksi di jarak segitu terlalu sulit, seolah strategi andalan Mo Fan diputus paksa.
"Perlu tahu koordinatku?" Setelah memilih posisi, Jiang Botao sambil memutar kamera mencoba berkomunikasi lagi dengan Mo Fan.
Mo Fan di internet memang lebih cerewet daripada di dunia nyata, tapi dalam pertandingan dia benar-benar tidak terbiasa berinteraksi dengan lawan, apalagi sekadar omongan kosong seperti ini.
Koordinat? Sama sekali tidak perlu, karena aku sudah melihatmu...
Di balik salah satu dari tiga stalaktit terdekat Wu Lang, Destroying Immortality bersembunyi.
Tapi di jarak segini sulit meluncurkan serangan mendadak, akhirnya Mo Fan memilih bersabar menunggu.
Hasilnya, Jiang Botao tidak bergerak.
Dalam situasi ini, jika Jiang Botao diam dan dia juga diam, yang akan dihukum karena bermain pasif adalah dirinya. Mo Fan sudah pernah mendapat pelajaran ini dan mengingatnya baik-baik.
Menghitung waktu dalam hati, melihat lawan benar-benar tidak bergerak, Mo Fan pasrah akhirnya mengambil tindakan.
Di balik stalaktit, Destroying Immortality mengintip diam-diam.
Jiang Botao terus berputar, sudut kamera yang awas segera mendeteksi kilatan logam dingin. Destroying Immortality telah melemparkan shuriken ke arahnya.
Wu Lang menggeser badan menghindar, melesat maju sambil mengayunkan Tian Lian. Jiang Botao tak berharap serangan pedang ini mengenai Destroying Immortality yang hanya menampakkan sebagian kecil tubuhnya, sehingga saat mengayunkan Tian Lian, pergelangan tangannya memutar menggunakan teknik Circular Wave Sword yang langsung melesat membentuk parabola ke balik stalaktit.
Destroying Immortality menyusutkan tubuhnya, melemparkan ninjato yang bergerak cepat naik-turun. Hanya dalam beberapa gerakan, ia telah memanjat setinggi beberapa meter dan berjongkok stabil di atas ninjato yang tertancap di stalaktit.
Dari sudut kamera Jiang Botao, gerakan Destroying Immortality sama sekali tak terlihat. Tapi dia tak membiarkan Wu Lang langsung menyerang - Soulblade bukanlah kelas jarak dekat.
Wu Lang bergerak lateral, berusaha memperlebar sudut kamera.
Dengan jarak sejauh ini, sudut kamera Wu Lang masih bisa menjangkau Destroying Immortality yang berada di posisi tinggi. Niat menyergap Mo Fan ini kini terlihat seperti lelucon, sama sekali mengabaikan ciri khas kelas lawan.
Tapi tak disangka, saat Wu Lang bergerak, Destroying Immortality pun ikut berpindah. Wu Lang membentuk sudut gerak ke satu sisi, sementara Destroying Immortality terus bersembunyi dengan berputar mengelilingi stalaktit.
Dia telah membaca langkah Jiang Botao!
Di area pemain Tim Xingxin di pinggir arena, Ye Xiu, Su Mucheng, dan lainnya menunjukkan senyuman lega.
Mo Fan semakin mirip atlet profesional sejati. Kemampuan menilai tujuan lawan dan meresponsnya ini adalah ciri khas logika profesional.
Meski berasal dari jalanan dengan ciri khas teknik yang masih menyisakan cap jelas, pola pikir, kesadaran, dan sikapnya semakin mencerminkan atlet profesional.
Dia semakin banyak menggunakan logika pertandingan alih-alih logika memulung yang dulu dikuasainya. Dengan transformasi pola pikir ini, secara bertahap dia akan menyesuaikan struktur tekniknya untuk lebih mengoptimalkan permainan kompetitif.
Ye Xiu semakin tak khawatir dengan prospek si pemalas ini. Meski tak suka berkomunikasi, bukan berarti dia menolak perubahan. Metode adaptasinya mungkin lebih lambat dan berliku dibimbing mentor, namun hasil akhirnya pasti yang paling cocok dan kuat baginya.
"Kelebihan jadi orang muda!" keluh Wei Chen melihat perkembangan Mo Fan. Andai ada kesempatan lagi, sekalipun harus berjuang lebih keras, pasti akan berusaha mencari terobosan.
Pertumbuhan memang melodi utama kaum muda!
