Musim ke-7, Sun Xiang yang baru pertama kali bertanding langsung menarik perhatian. Meski berada di tim lemah seperti Yueyun, performanya sangat luar biasa, menghancurkan Tembok Rookie, dan menyabet gelar Pemain Baru Terbaik dengan mudah.
Segala pujian seperti "jenius", "bintang harapan", berdatangan bagai gelombang, membuat Sun Xiang cepat larut dalam keangkuhan.
Banyak opini menyatakan, jika Sun Xiang tidak ditahan oleh timnya atau memiliki karakter legendaris level dewa, mungkin dia bisa meraih prestasi lebih gemilang di musim perdananya, bahkan menciptakan sejarah.
Sun Xiang sangat menyukai pendapat ini. Dia yakin bakatnya belum mencapai batas maksimum, dan layak mendapatkan ruang berkembang yang lebih luas.
Dia membutuhkan tim yang lebih unggul, sekaligus karakter top-tier.
One Autumn Leaf, Dewa Perang yang legendaris, tak diragukan lagi merupakan karakter paling ikonik dalam sejarah Glory. Ye Qiu, yang dijuluki "Ensiklopedia Hidup", juga merupakan Shen terhebat yang pernah ada di dunia Glory.
Tapi Sun Xiang tak acuh.
Dia tentu tahu kejayaan Ye Qiu di masa lalu. Namun sejak dirinya mulai terjun ke Glory, yang dilihatnya hanyalah performa Ye Qiu dan Jia Shi yang semakin merosot tiap tahun.
Maka ketika Jia Shi mengulurkan tangan di Musim ke-8, Sun Xiang nyaris histeris. Menurutnya, ini adalah jodoh yang ditakdirkan langit. Dia benar-benar membutuhkan tim dan karakter sekelas ini.
Dia datang ke Jia Shi, menggantikan Ye Qiu, mengambil alih One Autumn Leaf sang Dewa Perang.
Sun Xiang penuh keyakinan. Menurutnya era baru akan segera tiba. Dengan karakter dan tim elit ini, dia pasti akan melesat ke puncak.
Hasilnya di musim itu, Jia Shi tereliminasi.
Tak ada hasil yang lebih menyakitkan dari ini. Bahkan Yueyun di musim yang sama, yang sempat punya harapan menembus playoff saat Sun Xiang masih di tim, tidak sampai terpuruk ke level tereliminasi setelah kepergiannya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Dengan karir yang baru dua tahun, mustahil Sun Xiang sama sekali tidak panik.
Dirinya sudah punya karakter top, tim dengan kekuatan penantang juara, tapi hasil akhirnya malah tereliminasi? Pasti ada yang salah di suatu tempat. Apa karena kemampuannya kurang? Tidak! Tentu bukan alasan itu.
Saat itu, dalam hati Sun Xiang mulai muncul keraguan terhadap dirinya sendiri, namun ia tidak mau mempercayainya, tidak mau serius memikirkan masalah ini. Ia aktif menghindari kemungkinan tersebut.
Ia buru-buru ingin membuktikan diri, juga berpikir untuk cepat-cepat meninggalkan Jia Shi. Namun aksi cepat Tim Jia Shi setelah tereliminasi justru membuatnya akhirnya menaruh harapan pada tim ini.
Hasilnya di musim itu, di final Tantangan Rookie, Jia Shi kalah dari Xingxin. Ia kembali mengalami kekalahan.
Ia dikalahkan oleh Ye Xiu, orang yang pernah ia desak keluar dari Jia Shi hingga menjadi tidak memiliki apa-apa.
Karakter top? Xingxin tidak memilikinya.
Formasi megah? Xingxin juga tidak punya.
Ye Xiu hanya mengandalkan tim seperti ini mengalahkan Sun Xiang dan Jia Shi. Ini bukan sekadar kekalahan dalam satu pertandingan, bahkan bukan kekalahan satu musim penuh. Ini adalah penghancuran total terhadap nilai-nilai Glory yang diyakini Sun Xiang.
Dengan karakter top dan rekan setim yang kuat, dirinya bisa langsung melesat ke puncak.
Inilah yang selalu diyakini Sun Xiang.
Tapi Xingxin tidak memiliki semua itu. Pada akhirnya, Xingxin yang menang.
Dari Pemain Baru Terbaik hingga transfer ke klub elite papan atas, dalam satu setengah tahun singkat Sun Xiang telah mencapai puncak kehidupan gemilang yang tidak terwujud oleh banyak orang; Kemudian satu setengah tahun berikutnya, tereliminasi, kalah di Tantangan Rookie - kekalahan yang bahkan belum pernah dialami oleh banyak atlet profesional.
Tiga tahun, tiga tahun awal karir profesional Sun Xiang, pengalamannya bisa dibilang sangat beragam. Tapi ketika melihat ke belakang, dia menyadari bahwa dalam tiga tahun ini, bukan hanya panggung tertinggi final kejuaraan, bahkan jarak menuju playoff pun terasa begitu jauh.
Bukankah dirinya seorang jenius? Bukankah dia penuh bakat? Bukankah dia bintang masa depan?
Jia Shi bubar, Sun Xiang dan Yizhiyeqiu bersama-sama bergabung ke Lun Hui.
Dia masih mengendalikan karakter paling top, dikelilingi rekan setim yang lebih tangguh - pasukan elit yang mempertahankan gelar dua kali berturut-turut di era ini. Karirnya yang suram tiba-tiba mendapat kesempatan comeback, bahkan bisa dibilang naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Tapi kali ini Sun Xiang tak lagi memiliki kesombongan sok tahu seperti dulu. Dia mulai serius meninjau dirinya sendiri, mempelajari cara untuk menjadi lebih kuat dengan sungguh-sungguh.
Dia melakukannya dengan baik, berintegrasi cepat ke Tim Lun Hui tanpa memicu konflik internal seperti yang dikhawatirkan banyak kritikus terkait posisi inti. Kombinasi double satu-nya dengan Zhou Zekai (jarak dekat vs jarak jauh) akhirnya meraih gelar pasangan terbaik musim ini tanpa bisa dibantah.
Akhirnya dia menemukan mental yang tepat. Dalam perjalanan musim ini, dia kembali bertemu Xingxin, kembali berhadapan dengan Ye Xiu. Bahkan sekali lagi di final, mereka saling konfrontasi, sekarang malah diberikan map khusus bernama "Konfrontasi".
Sun Xiang ingin menang.
Dia ingin mengalahkan Xingxin, tapi lebih dari itu, dia ingin mengalahkan Ye Xiu.
Dia mengakui bahwa Ye Xiu dan Xingxin-lah yang membuatnya tersadar, tapi ini justru semakin membuatnya tak terbendung ingin mengalahkan mereka. Dia berharap menunjukkan pada Xingxin dan Ye Xiu bahwa dirinya bukan lagi Sun Xiang yang pernah mereka kalahkan.
Karena itu dia hati-hati, penuh kehati-hatian, tak membiarkan dirinya melakukan kesalahan apapun dalam duel ini. Semua demi kemenangan Tim Lun Hui, sekaligus membuktikan diri dengan kejam di depan orang-orang yang pernah mengalahkannya.
Tapi hasilnya tetap saja membuatnya terlihat dipermalukan.
Namun kali ini Sun Xiang tidak menyimpan dendam, tidak marah, tidak lagi seperti dulu yang hanya mencari penyebab di luar dirinya sendiri.
Saat-saat pertama dia mulai melakukan introspeksi, dan segera menyadari bahwa mungkin dia menggunakan metode yang salah.
Kehati-hatian, perlawanan psikologis, ini semua memang bukan spesialisasinya. Tapi demi membuktikan diri, dia memilih gaya bertarung yang tidak cocok untuknya.
Meski sangat ingin bisa mengatasi Ye Xiu dari semua aspek, kenyataannya setiap orang punya kelebihan masing-masing. Di bidang-bidang ini, mungkin dia memang tak punya bakat yang sesuai.
Seharusnya dia memilih gaya bertarung yang disukai dan dikuasainya. Karena di arena pertandingan yang dikejar adalah hasil pertarungan, bukan mengungguli! Yang perlu diungguli setiap orang hanyalah diri sendiri. Dengan melangkah mengikuti jejaknya sendiri, langkah demi langkah melampaui batas diri, barulah seseorang akan semakin kuat.
Ye Xiu, atau siapapun, bukanlah patokan untuk diungguli, tapi untuk Dikalahkan!
Dou Po Shan He!
Skill besar level 75 Battle Mage, ini adalah pilihan akhir Sun Xiang. Dalam situasi NPC yang tidak jelas sikapnya terhadap karakter pemain, dia tidak lagi berhati-hati, tidak lagi menganalisis detail-detail karena ini memang bukan keahliannya - dirinya mungkin memang tidak bisa menjadi pemain yang mengandalkan strategi rumit dalam bertanding.
Dengan inisiatif, dia menyerang NPC-npc itu. Energi sihir pertempuran dari skill Dou Po Shan He yang bergelora dari bawah tanah menghempas semua penghalang di depannya ke udara.
Para pengganggu ini, matilah semua!
Saat ini, momentum yang ditunjukkan Yizhiyeqiu persis seperti Dewa Perang era Ye Xiu dulu.
