“Soren, bicaralah. Untuk apa kau mengirim orang memanggil kami berenam ke sini di tengah malam?” Salah satu dari enam orang di belakang Soren menyeringai sinis ke arahnya. Saat ini mereka juga bingung, apa tujuan Soren memanggil mereka ke tempat ini di jam larut? Dari pengamatan mereka, di sini tidak ada perangkap maupun pasukan penyusup. Karena keenam orang ini sedang berseteru dengan Soren, mereka selalu waspada terhadap setiap gerak-geriknya. Sebelum datang, mereka telah mengamati wilayah ini dengan cermat. Tapi yang mengejutkan, tidak ditemukan jebakan maupun pasukan cadangan. Hanya Soren seorang yang menunggu di tempat ini.
Melihat Soren di hadapan, keenam orang itu sama-sama mengerutkan alis. Andaikan mereka belum memeriksa tempat ini secara menyeluruh, mungkin akan mengira Soren berniat jahat. Namun meski sekarang Soren benar-benar ingin berbuat buruk, mereka tidak takut. Meski Soren sedikit lebih kuat daripada mereka satu lawan satu, bila bertarung berenam, Soren jelas bukan tandingan. Terpenting, mereka telah menempatkan pasukan berat di wilayah ini sehingga merasa aman.
"Memanggil kalian berenam ke sini malam ini adalah untuk membahas hal penting." Soren tersenyum licik: "Langsung saja, topik kita malam ini adalah: Bagaimana caranya agar kalian bersedia setia padaku?"
"Haha! Haha!" Saat itu, keenam anggota faksi kanan mendengar perkataan Soren langsung tertawa terbahak. Orang yang tertawa itu memandang Soren dengan sikap menghina: "Soren, apa kau sudah gila ingin jadi Ketua?! Menyuruh kami enam orang setia padamu? Haha! Konyol! Ini lelucon paling menggelikan yang pernah kudengar! Di organisasi ini, tidak ada tempat untukmu dan aku bersamaan!"
Soren menyipitkan matanya memandang keenam orang di hadapannya: "Kalian yakin tidak mau mempertimbangkan lagi?"
"Soren, kau tidak layak jadi Ketua. Meskipun kau satu-satunya tetua yang tersisa di kelompok. Karena kau sudah tua." Keenam orang itu menyeringai dingin: "Kau sudah tua dan pikun, berani-beraninya ingin kami setia padamu. Tidakkah kau sadar ini lelucon paling konyol!"
"Aku juga merasa ini lelucon. Aku hanya memberi kalian kesempatan terakhir sebelum membuat keputusan." Soren mundur selangkah, karena sudut matanya sudah melihat kilauan petir ungu-emas yang sedang turun dari langit.
"Memberi kami kesempatan? Haha! Soren, jangan bikin kami mati ketawa!" Keenam orang itu tertawa terbahak melihat Soren!
……
Angkasa
Tetua Arwah tersenyum sinis kepada Gao Leihua: "Saudara Gao, saat bertindak, ingat buat luka sekecil mungkin. Luka terlalu besar akan memperberat percobaanku. Hehe, hati-hati. Percobaan ini sangat penting, harus sukses!"
"Aku tahu." Gao Leihua tersenyum licik, sementara seluruh tubuhnya berubah menjadi cahaya ungu melesat ke arah keenam orang di bawah.
Ketika enam anggota faksi kanan itu masih tertawa histeris, siluet samar Gao Leihua tiba-tiba muncul di belakang salah seorang mereka. Pedang panjang di tangan Gao Leihua langsung menghujam ke arah orang itu.
Plak! Seketika, keenam orang yang tertawa itu serentak menoleh. Mereka menyaksikan rekan mereka tiba-tiba rubuh ke tanah. Di lehernya tertancap pedang yang telah menembus tenggorokan. Dengan luka tertusuk di leher, orang itu jelas takkan bisa bertahan hidup.
"Siapa!" teriak kelima orang yang tersisa di tempat ini. Mata mereka menatap tajam tanpa henti ke arah Gao Leihua, sementara salah seorang di antara mereka merogoh cepat ke dalam pelukannya. Di situ tersimpan sebutir peluru sinyal, bersiap memanggil pasukan yang telah disiapkan di sekitar lokasi.
"Hehe!" Gao Leihua tersenyum dingin, perlahan mengangkat pedang panjang di tangannya.
Swoosh! Sebelum orang itu sempat menembakkan sinyal, kilauan petir ungu-emas menyambar dari depan mereka. Garis merah tipis seketika muncul di leher masing-masing.
Kecepatan Gao Leihua luar biasa. Gerakan mengeluarkan dan menarik kembali pedangnya hanya terjadi dalam sekejap mata. Tak satu pun yang hadir di lokasi mampu menangkap gerakannya, kecuali kilatan sinar ungu-emas yang tersisa di retina.
Braak! Braak! Braak! Braak! Braak! Lima tubuh bertumbangan beruntun. Bahkan peluru sinyal di tangan mereka pun tidak sempat dikeluarkan.
"Tuan Gao Leihua, inikah solusi yang kau sebut bisa membuat mereka setia?" Soren memandang enam mayat di tanah dengan nada kecewa. Ia mengira Gao Leihua akan melakukan sesuatu untuk membuat keenam orang ini tunduk padanya. Tak disangka Gao Leihua hanya membunuh mereka secara sederhana: "Mereka sudah mati, ngomong soal kesetiaan atau ketidaksetiaan buat apa?"
"Hehe!" Di angkasa, Tetua Arwah mulai turun melayang: "Si kecil, kau tahu sihir boneka?" Tetua Arwah mendarat di sisi enam mayat itu lalu memuji: "Saudara Gao benar-benar hebat, lukanya kecil. Bekukan mereka. Nanti malam kita bawa pulang untuk dijadikan boneka dua tingkat."
"Untuk apa kalian membutuhkan mayat? Sihir boneka?" Soren menatap Gao Leihua dan Tetua Arwah: "Mungkinkah kalian akan menggunakan jasad mereka sebagai boneka?"
“Hm, bagus. Hanya boneka sejati yang benar-benar bisa bekerja untukku, setuju?” Gao Leihua mendekati Soren sambil tersenyum ringan.
“Hm, ucapan Tuan Gao Leihua memang sangat masuk akal. Boneka memang makhluk paling setia.” Soren tersenyum ramah: “Tapi, boneka tetaplah cuma boneka. Tanpa pikiran, meskipun setia tapi tak banyak gunanya.” Saat Soren sedang tersenyum membahas tentang boneka, tiba-tiba pupil irisnya menyempit tajam. Perlahan ia menundukkan kepala, matanya tertuju pada area perutnya.
Di sana, sebilah pedang panjang yang menembus tubuhnya menghujam dari punggung hingga keluar dari perut. Keindahan senjata itu begitu mencolok. Pada bilah pedang, butiran darah berjatuhan membentuk garis, samar-samar terlihat kilauan petir ungu-emas berkelap-kelip di permukaannya.
"Kau!" Soren menoleh dengan ekspresi tak percaya ke arah belakangnya, di posisi tempat Gao Leihua berdiri. Ujung lainnya pedang panjang itu tergenggam di tangan Gao Leihua. Saat ini Gao Leihua sedang tersenyum memandangi Soren.
"Gao Leihua, mengapa kau... mau... membunuhku?!" Pupil Soren menyempit, matanya menatap tajam ke arah Gao Leihua.
"Kupikir, setelah kau juga berubah menjadi boneka, aku bisa lebih tenang." Gao Leihua perlahan menarik pedang panjang dari tubuhnya. Sejak awal Gao Leihua tak berniat membebaskan Soren. Intelijen yang dikuasai Soren akan sangat berguna bagi organisasi Gao. Nasib Soren saat ini sudah ditakdirkan sejak mereka berdiskusi tentang hal-hal antar organisasi di hutan monster legendaris. Intuisi Gao Leihua mengatakan intelijen ini penting - ia harus memastikan tingkat kesetiaan Soren: "Tenang saja, akan kusuruh Tetua Arwah membuatmu menjadi boneka yang sedikit lebih kuat daripada enam boneka itu. Kebetulan enam boneka itu bisa kau kendalikan sendiri. Dengan begini, tingkat kesetiaan pusat keenam boneka itu terjamin."
Soren memperlihatkan senyuman mengejek diri sendiri: "Kukira dengan bergabung denganmu, aku bisa menikmati kedamaian sementara. Tak disangka..."
"Haha, aku bekerja sama denganmu demi intelijen di tanganmu. Tapi, alasan aku membunuhmu juga karena intelijen di tanganmu itu." Gao Leihua tersenyum: "Selain itu, kau tega membahayakan rekan seperjuanganmu demi posisi ketua kelompok. Lalu siapa yang tahu, mungkin sebentar lagi kau akan mengkhianatiku demi kepentingan yang lebih besar? Jadi, lebih baik kau juga berubah menjadi boneka. Paling tidak, boneka lebih jujur daripada manusia."
"Aku... mengerti." Sorlen tersenyum getir, mengucapkan kalimat terakhir dalam hidupnya. Bum! Darah segar memancar dari mulutnya sebelum seluruh tubuhnya terjatuh ke depan.
"Baiklah, saatnya aku menggunakan teknik pembekuan." Gao Leihua menancapkan kembali pedang panjangnya. "Kumpulkan mereka jadi satu."
Tetua Arwah tersenyum licik, dengan cekatan menumpuk ketujuh mayat tersebut menjadi satu gundukan.
Gao Leihua merangkapkan kedua tangannya membentuk beberapa segel tangan dan berkata lembut: "【Bahasa Naga】Dengan nama ku, Gao Leihua, bekulah! Teknik pembekuan!" Seperti sebelumnya, elemen es yang tak terbantahkan berkilat sejenak di tangan Gao Leihua. Ketujuh mayat itu pun membeku menjadi balok es persegi sempurna.
Tetua Arwah menaruh balok es raksasa ini ke dalam cincin ruang miliknya. "Sekarang semua bahan sudah terkumpul, percobaan bisa dimulai..."
