"Haha." Gao Leihua tersenyum malu, tak menyangka akhirnya Xiao San tetap memberitahukan gender-nya. Hanya, Xiao San sepertinya belum tahu bahwa Gao Leihua sudah mengetahui dia perempuan sejak di Lembah Arwah-arwah, cuma Gao Leihua tidak pernah menyingkapnya.
Melihat Gao Leihua tidak menunjukkan ekspresi terkejut, Xiao San curiga sebentar. Menyusul kemudian Xiao San teringat satu kemungkinan: "Kak Gao Leihua, apakah kau sudah tahu sejak lama bahwa aku... aku ini... perempuan?" Xiao San berbisik pelan.
"Hmph! Bagaimana mungkin? Dari mana aku tahu Xiao San itu perempuan?" Gao Leihua menggaruk kepala dengan malu sambil tertawa kering.
"Hmm?" Sudut bibir Xiao San sedikit mengangkat: "Lalu kenapa tadi kau sama sekali tidak terlihat kaget?"
"Kaget?!" Gao Leihua berteriak kecil, lalu segera berpura-pura terkejut: "Apa? Xiao San, tadi kau bilang apa? Kau perempuan?"
“Ah, kau terus saja berpura-pura.” Xiao San memanggil dengan kesal, namun kemudian teringat kontak fisiknya dengan Gao Leihua pagi tadi. Pipi mungilnya pun memerah tanpa disadari.
“Hehe!” Gao Leihua terkekeh licik.
“Eh? Ini kau!” Suara berkualitas Komandan Ksatria tiba-tiba menggema di telinga Gao Leihua!
Gao Leihua curiga menatap bajingan berpenampilan komandan ksatria itu, yang sedang menunjuknya sambil berteriak kaget.
“Saudara, apa kau mengenalku?” tanya Gao Leihua dengan wajah penuh tanda tanya.
“Tentu saja.” Komandan itu menyeringai licik: “Waktu itu di gang, berkat petunjukmu tentang posisi pelarian sang Putri, aku dan sekelompok saudara harus menggeledah dari sore hingga malam!” Ucapnya sambil mengatupkan gigi geram.
“Ah?” Gao Leihua segera ingat siapa orang sial ini, yaitu ksatria yang sebelumnya mengejar Xiao San dari belakang dan disebut sebagai "orang jahat" oleh Xiao San: "Ha, Saudara, waktu itu cuma salah paham." Gao Leihua tersipu malu.
"Salah paham?" Komandan Ksatria ini memandang Gao Leihua sambil tersenyum licik. Sebenarnya saat melihat Gao Leihua dan Putri keluar dari formasi magis bersama, situasi saat itu sudah cukup jelas baginya. Jadi pria berambut putih ini sudah lama mengenal Yang Mulia Putri.
Memikirkan hal itu, dia tersenyum: "Sudahlah, lagipula ini bukan urusan besar. Tapi, Saudara sudah membuat kami mencari jalan begitu lama, harus ada kompensasi dong!"
"Haha, rupanya Saudara orang yang cepat bertindak." Gao Leihua menepuk bahu Komandan Ksatria ini: "Dengan jiwa besar sepertimu, nanti aku traktir minum!"
“Hehe. Ini kan kau sendiri yang bilang, jangan sampai nanti tidak mengakui masalah ya!” Komandan Ksatria tersenyum,：“Waktu sudah sore, Yang Mulia Ratu dan beberapa tetua sudah menunggu lama. Kalian berdua cepat masuk. Ngomong-ngomong, apa kau orang yang ahli Bahasa Naga yang diundang Yang Mulia Putri?”
“Bisa dibilang begitu.” Gao Leihua mengangguk pelan-pelan.
Didampingi Komandan Ksatria, Gao Leihua dan Xiao San berjalan menyusuri jalanan menuju ke depan.
Di tengah perjalanan, Gao Leihua bertanya dengan bingung: “Bukannya ini ibukota Kekaisaran Es dan Salju? Mengapa ada formasi magis teleportasi di sini? Katanya di ibukota tidak diizinkan ada formasi magis teleportasi?”
“Saudara Gao Leihua rupanya belum tahu.” Komandan Ksatria di depan tertawa: “Ini bukan ibukota Kekaisaran Es dan Salju.”
“Bukan ibukota? Lalu bagaimana mungkin Ratu kalian ada di sini?” Gao Leihua bertanya.
“Ibuku sengaja datang untuk menjemputku,” Xiao San menyela: “Ayo cepat, jangan biarkan ibu dan yang lain menunggu terlalu lama.”
"Ngomong-ngomong, ibumu punya berapa putri?" Gao Leihua teringat para ksatria memanggil Xiao San sebagai putri ketiga. "Hm, kalau dipikir-pikir Xiao San memang jago buat nama. Putri Ketiga, terus langsung kasih diri sendiri nama Xiao San (Si Tiga)."
"Ibu cuma punya aku satu anak perempuan." Xiao San tersenyum.
"?" Gao Leihua memandangi Xiao San dengan bingung: "Lalu kenapa kau bisa jadi Putri Ketiga? Jangan-jangan kau punya dua kakak laki-laki?" tanya Gao Leihua.
"Tidak, ibu cuma punya aku satu anak." Xiao San menjelaskan: "Putri-putri lainnya adalah anak-anak para tetua. Sistem suksesi takhta di Kekaisaran Es dan Salju kami berbeda dengan negara lain. Putri kaisar tidak otomatis menjadi penerus takhta. Ada sepuluh tetua di kekaisaran. Anak perempuan mereka juga bergelar putri. Calon kaisar berikutnya dipilih dari seluruh putri ini. Selain itu, masing-masing tetua memilih satu anak perempuannya untuk meneruskan posisi mereka." Xiao San melanjutkan: "Jadi selain aku, masih ada sepuluh putri lain di negara kami yang dipilih dari anak-anak para tetua."
“Ternyata begitu.” Gao Leihua mengangguk lemah；“Kalau begitu, apakah misi yang kau maksud adalah pemilihan ratu berikutnya?”
“Hm.” Xiao San menganggukkan kepala.
“Takhta. Ah.” Gao Leihua menghela napas pelan, misi Dataran Es Besar jelas-jelas merupakan jebakan para tetua untuk Xiao San. Demi kekuasaan, bahkan keluarga pun akan menggunakan segala cara terhadap sesama darah daging.
Inilah alasan utama Gao Leihua membenci sistem kekaisaran. Dia sangat menghargai ikatan keluarga, tapi bagi anggota keluarga kerajaan, justru ikatan keluarga inilah yang paling harus dihindari. Karena itu Gao Leihua sangat tidak menyukai hal-hal yang berbau kerajaan.
Xiao San seolah menangkap ekspresi Gao Leihua. Dengan bibir tergigit pelan, hatinya meredup sejenak mengingat perkataan Gao Leihua di sudut kecil ibukota. Sebagai putri Kekaisaran Es, dirinya memang ditakdirkan kehilangan hak memilih kekasih hati.
“Ngomong-ngomong, Komandan Lin, di mana Ibu Ratu dan para tetua menantiku?” Xiao San menengadah bertanya.
“Kembali ke Putri.” Komandan Lin, yaitu Komandan Ksatria memalingkan kepala berkata: “Yang Mulia Ratu dan para tetua sedang menunggu kedatangan Yang Mulia Putri di Kuil Dewi Salju.”
“Kuil Dewi Salju, kenapa di sana?” Xiao San mengerutkan alis berkata lembut.
“Ada apa? Apakah ada yang tidak beres?” Gao Leihua bertanya.
“Tidak ada.” Xiao San berkata: “Hanya tidak menyangka ibu mereka akan menungguku di Kuil Dewi Salju.”
Di bawah pimpinan Komandan Lin, Gao Leihua dan Xiao San tiba di Kuil Dewi Salju ini. Dewi Salju adalah dewi yang dipercayai oleh orang-orang Kekaisaran Salju.
Dalam pandangan masyarakat Kekaisaran Salju, status Kuil Salju sangat mulia, setara dengan kedudukan Kuil Cahaya di mata rakyat Kekaisaran Cahaya.
Fondasi Kuil Dewi Salju sangat tinggi, 300 lebih anak tangga granit terlihat sangat megah! Menatap ke atas melalui anak tangga, kita bisa melihat patung Dewi Salju di pintu masuk utama kuil yang seluruhnya terbuat dari kristal. Tinggi patung ini sekitar lebih dari 20 ren. Patung kristal Dewi Salju mengenakan jubah kristal es, jika tidak salah, pastilah jubah Dewi Salju yang "dipinjam" oleh Naga Es Fa Ruien! Wajah patung diukir sangat kabur sehingga orang tidak bisa melihat rupa Dewi Salju dengan jelas. Tangan kiri patung memegang pedang panjang kristal es, sementara tangan kanan memegang buku raksasa yang terkembang. Ini melambangkan kekuatan militer dan hukum.
Di belakang patung, 12 pasang pilar batu raksasa menopang badan utama kuil. Pada setiap pilar terukir pola hiasan kompleks dan segel mantra sihir, masing-masing memancarkan aura daya magis samar.
Setelah tiba di bawah kuil Dewi Salju, Komandan Lin dan pasukan ksatria berhenti melangkah. Mereka tidak memenuhi syarat untuk memasuki kuil Dewi Salju.
Gao Leihua mengangkat bahu, kemudian mengikuti Xiao San menapaki anak tangga satu per satu.
"Xiao San, kita terbang saja ke atas." Setelah berjalan beberapa saat, Gao Leihua mulai tidak sabar.
"Jangan begitu, Kak Gao Leihua." Xiao San buru-buru menyela: "Sebagai bentuk penghormatan pada Dewi Salju, kita harus menapaki ketiga ratus anak tangga ini selangkah demi selangkah." Setelah berkata demikian, Xiao San melanjutkan pendakian dengan ekspresi penuh khidmat.
Gao Leihua tersenyum pasrah, terpaksa menemani Xiao San naik perlahan-lahan.
Dengan susah payah menapaki seluruh anak tangga, Xiao San sudah terengah-engah. Sebagai magister, sungguh berat baginya menaiki tiga ratus anak tangga sekaligus.
Saat tiba di depan pintu besar kuil, Xiao San terlebih dulu menutup mata dan berdoa dalam hati.
Di samping, Gao Leihua tersenyum getir, sementara dalam hatinya muncul pikiran jahat: Bagaimana pun juga dirinya sudah menjadi Dewa Petir. Kapan-kapan harus membangun kuil untuk diri sendiri sekadar main-main? Tanpa sadar, Gao Leihua mengangguk pelan. Nanti kalau ada waktu, memang harus membuat semacam kuil untuk diri sendiri. Hehe!
Saat Xiao San terus melanjutkan doanya dalam diam, pintu besar kuil perlahan terbuka. Dari balik pintu muncul dua ksatria jangkung berbaju zirah emas. Baju zirah mereka ternyata terbuat dari emas murni, terlihat sangat norak. Sejujurnya, selera mereka benar-benar kampungan.
Di dada mereka terpasang sebuah logo khusus. Baju zirah emas dan logo ini menunjukkan identitas mereka - Ksatria Penjaga Kuil Es dan Salju.
Kedua ksatria itu menekan pedang kebesaran di pinggang dengan tangan kiri, sementara tangan kanan melepas helm dari kepala. Kemudian mereka memberi hormat kepada Xiao San: "Yang Mulia Putri, silakan ikuti kami. Ratu dan para tetua telah lama menanti."
“Maaf merepotkan kalian berdua.” Xiao San mengulurkan tangannya, melepas topi di kepalanya. Bagaimanapun Gao Leihua sudah tahu statusnya sebagai perempuan. Tidak perlu lagi menyembunyikan. Xiao San melepas topi, membebaskan rambut panjang yang sebelumnya dikonde: “Kak Gao Leihua, mari kita masuk.”
“Yang Mulia Putri, rekanmu ini tidak memenuhi syarat untuk memasuki Kuil Dewi Es dan Salju.” Dua ksatria menghadang di depan Gao Leihua: “Yang Mulia Putri, sebelum kedatanganmu, Ratu dan para tetua meminta kami menyampaikan bahwa cukup rekanmu menanti di pintu masuk kuil.”
“Tidak bisa!” Xiao San memalingkan kepalanya: “Kak Gao Leihua adalah orang yang kuminta untuk membantuku, sama sekali tidak boleh dibiarkan berdiri di pintu.”
Mata kedua ksatria berkilat sesaat menunjukkan kesulitan.
“Tenang, semua tanggung jawab akan kutanggung sendiri.” Xiao San berkata lembut.
“Baik, kalau kau bersikeras.” Kedua ksatria menghela napas, kemudian membawa Gao Leihua dan Xiao San masuk ke dalam kuil.
Xiao San memandang Gao Leihua dengan pandangan bersalah, merasa tersipu malu terhadap keputusan ibunya dan para tetua.
Gao Leihua tertawa ringan menyatakan tidak apa-apa. Xiao San membalas dengan senyuman manis, lalu menggenggam erat tangan Gao Leihua dan berjalan maju.
Setelah wajah Xiao San berpaling, kilatan menyebalkan muncul di mata Gao Leihua. Sejujurnya, dia sama sekali tidak memiliki simpati pada ibu Xiao San. Sejak percakapan di sudut ibukota Kekaisaran Cahaya kala itu, perasaannya sudah dingin. Adegan tadi semakin menambah rasa jengahnya. "Semoga setelah bertemu langsung, perasaan ini tidak semakin menjadi," gumam Gao Leihua dalam hati.
Di bawah pimpinan ksatria, Gao Leihua dan Xiao San memasuki ruang dalam kuil.
Bangunan utama kuil terdiri dari dua aula besar, kedua pintu masuknya tertutup oleh tirai beludru tebal yang raksasa. Setelah dua ksatria penjaga kuil membawa Gao Leihua dan Xiao San masuk ke dalam aula, kedua ksatria itu pun pergi.
Di dalam aula kuil terlihat sangat kosong, selain dua belas lampu sihir kristal di sudut-sudut dinding, hanya ada patung Dewi Salju yang terletak tepat di tengah. Ruang besar ini sama sekali tidak memiliki dekorasi lain selain benda-benda tersebut.
Di salah satu sisi kuil, seorang ibu muda bermahkota duduk di kursi utama. Di samping kiri dan kanannya masing-masing duduk sepuluh wanita paruh baya. Tampaknya mereka adalah sepuluh tetua.
"Marlene Sophia memberi salam kepada Ibu dan semua tetua." Xiao San membawa Gao Leihua mendekati sebelas wanita paruh baya ini, lalu memberi hormat kepada mereka.
Gao Leihua mengangkat alis, heh, semua perempuan. Kerajaan Es dan Salju ini Yin lebih dominan daripada Yang! Bukan berarti Gao Leihua meremehkan perempuan, sebagai manusia dari Bumi, dia sama sekali tidak punya prasangka diskriminatif terhadap perempuan. Tapi kalau penguasanya sama sekali tidak ada pria, itu agak bermasalah.
Kerajaan Es dan Salju adalah negara yang sepenuhnya dikuasai perempuan. Di sini perempuan lebih dihormati daripada pria. Status pria relatif lebih rendah dibandingkan perempuan.
Melihat Gao Leihua di belakang Xiao San, sebelas perempuan di depan serentak mengerutkan alis.
Nyonya yang duduk di sebelah kiri Ratu menatap Gao Leihua: "Siapa yang mengizinkanmu memasuki kuil Dewi Es dan Salju?!"
Gao Leihua mengernyitkan kening, dia benci diperlakukan dengan nada yang merasa superior.
"Aku!" Xiao San di sampingnya maju ke depan dengan suara dingin.
"Wah, Yang Mulia Putri Ketiga." Nyonya di sebelah kiri Ratu berkata dengan nada sarkastik: "Perintah yang kami sampaikan lewat dua ksatria tadi, apakah Paduka tidak mendengarnya?"
“Aku mendengarnya.” Xiao San memandang dingin perempuan ini, jelas perasaannya tidak baik terhadap wanita ini: “Membiarkan Kak Gao Leihua menunggu di pintu masuk, ini tidak mungkin!”
“Baik!” Perempuan itu tertawa nyaring: “Pengawal! Seret pria yang dibawa Putri Ketiga ini keluar! Hancurkan!”
Satu regu ksatria penjaga kuil mulai menekan mendekati Gao Leihua dari samping.
“Siapa berani!” Xiao San menyeruput ringan, menghadang di depan tubuh Gao Leihua.
Gao Leihua tersenyum sinis memandang perempuan ini, sialan perasaan yang diberikan wanita ini padanya - sangat buruk!
“Mundur semua.” Sang Ratu memanggil regu ksatria penjaga kuil itu, lalu berkata pada Tetua Agung di sampingnya: “Sudahlah, Tetua Agung. Kalau dia sudah masuk, biarkan dia masuk.”
“Hm! Sudahlah? Mungkin ini karena yang membawanya masuk adalah putrimu sendiri!” Tetua Agung sama sekali tidak memberikan muka pada sang Ratu, menghardik dengan dingin: “Karena Putri Ketiga telah melawan perintah dengan membawa pria ini masuk ke Kuil Dewi Es Salju, maka dia harus menerima hukuman! Meski dia seorang putri, kesalahan harus disamakan dengan rakyat biasa! Pengawal, tangkap si anak kemayu berambut putih ini!” Ksatria Penjaga Kuil ragu sejenak, lalu kembali menekan Gao Leihua.
Wajah Xiao San langsung memucat marah! Ibu Xiao San yang adalah Ratu mengurus semua urusan negara, sedangkan Tetua Agung bertanggung jawab atas urusan Kuil Dewi Es Salju. Inilah alasan mengapa Ksatria Penjaga Kuil lebih mematuhi perintah Tetua Agung.
Gao Leihua dengan lembut menarik Xiao San ke belakangnya, lalu memandang dingin ke arah Tetua Agung ini. Gao Leihua mulai kesal, harimau yang tidak menunjukkan taringnya malah dianggap kucing lumpuh! Perempuan di hadapannya jelas-jelas menganggapnya sebagai buah persik lunak yang bisa diremas sesuka hati! Mengutip pepatah: harimau yang tidak mengaum bukan harimau sejati...
