Fajar menyingsing. Mentari pagi bagaikan kue bakar raksasa berwarna merah menyala yang dilempar ke angkasa.
Di bawah sinar matahari pagi yang merah menyala, Jingxin membuka matanya dengan setengah sadar. Lalu ia meraih matanya untuk mengusapnya, tak menyangka dirinya ternyata tertidur sambil berdiri menempel di pohon semalaman.
Jingxin menyeringai lalu menatap ke depan, kemudian pandangannya tertumbuk pada Gao Leihua yang masih tertidur pulas di depannya. Kilatan kelegaan terpantul dari mata biru safirnya. Saat bangun tadi, ia sempat khawatir Gao Leihua belum kembali. Kini melihatnya sudah di sini, dadanya pun lega. Senyuman indah merekah di sudut bibirnya. Tak disangkanya semalam ia tertidur berdiri, sementara si bego ini malah duduk berjaga sepanjang malam. Memandangi Gao Leihua yang tertidur dengan tangan menopang pipi, tiba-tiba timbul pikiran iseng di benaknya. Ia berjongkok di depan pria itu, lalu memetik sehelai rumput dari tanah...
“Hmm~~Jangan bergerak.” Gao Leihua yang sedang tidur nyenyak tiba-tiba merasakan hidungnya gatal, secara refleks ia melambaikan tangan sambil bergumam kesal. Namun gerakan tangannya ini membuat tangan yang menopang kepalanya selama tidur terlepas. Kepala Gao Leihua langsung terjatuh membuatnya seketika sadar.
“Hmm? Sudah pagi?” Gao Leihua mengusap matanya yang masih berkabut lalu membuka kelopaknya perlahan. Di hadapannya terlihat Jingxin sedang tersenyum sambil memegang sebatang rumput kecil yang digerak-gerakkan di hidungnya.
“Ha!?” Gao Leihua tak percaya menggosok matanya lagi! Benar! Orang yang terlihat iseng ini memang Jingxin! Tak disangka Jingxin yang membeku itu bisa menunjukkan ekspresi nakal seperti ini!
Melihat ekspresi Gao Leihua, Jingxin segera menyadari tingkahnya yang tak biasa. Dengan panik ia membuang rumput itu lalu memberikan senyuman tipis pada Gao Leihua.
"Selamat pagi, Jingxin." Gao Leihua menggaruk kepalanya, lalu menatap ke arah matahari pagi: "Eh! Sudah hampir lewat pukul enam?"
Jingxin tersenyum tipis ke arah Gao Leihua sambil menganggukkan kepala.
"Hah!" Gao Leihua berdiri dan menggeliat. Seketika terdengar suara plak-plak dari tubuhnya. Duduk tidur semalaman membuat tulang-tulangnya mati rasa.
"Nyaman!" Setelah menggeliat, Gao Leihua menghela napas pelan: "Ngomong-ngomong, setelah sarapan nanti aku mungkin harus pergi ke Lembah Arwah." Ia berkata pada Jingxin: "Tunggu aku kembali dengan kejutan!"
"?" Jingxin memandang Gao Leihua dengan curiga, lalu mengangguk.
"Sudah, kita sepakat begitu ya! Aku duluan siapin sarapan. Tak kusangka Gao Leihua seperti aku bisa ketiduran!" Tertawa terbahak, Gao Leihua segera berlari ke dapur...
……
Tepat pukul enam, seperti biasa setelah lari lima kilometer. Putri malang Yue Rui kembali terpaksa digendong di punggung Gao Leihua pulang ke rumah.
Setelah kembali ke rumah, tiga anak itu semuanya menatap tajam Gao Leihua.
“Huh? Ada apa? Kenapa terus-menerus menatapku?” Gao Leihua meraba wajah muda yang berubah ini. Tidak ada masalah, kan!
“Ayah!” Shajia tiba-tiba mengangkat kepala. Tanpa disadari, ia menghilangkan kata 'susu' itu. “Apakah kau yang membunuh Pangeran Pilasen?”
Begitu Shajia selesai bicara, ketiga anak itu serentak memandang Gao Leihua. Tadi, saat pergi lari pagi, kabar tentang Pangeran Pilasen yang mati mengenaskan di aula sudah tersebar luas. Refleks, ketiga anak ini langsung terpikir pada Gao Leihua.
“Ehem!” Gao Leihua menggaruk kepalanya, lalu berkata dengan sangat serius pada tiga anak itu: “Nasi boleh sembarangan makan, tapi omongan jangan sembarangan! Kalian ngomong gini nggak bener! Meski kemarin aku sempat jenguk Pangeran Pilasen, tapi kematiannya nggak ada hubungannya denganku! Sebentar lagi, Wakil Kepala Robinhan yang akan tanggung hukuman ini! Jadi, Pangeran Pila-shen yang mati itu sama sekali nggak ada kaitannya denganku!”
“Ehem~~” Tiga anak itu serentak mengeluarkan erangan kesal. Tepat! Pasti Gao Leihua yang mengantarkan Pilasen ke alam baka buat ngobrol ngalor-ngidul dengan Dewa Cahaya! Tapi secara nominal, hukuman emang nggak bakal nyambung ke Gao Leihua!
……
Kabar kematian mulia Pangeran Pilasen di hadapan Dewa Cahaya dengan cepat menyebar ke seluruh ibukota, membuat suasana kota jadi mencekam! Tapi tak lama, kabar lain bergulir lebih kencang ke seluruh negeri!
Setelah matahari pagi meninggi, Wakil Direktur Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter Robinhan menggelar konferensi pers sementara di ibukota. Dalam perjamuan tersebut, Wakil Direktur Robinhan dengan ekspresi penuh penyesalan menyatakan sikap resmi terkait "kematian tak disengaja" Pangeran Pilasen.
Berikut pidato memalukan Pendekar Pedang Suci Angin Robinhan dalam konferensi pers: "Hah! Rekan-rekan, Nona-nona! Selamat pagi! Saya Robinhan sang Pendekar Pedang Suci Angin. Pertemuan ini saya adakan untuk menyampaikan sikap resmi kepada warga ibukota! Terkait kematian elit Kekaisaran kita Pangeran Pilasen, dengan pasrah saya menerima tanggung jawab. Hal ini sangat serius! Seperti diketahui semua, si sialan ini nekat membawa pasukan untuk mencari masalah di wilayah saya. Sebagai wakil direktur akademi, tentu saya wajib memberikan pelajaran. Bukankah begitu?"
Dari kerumunan penggemar Robinhan terdengar seruan dukungan menggema.
Robinhan dengan puas melanjutkan: "Jadi, aku memberinya satu tebasan pedang sebagai kenang-kenangan. Cuma tak kusangka, semakin tua semakin kaku tangan dan kakiku! Tak sengaja, saat hendak memberinya luka peringatan, tanganku bergetar membuat irisan ini terlalu dalam! Maka, atas kematian Pangeran Pilasen ini, aku bertanggung jawab penuh."
"Yang Mulia Robinhan jujur dan baik hati, bijaksana serta perkasa!" Teriakan penggemar di bawah panggung sudah membentuk gelombang euforia. Sungguh idolaku yang sempurna, berani memikul kesalahan! Citra Robinhan di mata warga ibukota mulai melesat!
"Karenanya, demi menebus rasa malu atas kematian Pangeran Pilasen, aku memutuskan untuk mengampuni dosa besarnya menghina Institut Seni Beladiri Sihir Saint Peter!" Robinhan memeragakan ekspresi penuh welas asih.
"Yang Mulia Robinhan penuh kasih sayang!!" Para penggemar di bawah panggung tersentuh hingga menitikkan air mata, kepercayaan buta mereka pada sang idola tak tergoyahkan!
Beberapa bajingan dari Kekaisaran Cahaya hanya bisa tersenyum getir mendengar pernyataan Robinhan. Usia terlalu tua? Potongan terlalu dalam? Tak sengaja menghabisi Pangeran Pilasen? Pertama, kondisi Robinhan saat ini jelas masih segar bugar dan penuh energi. Sebagai Pendekar Pedang Suci, mustahil dia kehilangan akurasi sekalipun sudah sepuh!
Poin terpenting: mayat Pangeran Pilasen jelas menunjukkan tanda-tanda sihir petir. Ditambah kesaksian prajurit rendahan yang selamat dari kediaman pangeran tentang adegan kemarin malam, Kekaisaran Cahaya kini menyimpulkan bahwa pangeran tersebut telah diantar menemui Dewa Cahaya oleh seseorang yang terkait dengan kedua Dekan akademi.
Tapi ketika Pendekar Pedang Suci Angin sendiri mengaku telah tak sengaja menebas pangeran itu semalam? Kekaisaran Cahaya tidak bisa berkomentar banyak, sebaliknya harus bekerja sama menutupi penyebab kematian sebenarnya Pangeran Pilasen sesuai skenario Robinhan!
Selain itu, apa lagi yang bisa dilakukan Kekaisaran Cahaya? Pendekar Pedang Angin bilang dia tak sengaja membunuh Pilasen, lalu apa? Masih berani menangkapnya? Apalagi faktanya Pilasen-lah yang berlebihan membawa pasukan masuk ke Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter untuk mencari masalah. Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter bahkan tidak sampai bermusuhan dengan Kekaisaran Cahaya, ini sudah sangat baik!
Poin penting terakhir: meskipun Pilasen berstatus pangeran, sikap arogannya membuatnya tidak populer di jajaran atas Kekaisaran Cahaya. Tak ada yang mau membelanya dalam kasus ini.
Akhirnya, dengan upaya sengaja dari kedua belah pihak - Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter dan Kekaisaran Cahaya - kasus ini pun menguap begitu saja. Seluruh ibukota Kekaisaran Cahaya kembali tenang...
