"Sakit?" Jari-jari Gao Leihua mengusap lembut pergelangan tangan putih Jingxin. Melihat lima bekas jari yang mengerikan ini, dendamnya terhadap Putra Mahkota Kekaisaran Cahaya semakin mendalam. Kini, Gao Leihua sedang merancang cara membuat Ifa mati dengan lebih menyedihkan.
Setelah tangan kecilnya digenggam Gao Leihua, wajah Jingxin langsung memerah seluruhnya.
"Sakit?" Gao Leihua mengusap perlahan pergelangan tangan Jingxin sambil bertanya pelan.
Jingxin menatap Gao Leihua sejenak, lalu mengangguk perlahan.
"Tahan sebentar, akan segera selesai." Gao Leihua memandangi bekas jari kemerahan itu dengan perih, kemudian mengulurkan tangan dan memasukkan kekuatan petir yang mengalir perlahan ke tangan Jingxin untuk meredakan lima garis menyilaukan itu.
Jingxin merasakan energi hangat mengalir dari tangan Gao Leihua, menciptakan sensasi nyaman di pergelangan kanannya. Di bawah pengaruh kekuatan hangat ini, lima garis merah itu menghilang dengan kecepatan yang terlihat mata telanjang...
Saat ini, Jingxin diam-diam mengangkat kepalanya dan melirik Gao Leihua yang sedang memberinya terapi. Melihat pria kuat itu begitu panik hanya karena lima bekas jari di tangannya, sudut bibir Jingxin menunjukkan secercah senyum indah. Entah mengapa, menyaksikan pria perkasa ini begitu khawatir untuk luka kecilnya, hati Jingxin dipenuhi perasaan bahagia? Kebahagiaan? Atau sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, yang pasti dia sangat menyukai perasaan ini.
Di bawah pengaruh energi hangat Gao Leihua, bekas merah di tangan Jingxin segera menghilang. Dengan gerakan lembut, dia menepuk tangan Gao Leihua sebagai isyarat bahwa lukanya sudah tidak masalah.
"Heh." Gao Leihua tersenyum ringan, namun tangannya masih erat menggenggam tangan kecil Jingxin tanpa melepaskannya.
Memandang Gao Leihua di hadapannya, kilatan kelembutan muncul di mata Jingxin. Namun saat pandangannya menyentuh rambut putih Gao Leihua, perasaan berat tiba-tiba menyergap hatinya. Beberapa hari sebelumnya, dia masih jelas mengingat ramhitam legam yang seharusnya menjadi warna asli rambutnya, namun kini telah berubah putih bak salju.
Tanpa sadar, tangan Jingxin meraih helai-helai putih menyilaukan itu. Jari-jarinya yang lentik dengan lembut mengurai rambut perak Gao Leihua, seolah mencoba memahami setiap perubahan yang terjadi.
"Heh." Gao Leihua tersenyum tipis sambil menggenggam lembut tangan Jingxin. "Aku baik-baik saja, jangan kau khawatir. Ini cuma perubahan warna rambut biasa..."
"Hmm." Dengusan halus keluar dari bibir Jingxin. Meski hanya suara sederhana, ini merupakan respons vokal pertama yang pernah dia berikan sejak mengenal Gao Leihua!
*Krak!* Gao Leihua tertegun seketika, sensasi kebahagiaan tak terduga menyambar dadanya. Jingxin bersuara! Wanita pendiam itu benar-benar mengeluarkan suara...
"Mama!" Tepat ketika Gao Leihua masih terbenam dalam kebahagiaan mendengar suara Jingxin, suara jernih Yue Rui di pintu masuk mengganggu kehangatan mereka berdua.
Begitu mendengar suara Yue Rui, tangan kecil Jingxin secepat kilat menarik diri dari genggaman Gao Leihua. Matanya penuh rasa bersalah menatap ke arah pintu masuk.
Di ambang pintu, Yue Rui yang kakinya terluka menyeringai nakal melihat Gao Leihua dan Jingxin. Di sampingnya berdiri Tetua Agung arwah yang sedang menggendong bayi, serta Charlie yang gagah bagai menara besi.
"Gadis kecil menyebalkan ini," Gao Leihua menggeretakkan giginya ke arah Yue Rui. Baru saja ini pertama kalinya ia bisa berduaan dengan Jingxin, tapi semua dihancurkan oleh si gadis ini.
Jingxin menatap Yue Rui lalu tersenyum lega. Beberapa hari ini, sejak Gao Leihua dan Yue Rui menghilang bersama-sama, kekhawatiran terus menghantuinya. Kini melihat keduanya kembali dengan selamat, Jingxin pun menarik napas lega.
Dengan berat hati, Gao Leihua melepas genggaman tangan kecil Jingxin. Ia menghampiri Yue Rui di pintu masuk: "Ayo, Nak, biar Ayah gendong kau masuk."
"Hehe, maaf ya Ayah~ Tak sengaja mengganggu 'kehangatan' Ayah dan Mama~" Yue Rui merangkak naik ke punggung Gao Leihua sambil menyeringai nakal.
"Dasar kau ini." Gao Leihua menggeleng antara jengkel dan geli. Ia melambai ke Rhein·Charlie dan Tetua Agung Arwah, memberi isyarat agar mereka mengikutinya masuk.
Setiba di hadapan Jingxin bersama kedua tamu itu, Gao Leihua mulai memperkenalkan: "Ini adalah Tetua Agung Arwah dan Charlie."
“Ayo, Jingxin, biar aku perkenalkan.” Gao Leihua menggandeng Tetua Arwah dan Rhein·Charlie menghadap Jingxin: “Ini Rhein·Charlie, dan ini Tetua Agung Suku Arwah. Hmm, yang di pelukannya ini adalah putri baruku, namanya Bayi.”
Kemudian Gao Leihua menunjuk Jingxin kepada kedua tamu: “Ini Jingxin, ibu kandung Yue Rui. Dia memang tak banyak bicara, hehe.”
Jingxin mengamati ketiga orang itu sambil mengangguk pelan-pelan, lalu memberikan senyuman tipis.
Krak! Charlie dan Tetua Arwah tertegun sejenak. Senyuman mengguncang kota! Sekali lagi tersenyum bisa menggoyang negara!
Meski Rhein·Charlie dan Tetua Arwah telah mengalami banyak hal, mereka tetap terpana oleh pesona senyum Jingxin. Keduanya yang telah hidup selama tak terhitung tahun ini sebenarnya pernah melihat wanita lebih cantik dari Jingxin.
"Tapi saat Jingxin tersenyum, seketika perempuan secantik apapun tidak mampu menyaingi senyuman Jingxin! Senyuman Jingxin bagaikan memiliki daya magis. Membuat siapa pun yang melihatnya terbuai dalam keindahannya! Ini juga salah satu alasan mengapa Gao Leihua selalu mencari cara agar Jingxin mau tersenyum."
"Namun mungkin ini juga terkait dengan jarangnya Jingxin tersenyum. Karena langka, senyuman tulusnya menjadi semakin berharga dan mempesona. Tentu yang dimaksud di sini bukan senyuman formal ala mesin, melainkan senyuman tulus dari hati Jingxin yang mampu memesona seluruh kota dan negara."
"Wah, Saudara Gao Leihua. Senyuman adik iparmu sungguh memikat. Bahkan orang kasar sepertiku pun tersedot perhatiannya." Charlie menggaruk kepala dengan malu, menyadari tidak pantasnya memperhatikan istri orang lain dengan terpana begitu tiba di rumah mereka.
“Hm, harus diakui, Nona Jingxin memang terlihat sangat cantik saat tersenyum. Sejujurnya, bahkan Dewi Arwah Penasaran kami pun akan meredup di bawah senyuman Nona Jingxin.” Tetua Agung Arwah tak kuasa menghela nafas. Para arwah memang tidak memperhatikan penampilan wajah, jadi sikapnya terhadap kecantikan Dewi Arwah juga tidak terlalu serius.
“Hehe.” Gao Leihua saat ini bingung harus merespons perkataan kedua tetua itu, hanya bisa terus-terusan tersenyum kecut.
Jingxin menepuk-nepuk punggung Gao Leihua dengan lembut, lalu mengambil Yue Rui dari punggungnya. Terhadap panggilan "adik ipar" dari Charlie, Jingxin tidak memberikan reaksi apapun. Seolah-olah diam-diam mengakui sebutan itu. Hal ini membuat Gao Leihua tersenyum-senyum kecil dalam hati.
“Ayah, aku lapar.” Setelah Yue Rui turun dari punggung Gao Leihua, Jingxin segera menangani kaki terkilir putrinya.
“Saat berada di lembah arwah-arwah dulu, Yue Rui sampai mati pun tidak mengizinkan Gao Leihua memberinya terapi. Semua itu demi mendapatkan kesempatan menempel di punggung Gao Leihua. Jadi Gao Leihua pun tidak melakukan pengobatan apa-apa, lagipula cuma keseleo, bukan masalah besar.”
“Baiklah, untuk merayakan kepulangan kita, malam ini aku akan memasak pesta besar. Tapi...” Gao Leihua tersenyum, lalu menoleh ke arah kelompok Pangeran Ifa: “Tapi, aku tidak punya persediaan untuk ‘tamu-tamu’ ini. Hei kalian, masih betah berlama-lama di sini? Cuaca sudah mulai gelap, seharusnya kalian segera pergi.”
“Aku, kami pergi!” Ifa menggigit gigi, ditopang beberapa prajurit berjalan menuju pintu besar. Sebelum pergi, dia melontarkan tatapan penuh kebencian ke Gao Leihua. Hari ini rasa malunya sudah sampai ubun-ubun! Suatu hari nanti, aku akan membuatmu menyesal! Ifa bergumam dalam hati. Kemudian memberi komando pada pasukannya untuk kembali ke istana.
Di bawah perintah Pangeran Ifa, seluruh pasukan prajurit mulai mundur ke arah pintu gerbang.
Beberapa prajurit yang tidak terluka mengangkat rekan mereka yang terluka akibat gelombang kejut tendangan Gao Leihua, lalu berjalan sunyi menuju pintu masuk.
"Hehe, melihat mereka kesulitan berjalan, biar kuantarkan mereka keluar." Gao Leihua tersenyum licik sebelum menyusul dari belakang.
Melihat Gao Leihua mengejar lagi, Ifa terkejut dalam hati namun berpura-pura tak gentar: "Apa lagi rencanamu?"
"Tak ada. Hanya pesan khusus sebelum kepergianmu." Gao Leihua mendekatkan bibirnya ke telinga Pangeran Ifa, berbisik pelan: "Jangan coba-coba mengusikku, pangeran tercinta." Senyum jahat mengembang di sudut bibirnya, namun sorot matanya memancarkan dingin membekukan: "Karena kebiasaanku adalah menghabisi masalah sejak dalam buaian. Jangan uji kata-kataku. Risikonya melebihi kemampuanmu."
"Kau... ingin membunuhku?" Pangeran Ifa mengatupkan gigi hingga berbunyi.
“Oh, kesayanganku Pangeran Ifa.” Gao Leihua menyunggingkan senyum jahat: “Asalkan kau tidak punya niat mencari masalah denganku, untuk sementara kau masih aman. Namun, jika kau nekat mengganggu, jangan salahkan aku yang akan mengakhiri nyawamu lebih cepat! Karena aku benci masalah, lebih suka menghabisi gangguan sejak dalam buaian!”
“Kau!” Jari Pangeran Ifa gemetar menunjuk Gao Leihua. Ucapan serupa pernah dia dengar sebelumnya! Saat Pangeran Bielasen mengusik Gao Leihua dulu, pria itu juga mengucapkan kata-kata sama di akademi!
“Pergilah. Hari ini kepalamu masih kubiarkan melekat di leher. Jangan coba memancing amarahku.” Gao Leihua menepuk bahu Pangeran Ifa dengan keras: “Sebab, aku khawatir akan tak sengaja... menghancurkanmu, berikut seluruh kerajaanmu!”
"Kau!" Pangeran Ifa mengatupkan gigi, berkata "kau" berulang kali namun tak bisa melanjutkan. Akhirnya ia melirik Gao Leihua dengan pandangan benci sebelum pergi bersama prajurit yang terluka parah.
Hehe. Gao Leihua mengangkat tangan kanannya, memandang kilat di ujung jarinya dengan senyum. Tadi, saat menepuk bahu Ifa, ia telah menempatkan sehelai kilat dalam tubuh sang pangeran. Kilat ini ibarat bom kendali jarak jauh, siap meledak kapan saja sesuai kehendaknya!
Melepaskan Ifa sebenarnya bukan keinginan Gao Leihua, tapi terpaksa karena belum bisa membunuhnya sekarang. Meski begitu, Leihua harus memastikan ancaman potensial tetap berada dalam kendalinya, siap dihancurkan sewaktu-waktu.
Namun jika Pangeran Ifa tiba-tiba mati mendadak, mungkin akan timbul masalah besar yang berpotensi menyangkut Jingxin.
Tampaknya harus memberikan cara mati yang layak untuknya, dalam benak Gao Leihua muncul sosok pangeran lain dari Kekaisaran Cahaya——Pangeran Yi Wan, si pangeran arogan itu.
Jika tidak mati mendadak, misalnya tewas di tangan saudaranya Yi Wan karena perebutan takhta, maka hal itu tidak akan membawa masalah bagi Gao Leihua.
Mungkin, dirinya harus membantu Pangeran Yi Wan yang arogan itu, menyuruhnya menghabisi Pangeran Ifa untuk merebut takhta Kekaisaran Cahaya? Gao Leihua berpikir dengan tenang...
