“Transaksi apa?” Wu Tian memandangi Gao Leihua dengan bingung.
“Berikan padaku daftar nama semua pejuang tingkat kesucian dari Kuil Cahaya.” Gao Leihua menatap Wu Tian dengan senyum jahat.
“Daftar pejuang tingkat kesucian?” Wu Tian menghela napas getir: “Tuan Gao Leihua, menurutmu mudahkah mencapai tingkat kesucian? Kuil Cahaya hanya memiliki tiga pejuang tingkat kesucian. Dua di antaranya sudah kau habisi, dan satu-satunya yang tersisa adalah Yang Mulia Paus saat ini.”
“Begitu rupanya.” Gao Leihua mengangkat bahu: “Kalau begitu, berikan saja daftar nama beberapa tetua di Kuil Cahaya!”
“Untuk apa kau meminta daftar nama?” Wu Tian bertanya dengan penuh kewaspadaan.
“Untuk membunuh!” Gao Leihua menjawab tanpa keraguan.
“Lalu mengapa harus kuberikan padamu?” Suara Wu Tian sedikit meninggi: “Menurutmu aku ini orang macam apa!”
"Jangan marah, Yang Mulia Uskup Agung Wu Tian." Gao Leihua tersenyum dingin: "Tidak ada orang dari Kuil Cahaya di sini, juga tidak ada pengikutnya. Makna perkataanku sudah kau pahami sepenuhnya. Kau pernah bilang beberapa si tua di Kuil Cahaya meremehkanmu yang masih muda. Seolah mereka mendorongmu keluar. Kalau begitu, beri tahu aku nama dan dokumen para tua itu yang berpengaruh besar terhadap Kuil Cahaya sekaligus membencimu. Aku akan membuat mereka 'tidur' dengan tenang sambil mengobrol dengan Dewa Cahaya! Yang kulakukan adalah menghabisi beberapa orang yang cukup membuat Kuil Cahaya terkejut, sementara tugasmu hanya bekerja sama denganku untuk membunuh lawan politikmu dengan mudah."
"Ini! Ini mustahil!" Wu Tian mengatupkan giginya: "Hal seperti ini tak bisa kulakukan!"
“Wu Tian, kau ini orang pintar.” Gao Leihua tersenyum dingin: “Asalkan aku berhasil membunuh diam-diam para tua-tua ini, ditambah kematian dua tingkat kesucian di Kuil Cahaya. Kau bisa memanfaatkan hal-hal ini untuk menyerang Paus yang sedang menjabat! Karena kesalahan keputusannya, Kuil Cahaya kehilangan dua tingkat kesucian dan banyak tetua! Wibawa Paus akan cepat terkikis, bahkan mencapai titik terendah. Saat itu, Kuil Cahaya akan dipimpin generasi muda sepertimu. Ini hanya transaksi, transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak.”
“Ini..” Wu Tian merasa keyakinannya mulai goyah! Perkataan Gao Leihua terlalu menggoda, ini jelas-jelas godaan iblis!
“Aku beri waktu sampai sore hari untuk pertimbangan!” kata Gao Leihua: “Karena malam ini, aku akan bertindak. Jika sebelum malam kau belum bisa memutuskan, maaf, aku akan melakukan pembantaian besar-besaran di Kuil Cahaya!”
“Kau! Pembantaian! Tidak, kau tidak boleh melakukan ini! Banyak orang tak bersalah di Kuil Cahaya!” Wu Tian meneriakkan dengan keras.
“Sialan!” Gao Leihua mengumpat dengan keras: “Persetan dengan tak bersalah! Jika pengikut Kuil Cahaya tak bersalah, apakah putriku juga tak bersalah? Putriku tidur lelap, kalian dari Kuil Cahaya berani mengganggunya!!” Kemarahan yang terpendam Gao Leihua akhirnya meledak: “Jangan lagi bicara tentang ketidaksalahan Kuil Cahaya! Antara membunuh semua orang di Kuil Cahaya atau beberapa tetua tua, ini keputusanmu!”
Wu Tian menghela nafas: “Baik, beri aku waktu untuk mempertimbangkan.”
“Ingat, kau hanya punya waktu sampai sore.” Gao Leihua tersenyum sinis dan berbalik menuju dalam rumah. Tetua Arwah dan Charlie di sampingnya dengan kompak mendengus dingin, mengikuti langkah Gao Leihua ke dalam.
“Aku tahu.” Wu Tian menjawab lemah. Seketika, siluet samar Wu Tian seolah menua puluhan tahun.
“Ada satu hal lagi.” Suara Gao Leihua kembali terdengar: “Aku ingin bertanya, berapa banyak santa wanita yang ada di Kuil Cahaya?”
“Hanya satu, yang sudah kau lihat pagi tadi.” Pastor Wu Tian menjawab dengan suara datar.
“Tuan Gao Leihua, Bixi adalah anak yang baik hati. Tolong jangan melukainya.” Pastor Wu Tian berteriak dari luar ruangan.
"Hanya ada satu ya. Tenang, gadis kecil ini memang baik hati, aku tak akan melukai gadis ini." Gao Leihua tersenyum licik lalu berbalik menuju dalam rumah, sambil berjalan dia bergumam pelan: "Sialan, kalau orang-orang Kuil Cahaya berani menyentuh putriku, maka aku akan menculik santa wanita kalian! Sialan, kalian menculik putriku, aku culik santa wanita kalian. Kebetulan memberi alasan untuk menangkap santa kecil ini dan melatih ikatan emosi dengan Shajia. Tapi apakah cara paksa seperti ini akan membuatnya jengah pada Shajia? Sudahlah, tak usah dipikirkan, tangkap dulu! Kalau mereka sama sekali tak punya kesempatan bersama, mustahil bisa timbul perasaan! Aku sedang menciptakan kesempatan berduaan untuk Shajia dan gadis kecil ini!"
Setelah memasuki ruangan, Gao Leihua dengan lembut meletakkan Bayi di ranjang. Kemudian menempatkan Slime Emas Qiuqiu di sampingnya. Slime Emas ini juga sudah kelelahan usai perang ini, saat ini juga telah tertidur.
“Sore ini, aku masih harus kembali ke sekolah. Pertemuan wali di siang hari tidak bisa tanpa kehadiranku.” Gao Leihua tersenyum pada Tetua Agung dan Charlie: “Sekarang, urusan Bayi kupercayakan pada kalian berdua. Dengan keberadaan kalian berdua, keamanan Bayi seharusnya tak bermasalah.”
“Tenang saja!” Charlie menepuk dadanya: “Selama ada aku, sehelai bulu pun tak akan rontok dari Bayi!”
“Bagus kalau begitu.” Gao Leihua tertawa: “Jingxin dan yang lainnya masih menungguku di akademi. Selain itu, ada urusan yang harus kuselesaikan dengan Rektor Solopard, Ahli Sihir Suci Elemen Petir.” Gao Leihua teringat pada "versi magis" penerima sinyal tersebut. Perangkat yang dipersiapkan untuk keamanan anak-anak ini.
Setelah kejadian dengan Bayi, Gao Leihua semakin bertekad untuk memproduksi "penerima magis" ini! Tidak semua anak memiliki kekuatan Dewa Petir yang bisa dijadikan penanda!
……
Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter.
“Mama, pertemuan wali sore ini hampir dimulai. Kenapa Ayah belum datang juga?” Shajia mulai panik.
Di sampingnya, santa wanita Bilisi tersenyum: "Pertemuan wali baru saja dimulai, kau tak perlu gugup. Mungkin ayahmu sedang dalam perjalanan ke sini?"
"Kuharap begitu. Aneh sekali, Ayah biasanya sangat patuh waktu. Tak disangka hari ini dia terlambat." Shajia menggerutu dengan nada kesal, lalu menoleh ke Bilisi di sebelahnya.
Saat tengah hari, setelah Gao Leihua keluar, Yang Mulia Uskup Agung Wu Tian juga ikut pergi. Santa wanita Bilisi yang awalnya mencari uskup agung itu terpaksa menunggu bersama keluarga penuh konsentrasi sampai Uskup Wu Tian dan Gao Leihua kembali.
"Oh, selamat sore, anak-anak. Apakah kalian sedang membicarakanku tadi?" Persis ketika Shajia menyebut nama Gao Leihua, pria itu muncul tiba-tiba seperti hantu di depan Shajia dan Bilisi.
"Ayah, akhirnya kau kembali." Shajia menyapa: "Tapi kau sudah terlambat."
"Hehe, maaf ya! Tadi aku tersesat di jalan hidup, jadi agak sedikit terlambat." Gao Leihua tersenyum licik tanpa sedikitpun rasa malu atas keterlambatannya.
Hm! Tiga anak di samping Jingxin mengeluarkan beberapa garis hitam di dahinya.
Gao Leihua menepuk-nepuk bahu Shajia dengan santai sambil tertawa, lalu berpaling ke Jingxin: "Bagaimana? Apakah rapat wali sudah lama dimulai?"
Jingxin menggelengkan kepala perlahan, lalu mengulurkan tangan rampingnya menepuk tempat duduk di sebelahnya yang memang disiapkan untuk Gao Leihua.
"Ha!" Gao Leihua tertawa dan duduk di sebelah Jingxin: "Berarti baru saja mulai dong?"
Jingxin mengangguk ringan, tiba-tiba bola mata birunya menatap tajam wajah Gao Leihua.
"Hmm? Ada apa?" Gao Leihua memandang mata Jingxin dengan bingung.
Jingxin kembali menggelengkan kepala pelan, lalu meletakkan tangan halusnya di pipi Gao Leihua.
“Ada apa?” Gao Leihua bertanya dengan bingung.
Jingxin menepuk Gao Leihua, memberi isyarat agar Jangan bergerak. Kemudian mengulurkan tangan rampingnya, mengusap lembut pipi Gao Leihua. Lalu memperlihatkan telapak tangannya di hadapan Gao Leihua. Di tangan Jingxin terlihat jejak hitam.
Gao Leihua menggaruk kepala sambil tersenyum, beberapa titik hitam ini mungkin terbakar saat berada di "wilayah api".
Jingxin memperlihatkan senyuman indah pada Gao Leihua, lalu menyerahkan Xiao Jin Sha'er yang ada di pelukannya.
"Waah, senyuman Nona Jingxin sungguh sangat indah!" Santa wanita Bilisi di samping menghela nafas kagum. Senyuman Jingxin adalah yang tercantik pernah ia lihat!
"Hehe, Ibu aku cantik kan!" Shajia tertawa, lalu segera menambahkan pada Bilisi: "Tapi senyuman Bilisi juga tak kalah indah. Jika kau tersenyum, takkan kalah dari Ibu!"
“Bum！” Gao Leihua tersedak. Sialan Shajia ini, Gao Leihua menepuk kepala Shajia. Namun pujian Shajia benar-benar efektif, dari senyum tipis di wajah Santa Wanita Bilisi terlihat betapa sempurnanya pantulan pujian Shajia ini.
"Ayah, pertemuan wali resmi dimulai." Yue Rui menepuk Gao Leihua.
Gao Leihua menganggukkan kepala, lalu menengadah ke depan.
Di bawah pandangan semua orang, seorang pendekar tua berpenampilan agak menua puluhan tahun naik ke panggung. Sejujurnya pertemuan wali sangat membosankan! Pertemuan wali Yue Rui pagi ini sama persis dengan pertemuan wali di Bumi. Rumit tanpa makna praktis, hampir membuat Gao Leihua tertidur.
Pendekar tua ini tidak banyak bicara setelah naik panggung. Setelah pembukaan dengan beberapa kalimat sederhana, langsung membahas hal utama tentang siswa selama di akademi, serta cara seharusnya siswa menggunakan Pedang Suci dan energi tempur.
“Ah, Bagaimana bisa dia lagi-lagi, Aduh.” Melihat mentor pendekar yang terlihat menua itu, Shajia mengeluh dengan nada kesal.
Bahkan Yue Rui dan Yue Shi di samping menunjukkan ekspresi ketidaksabaran.
Tapi hanya Gao Leihua yang menyimak pidato pendekar tua ini dengan serius, menganalisis perbedaan antara ilmu pedang dunia ini dengan teknik pedang di Bumi. Dari uraian sang pendekar tua, Gao Leihua menyadari pemahaman sang guru tua terhadap ilmu pedang telah mencapai tingkat master! Meski menguasai banyak jurus andalan seni bela diri kuno, Gao Leihua tak pernah mengajari anak-anak satu jurus pun terutama karena ketidaktahuannya akan gaya dan level ilmu pedang dunia ini.
Walau teknik kuno sangat kuat, Gao Leihua tidak yakin apakah teknik tersebut cocok untuk dipelajari Shajia dan yang lain.
Saat ini, setelah mendengar pemahaman si tua ini tentang ilmu pedang dunia ini, Gao Leihua langsung merasa sangat bersemangat! Sekaligus cepat-cepat memahami pandangan ilmu pedang si tua untuk mempersiapkan pelatihan intensif bagi Shajia dan yang lain.
Namun tepat ketika Gao Leihua merasa si tua ini benar-benar seorang master, terdengar suara kesal Shajia. Gao Leihua menoleh dan bertanya: "Ada apa, Shajia?" Tak hanya Shajia, bahkan Yue Rui dan Yue Shi juga menunjukkan ekspresi tak sabar.
"Si tua ini, setiap kali cuma ngomongin teori doang. Terlihat penjelasannya terstruktur, tapi siapa di akademi yang nggak tahu kalau dia cuma pendekar tingkat dua! Nggak tahu gimana caranya dia bisa jadi mentor Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter!" Shajia meremehkan pendekar tua ini. Tak hanya Shajia, seluruh siswa divisi bela diri sepertinya juga merendahkan mentor tingkat dua ini.
Gao Leihua mengerutkan alis, memandang Yue Shi dan Yue Rui. Ternyata dia dan dia juga menunjukkan ekspresi yang sama.
"Anak-anak." Gao Leihua menghela napas pelan, nada suaranya menjadi serius: "Nak, prinsip hidup itu harus belajar menghormati orang lain."
Mendengar nada serius Gao Leihua, ketiga anak itu segera menghentikan ekspresi menyeringai nakal mereka.
Bahkan santa wanita Bilisi di samping pun melirik ke arah Gao Leihua dengan tatapan curiga.
"Sepertinya, selama hari-hariku di sini, pendidikan di beberapa aspek untuk kalian masih kurang." Senyum getir menguar di wajah Gao Leihua. Dua bulan di dunia lain ini telah dipenuhi berbagai hal kacau, hingga pendidikan dasar untuk anak-anak pun belum terselesaikan.
"Di kampung halamanku, ada prinsip dasar bernama sopan santun." Suara Gao Leihua melunak, toh ini kesalahan dirinya yang tak sempat mengajarkan: "Sebagai siswa, kalian harus menunjukkan penghormatan yang layak pada seorang mentor. Bahkan terhadap mentor yang levelnya sudah takkan menyamaimu." Gao Leihua berhenti sejenak sebelum melanjutkan: "Tentu saja, bajingan bernama Bianse yang sebelumnya konflik dengan Shajia itu terkecuali. Barang semacam itu tak pantas disebut sebagai guru."
“Untuk seorang mentor, selama dia bukan tipe mentor seperti Bianse ini. Maka sebagai murid, kalian harus memberikan penghormatan yang cukup padanya.” Gao Leihua mengelus lembut kepala Yue Rui: “Sopan santun adalah dasar kemanusiaan. Ingat, di tempat kami ada pepatah: Satu hari menjadi guru, seumur hidup menjadi ayah.”
“Anak-anak, dalam hidup harus belajar menghormati orang lain. Hanya dengan menghormati orang, barulah orang akan menghormatimu dengan setara.” Gao Leihua melanjutkan: “Begitu pula, jika ingin mendapatkan penghormatan orang, kau harus memberikan penghormatan yang setara.”
“Ayah. Sepertinya aku mulai sedikit mengerti.” Shajia menjawab dengan serius. Yue Rui dan Yue Shi juga menganggukkan kepala dengan mantap: “Apapun keadaannya, selama dia bukan bajingan seperti Bianse itu, kami harus menghormatinya ya?”
“Bisa dipahami seperti itu.” Gao Leihua tersenyum, bagaimanapun hal-hal ini tidak bisa dijelaskan secara instan: "Dulu aku belum sempat mengajarkan hal-hal paling mendasar ini padamu, itu kelalaianku." Bisiknya pelan: "Lain kali, aku akan lebih memperhatikan pendidikan aspek ini untuk kalian. Aku sangat menyayangi kalian, sama sekali tidak rela ada yang menyentuh sehelai bulu pun dari kalian. Aku tahu diriku sangat protektif terhadap anak buah. Tapi aku tak ingin kalian berubah menjadi preman-preman jahat! Juga tak ingin kalian menjadi bunga rumah kaca di bawah perlindunganku. Sekarang, pertama-tama kalian harus belajar menghormati orang lain, karena itu adalah bentuk penghormatan pada diri sendiri."
"Baik, Ayah." Tiga anak Shajia menunduk dan mengangguk lemah.
"Sudahlah, angkat kepala kalian. Saat ini sedang ada pertemuan wali!" Gao Leihua menepuk-nepuk halus bahu ketiga anaknya: "Dan, mengapa kalian tidak mencoba melihat perkataan mentor pendekar itu dari sudut pandang berbeda? Kesampingkan dulu statusnya sebagai petarung tingkat dua, pemahamannya tentang seni bela diri dunia ini sudah mencapai tingkat yang sama sekali tidak terbayangkan oleh kalian. Dengan kata lain, siapa tahu sebenarnya dia bukan cuma petarung tingkat dua biasa..."
