Ekor Jingxin melilit erat tubuh Gao Leihua. Ini pengalaman pertama bagi Jingxin, sekaligus debut Gao Leihua. Sebuah keistimewaan bagi Gao Leihua: mana ada manusia biasa yang bisa merasakan pengalaman "pertama kali" sefenomenal ini?
Jingxin dengan cermat menutupi alat kelaminnya menggunakan ekor mutiara. Gulungan ekor ikan itu menyelubungi bagian bawah kedua pasangan, menyatukan titik-titik vital mereka dalam selubung sisik berkilau.
“Gao, Lei, Hua.” Suara Jingxin yang semerbak laksana nada surgawi bergema di telinga Gao Leihua: “Sejak detik ini, kaulah satu-satunya milikku.”
“Kau, sekarang juga satu-satunya milikku.” Gao Leihua memeluk Jingxin erat-erat. Sensasi yang berasal dari persatuan mereka sungguh memabukkan. Dinginnya air laut, serta kehangatan tersamar dari tubuh Jingxin yang dingin, membuat Gao Leihua larut dalam kenikmatan.
Gao Leihua membalikkan posisi dan menindih Jingxin di bawahnya. Dengan lembut ia menciumi leher dan pipi Jingxin.
“Sekarang, juga jadi satu-satunya... milikmu?” Mata biru es Jingxin berkedip perlahan. Tapi kemudian ia tersenyum tipis. Ia tak menanyakan masa lalu Gao Leihua. Bila Gao Leihua bersedia bercerita, tentu akan mengatakannya sendiri tanpa perlu ditanya. Dalam hati setiap orang, selalu tersimpan wilayah rahasia kecil. Justru karena adanya misteri-misteri inilah hubungan mereka terasa magis dan indah. Bila semua rahasia sudah lenyap, hubungan pun akan mencapai batas akhirnya.
Tentang hal ini, pemikiran Jingxin dan Gao Leihua sangat mirip. Eksplorasi berlebihan terhadap rahasia satu sama lain adalah bentuk ketidakpercayaan.
"Gao, Leihua." Jingxin membisik di dekat telinga Gao Leihua: "Mulai saat ini, bagaimana aku harus memanggilmu?"
"Panggil aku, suami." Gao Leihua tersenyum licik, tangan besarnya memeluk erat tubuh bagian atas Jingxin. Sisik ikan Jingxin bergesekan dengan tubuhnya. Sensasi ini tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Mungkin karena ini pertama kalinya, atau mungkin karena keduanya adalah penguasa kuat. Keharmonisan di antara mereka bertahan sangat lama...
Tak terasa berapa lama telah berlalu, "Jingxin." Napas Gao Leihua mulai terdengar berat.
"Hm." Jingxin mengangguk lemah, sementara ekornya melilit semakin erat.
Akhirnya, keduanya mengerang puas. Mencapai puncak kenikmatan.
"Huu~" Jingxin terengah beberapa kali, lalu bersandar tenang di pelukan Gao Leihua. Bagian bawah tubuh keduanya masih enggan berpisah.
Gao Leihua menggendong Jingxin, perlahan duduk tegak. Saat ini, Jingxin hanya menyisakan ujung ekor yang masih terendam dalam air untuk menjaga agar kakinya tidak berubah kembali menjadi kaki manusia karena kekurangan air.
Setelah duduk dengan nyaman, Gao Leihua mengeluarkan sebuah jubah dari cincin ruang, membungkus diri dan Jingxin. Tadi terlalu semangat membara, Jingxin melepas pakaian Gao Leihua lalu langsung melemparkannya ke air...
Setelah badai cinta berlalu, di wajah Jingxin memancarkan kilau spiritual yang tak terucapkan. Kecantikannya saat ini semakin memabukkan hati Gao Leihua.
"Eh, jubah ini. Bukankah itu yang dulu?" Jari Jingxin mengelus jubah yang familiar itu sambil bertanya.
"Hm, memang yang itu." Gao Leihua tersenyum licik: "Saat itu, di pulau terisolasi. Aku telanjang bulat, kau yang memberiku jubah ini. Aku selalu menyimpannya." Gao Leihua membungkus jubah dengan rapi: "Dulu aku datang ke dunia ini tanpa sehelai benang, sekarang pun tetap sama. Hehe."
“Leihua.” Jari Jingxin mengelus rambut putih Gao Leihua. Dalam benaknya terbayang segala kenangan bersama Gao Leihua: Sosoknya yang kewalahan di pulau, panggilan "anak kemayu" dari anak-anak sepulang ke rumah Jingxin, aksinya menahan tamparan untuk Shajia, serta sisi dirinya yang terkadang terkesan tak berperasaan.
“Ada apa?” Gao Leihua memeluk Jingxin sambil menatap gemintang di langit. Keindahan langit malam itu membuatnya merasa tenang.
“Tidak ada.” Jingxin mengibaskan kepala pelan. “Aku... tidak pandai bicara.”
“Hmm.” Gao Leihua memeluk erat Jingxin. Ketidakmampuan bicaranya justru menjadi salah satu alasan mengapa dirinya menyukai wanita ini: “Lihatlah keindahan langit malam ini.” Telunjuknya menunjuk ke angkasa.
“Ya, kulihat.” Jingxin mengangkat wajah menatap langit.
“Ribuan bintang berkelap-kelip pun tak satu pun yang bisa bicara.” Senyum Gao Leihua mengembang. “Diamnya mereka tak mengurangi keindahannya. Jingxin, kau pun demikian.”
“Terima kasih, Lei.” Jingxin tersenyum tipis.
“Di setiap bintang yang berkedip ini, semuanya adalah dunia-dunia yang sama dengan benua tempat kita berada saat ini.” Gao Leihua melanjutkan pandangannya ke gemintang di langit sambil bergumam.
“Setiap bintang adalah sebuah dunia? Bagaimana kau tahu?” tanya Jingxin.
“Rumahku mungkin berada di salah satu gemintang yang memenuhi langit ini.” Gao Leihua menatap Jingxin di pelukannya: “Malam ini, kita akan tinggal di sini. Aku tidak akan membiarkanmu pulang malam ini.”
“Hm..!” Jingxin menganggukkan kepala, ekornya menepuk-nepuk air dengan lembut...
……
Keesokan harinya, Gao Leihua perlahan membuka matanya. Kemudian menoleh ke arah Jingxin yang masih berada dalam pelukannya.
Benar, kemarin bukan mimpi. Gao Leihua tersenyum memandangi Jingxin, lalu melanjutkan pandangannya ke bawah...
Gao Leihua seketika merasakan hidungnya memanas. Malam sebelumnya, Jingxin seluruh tubuhnya meringkuk dalam pelukan Gao Leihua. Setelah terpisah dari air laut, ekor ikan Jingxin kini telah berubah menjadi sepasang kaki jenjang putih bersih. Di area berbentuk "Y" itu, terlihat permukaan yang halus mulus. Bagian bawah Jingxin benar-benar polos, terlihat menggoda dan sensual. Tapi memang begitulah, siapa yang pernah melihat putri duyung memiliki bulu di sana?
"Hm?" Mata Jingxin berkedip lembut sebelum membuka mata birunya yang jernih.
"Ayo bangun, kita... pulang ke kediaman." Gao Leihua berkata dengan sedikit tersendat.
"Baik." Jingxin mengangguk lemah, namun saat hendak berdiri, pipinya tiba-tiba memerah.
Baju Gao Leihua sudah hancur, baju Jingxin pun tak kalah rusaknya?
Jingxin menatap ke atas, bola mata birunya menancap tajam pada Gao Leihua.
"Hehe!" Gao Leihua segera memahami maksud Jingxin. Ia membuka cincin ruang dan mulai mencari. Akhirnya, Gao Leihua menemukan setelan pakaian prajurit putih bersih di dalam cincin ruang.
Gao Leihua menyerahkan jubah prajurit tersebut kepada Jingxin.
Jingxin menerima pakaian prajurit itu lalu bangkit dari pelukan Gao Leihua. Seketika, postur tubuh sempurna dan jenjang Jingxin sepenuhnya terpampang di hadapan Gao Leihua. Matahari pagi terbit menyinari tubuh Jingxin. Di bawah sinar mentari pagi, Jingxin mengelus-elus rambut panjangnya dengan lembut. Kemudian ia mulai mengganti pakaian prajurit putih di depan Gao Leihua.
Gao Leihua terpana memandangi Jingxin yang diterangi cahaya matahari pagi. Saat ini, Jingxin terlihat sempurna bagaikan dewi "Venus" tercantik di Bumi.
Setelah mengenakan pakaian prajurit dengan sempurna, Jingxin memandang ke arah Gao Leihua.
Melihat ekspresi Gao Leihua, Jingxin tersenyum tipis. Ia lalu berjongkok, mengambil setelan pakaian dari cincin ruang Gao Leihua, dan perlahan mulai membantu Gao Leihua berganti baju.
Matahari pagi semakin tinggi.
Gao Leihua memegang pinggang ramping Jing Xin: "Pegangan erat."
Jing Xin menganggukkan kepala.
Gao Leihua mengangkat kaki kanannya dan terbang ke angkasa. Akhirnya, ia melirik karang di bawah dengan rasa kehilangan. Di tempat inilah Gao Leihua menyelesaikan langkah pertama menjadi pria sejati. Sebuah lokasi yang layak dikenang. Nanti jika ada waktu, akan kupindahkan seluruh batu karang ini ke rumah.
……
Setelah tiba di rumah, Gao Leihua mendorong pintu besar.
Seketika ia menemukan semua anggota keluarga duduk berkumpul, seolah menantikan kedatangannya. Setelah diperhatikan, kecuali Yue Shi dan perempuan rubah, seluruh penghuni rumah hadir.
Jangan-jangan ini pengadilan untukku? Gao Leihua berandai dalam hati sambil menyusun strategi menghadapi "persidangan" yang mungkin terjadi.
"Ada apa? Kok berkumpul semua pagi-pagi begini?" Gao Leihua melirik lonceng ajaib, bahkan belum pukul enam.
“Ayah, Yue Shi, dia hilang.” Yue Rui menatap ke atas, berkata pada Gao Leihua: “Kemarin malam masih ada, pagi ini begitu bangun sudah tidak terlihat. Dan perempuan rubah yang Ayah selamatkan sebelumnya juga lenyap.”
“Yue Shi? Hilang?” Gao Leihua mengerutkan alis: “Mungkin mereka cuma keluar sebentar?”
“Tidak, sudah lama.” Yue Rui berkata: “Kalau Yue Shi mau keluar pasti akan memberitahu kami, mana mungkin diam-diam menghilang seperti ini.”
“Charlie, kau tahu Yue Shi pergi kemana?” Gao Leihua berpikir sejenak lalu menoleh ke Rhein·Charlie.
Rhein·Charlie menggelengkan kepala, dia juga baru dibangunkan pagi itu dan diberitahu tentang kehilangan Yue Shi.
Gao Leihua memalingkan kepala melihat mertua perempuan Jingyin dan Raja Lautan Poseidon.
Pasangan Jingyin juga menggelengkan kepala.
"Yue Shi anak ini, tidak mungkin hilang begitu saja." Gao Leihua mengerutkan alis: "Sebelum menghilang, apakah Yue Shi mengatakan kabar tertentu atau melakukan gerakan khusus?"
"Tidak tahu, sama sekali tidak tahu." Rhein·Charlie menghela nafas. Kemarin Tetua Arwah sibuk menyelesaikan pekerjaan dan masih berada di laboratorium sampai sekarang. Sedangkan dirinya sendiri kemarin juga agak lengah, bahkan tidak tahu kapan Yue Shi pergi.
"Yue Shi ini anak yang cukup bijaksana." Gao Leihua mengerutkan alis: "Sudahkah Tetua Agung keluar? Aku akan menemuinya. Mungkin sudah saatnya memanfaatkan kemampuan intelijen organisasi itu."
"Mentor Gao Leihua! Mentor Gao Leihua!" Tiba-tiba suara yang agak familiar terdengar di depan pintu. Gao Leihua pernah mendengar suara ini saat masuk kota.
Dialah siswa bernama Michael Jackson, hanya dia yang akan memanggil Gao Leihua seperti itu.
Gao Leihua menoleh dan melihat siswa itu berlari kencang ke arahnya: "Mentor Gao Leihua, ada kabar yang ingin kusampaikan padamu."
"Apa halnya?" tanya Gao Leihua.
“Hm, tentang hal kebakaran Kaisar sebelumnya dan masalah Perang kali ini.” Mike Jackson berlari sampai di hadapan Gao Leihua kemudian berkata: “Waktu sebelumnya, Mentor Gao Leihua, saat Anda dan saya memasuki pintu gerbang kemarin, bukankah Anda bertanya mengapa terjadi Perang? Sekarang saya tahu, saat ini Kekaisaran kami sedang mempersiapkan pertempuran dengan Kekaisaran Manusia-Binatang!”
“Kekaisaran Manusia-Binatang? Pertempuran?” Pupil mata Gao Leihua menyempit, dia merasa seolah memahami beberapa hal: “Mengapa harus berperang dengan Kekaisaran Manusia-Binatang...”
