Goethe sedang memandang dengan curiga, bagian dada di depan, pinggang, dan pantat bukanlah yang terpenting. Hal paling penting adalah Goethe sepertinya tidak melihat sesuatu yang disebut "adik kecil" pada jiwa Dewa Cahaya (PS: Dewa Cahaya bukanlah malaikat tanpa gender). Mungkinkah Dewa Cahaya adalah...
Goethe termangu memandang jiwa Dewa Cahaya, tiba-tiba tubuh Dewa Cahaya melesat ke atas dengan lompatan dahsyat hingga berada di atas kepala Goethe. Dengan posisi terjungkir balik, Dewa Cahaya menyerbu ke sini, aura pembunuhannya menunjukkan tekad takkan berhenti sebelum Goethe mati.
Dengan gerakan kaku, Goethe mengangkat kepalanya. Kecepatan Dewa Cahaya terlalu ekstrim, tak memberi waktu reaksi. Tapi menjadi dewa baru lalu langsung gugur? Goethe membuka mulutnya. Dia ingin bergerak, melepaskan diri, namun tubuhnya tak bisa menyamai kecepatan pikirannya.
"Brak!" Saat itu, Gao Leihua di samping Goethe mengangkat kaki dan menendang tanpa ampun ke pantat Goethe, tendangan ini langsung melayangkan tubuh Goethe.
Setelah ditendang Gao Leihua, Goethe terjungkal beberapa kali sebelum akhirnya dengan susah payah menstabilkan tubuhnya. Meski begitu, setelah berdiri Goethe menghela napas lega - tendangan Gao Leihua yang keras itu justru menyelamatkan nyawanya.
Dewa Cahaya kesal sambil menggenggam pisau yang memancar dari baju zirahnya, serangan mematikan tadi ternyata belum berhasil membunuh Goethe yang sudah menjadi dewa ini.
"Goethe, kau memikirkan apa? Di saat genting begini kau malah lengah?!" Suara sintetis elektronik Gao Leihua terdengar dingin mengkritik Goethe.
“Penguasa baru, aku. Maafkan aku.” Goethe membuka mulut ingin menceritakan tentang wujud asli Dewa Cahaya yang ada dalam jiwa Bixi. Namun setelah berpikir sejenak, Goethe nekat tidak mengungkapkan seperti apa rupa jiwa Dewa Cahaya kepada Gao Leihua. Saat ini adalah waktu pertempuran, siapapun lawannya, selama berani melawan penguasa baru, menghancurkannya adalah satu-satunya solusi!
Namun begitu melihat tubuh Dewa Cahaya, Goethe kembali pasrah. Siapa sangka Dewa Cahaya masih menguasai tubuh Bixi.
“Ngomong-ngomong, penguasa baru!” Menatap Dewa Cahaya di hadapannya, Goethe menyipitkan matanya: “Apakah Tuan pun cara untuk menghentikan sementara kemampuan bergerak Dewa Cahaya? Misalnya teknik magis penguncian ruang?” Goethe diam-diam bertanya melalui cara komunikasi eksklusif dengan Gao Leihua.
“?” Mata merah dan emas Gao Leihua menatap Goethe.
"Asalkan Tuan bisa menghentikan pergerakannya, meski hanya sebentar, aku punya cara untuk menyerangnya." Goethe menggunakan kemampuan telepati khusus dengan Gao Leihua: "Awalnya sudah kusiapkan jebakan di tubuh Dewa Cahaya. Cukup Tuan mengunci gerakannya, aku bisa menghabisi dia."
Goethe menjawab dengan penuh keyakinan. Teori "Penjelmaan" ini memang dicetuskan oleh mantan penguasanya "Dewa Jiwa". Terhadap teori ini, Goethe lebih paham daripada siapa pun. Dalam sistem teori Dewa Jiwa terdapat satu kesalahan mematikan yang sengaja diwariskan kepada mereka.
Gao Leihua menatap Goethe sambil memikirkan jurus-jurus penguncian. Sepengetahuannya, banyak mantra penguncian dalam sihir, tapi efektivitasnya terhadap dewa diragukan.
……
"Aaaaaaah~~" Tiba-tiba Dewa Cahaya di depan mereka memegangi kepalanya sambil melengkingkan suara yang menyayat hati.
Saat Dewa Cahaya menjerit kesakitan, raut wajah Dewa Matahari di sampingnya berubah drastis. Lalu, tak disangka dia tidak lagi peduli dengan Dewa Api yang mengerang di tanah dan berlari cepat ke luar Aula Paus.
Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Dewa Matahari sangat paham! Jeritan Dewa Cahaya ini bukan karena dia mengalami kerusakan atau semacamnya. Teriakannya itu menandakan bahwa setelah domain tingkat dua-nya, sekarang dia mulai tak terkendali. Selanjutnya, Dewa Cahaya yang sudah gila akan menganggap semua yang terlihat di hadapannya sebagai objek serangan, tak peduli itu kawan atau musuh.
"Kau kejar Apollo si Dewa Matahari di luar." Suara unik Gao Leihua bergema, memberi perintah pada Goethe: "Urusan menghentikan aktivitas Dewa Cahaya, biar aku yang coba." Usai berkata, Gao Leihua mengulurkan tangan kanannya, menyatukan jari telunjuk dan jari tengah. Soal teknik mengunci gerakan lawan, Gao Leihua teringat pada satu ilmu khusus dalam seni bela diri kuno Tiongkok yang wajib dikuasai para ahli - seni akupresur.
"Ya, Tuan. Urusan Dewa Matahari serahkan padaku!" Goethe tanpa ragu mematuhi perintah Gao Leihua. Dengan menghunus pedang panjang jiwa merah darahnya, dia menyerbu ke arah Dewa Matahari. Hari ini, dia akan menuntaskan sumpah kemarin untuk menghajar Dewa Matahari. Kemarin belum ada kekuatan, tapi hari ini senapan lontak-nya telah diperbarui menjadi meriam besar! Kini dia punya modal untuk berkelahi dengan Dewa Matahari!
Melihat Goethe telah keluar, Gao Leihua tersenyum licik. Kedua matanya yang awalnya berwarna emas dan merah, kini sama-sama memancarkan warna merah darah. Bahkan warna ungu-emas di mata kanannya secara diam-diam telah diselubungi lapisan merah tipis.
“Graa~~” Dewa Cahaya sudah tidak bisa mengendalikan wilayah lapisan keduanya. Dia mengeluarkan teriakan mengerikan yang gila-gilaan. Seluruh set "Zirah Raja Dewa" seketika berubah menjadi warna merah terang, dan zirah sederhana itu kini dipenuhi pola-pola misterius! Inilah kondisi sebenarnya dari wilayah lapisan kedua Dewa Cahaya. Awalnya, demi menjaga kewarasannya, dia memaksakan diri untuk menahan sebagian kekuatan wilayah ganda. Kini, dalam kondisi kegilaan, Dewa Cahaya tak lagi punya halangan.
“Graa~~” Teriakan Gao Leihua bergema menjawab teriakan Dewa Cahaya! Sifat iblis pada dasarnya gila-gilaan. Jika Dewa Cahaya bersusah payah menahan diri, bukankah Gao Leihua juga harus menekan sebagian besar kekuatan status kerasukan iblisnya?
Kekuatan baru di dalam tubuh ini, bahkan Gao Leihua pun belum sepenuhnya menguasainya. Jika benar-benar dikuasai, energi yang meledak dari Gao Leihua di awal bukan hanya akan membawa kekuatan dengan nuansa ilahi dalam kegelapan. Melainkan akan menjadi energi magis dan ilahi yang menyatu.
"Huu! Huu!" Dewa Cahaya dengan mata merah darah menatap tajam monster bersisik hitam di hadapannya sambil nafasnya tersengal-sengal.
Di seberang Dewa Cahaya, Gao Leihua juga memandang dengan mata merah menyala ke arah sosok berbaju zirah merah itu.
"Graaah!" "Graaah!" Secara serempak, dua bajingan gila yang telah kehilangan akal itu meneriakkan pekikan mengerikan, lalu bertabrakan bagaikan binatang buas.
Tanpa trik, tanpa sihir atau teknik khusus, keduanya hanya mengandalkan kekuatan tubuh tak terbantahkan! Tubuh mereka yang sekuat baja bertabrakan, memancarkan gelombang energi penghancur ke segala penjuru.
Dalam gemuruh~ yang menggema, seluruh Aula Paus pertama-tama berguncang hebat. Kemudian bangunan megah ini akhirnya mengeluarkan raungan terakhirnya, dengan penuh ketidakrelaan berubah menjadi tumpukan reruntuhan!
Dari antara puing-puing, dua siluet berwarna merah dan hitam melesat ke langit. Bagai dua peluru meriam yang terlontar ke angkasa.
Kedua sosok itu kemudian berdiri tegak di udara seolah menginjak tanah nyata, saling menatap tajam sambil mengaum rendah.
"Braak!" Gao Leihua menggeram, tubuhnya membelah ruang dan tiba-tiba muncul di samping Dewa Cahaya.
Tubuh Gao Leihua masih diselimuti wilayah kecepatan, ditambah kecepatan aslinya yang memungkinkan siluetnya terus-menerus membelah dimensi. Secara sporadis ia muncul di sisi Dewa Cahaya, melancarkan serangan tepukan keras.
Dewa Cahaya pun tak menghindar, langsung berkonfrontasi frontal dengan Gao Leihua di udara.
Saat ini di udara hanya ada dua siluet samar seperti binatang buas yang saling bertabrakan dan bergulat. Tidak ada sedikit pun kesadaran sebagai dua dewa...
……
Di sisi lain, Goethe membawa pedang jiwa berwarna merah darah mengejar keluar. Kemudian Goethe melihat Dewa Matahari memegang pedang panjang seolah sedang menunggunya.
"Dewa Matahari Apollo!" Musuh bertatap muka langsung iri, Goethe berteriak sambil mengayunkan pedang kanannya dengan pola aneh ke arah Dewa Matahari Apollo.
"Atas nama Aku Dewa Matahari, serahkan nyawamu!" Dewa Matahari Apollo mengulurkan tangan dan cepat-cepat melafalkan mantra pemanggil: "Muncul lah, kendaraan tempur cahaya!" Braak! Sesuai mantra pemanggil Dewa Matahari, sebuah kendaraan tempur emas yang ditarik dua Unicorn muncul, lalu Dewa Matahari melompat ke atasnya.
Dewa Matahari yang memiliki kendaraan tempur barulah Dewa Matahari sejati. Hanya di atas kendaraan tempur, Dewa Matahari bisa menunjukkan seluruh kekuatannya. Karena tombak panjang di tangannya memang dirancang khusus untuk pertempuran dengan kendaraan tempur!
Setelah berada di kendaraan tempur, kekuatan Dewa Matahari langsung berlipat ganda: "Bajingan, kau yang harus menyerahkan nyawa! Sekarang, aku akan mencabut kedewaan dari tubuhmu dan mengembalikannya ke adik ketigaku!"
Dinnng! Akhirnya, tombak panjang Dewa Matahari bertabrakan dengan pedang jiwa Goethe.
Tubuh Goethe terlempar ke belakang akibat kekuatan dahsyat dari tombak itu. Dengan gesit dia berputar beberapa kali di udara untuk menghentikan gerakannya. Setelah menahan serangan itu, barulah Goethe merasakan ketakutan tertunda. Terlalu bersemangat karena baru mencapai Delapan Tingkat sejati, dia sempat mengabaikan Dewa Matahari yang sudah naik kendaraan tempur. Goethe mencoba menahan serangan itu dengan pedangnya, namun kombinasi kekuatan kendaraan tempur dan Dewa Matahari sendiri membuatnya sedikit terpental.
Goethe mundur dengan cepat, sambil mengayunkan pedang siluman di tangannya dengan lembut. Pedang merah darah ini berputar di udara dengan ilusi kecepatan, menciptakan lapisan bayangan pedang yang memabukkan.
"Jurus Pedang Jiwa, Mi Jian (Pedang Ilusi)!" Suara Goethe bergema dari cakrawala seolah berasal dari dunia lain.
"Apakah jurus yang sama masih efektif terhadapku? Jangan meremehkanku!" Dewa Matahari mempercepat laju, tombak panjangnya menghujam keras dan bertabrakan dengan pedang Goethe.
Namun, senyum merendahkan mengembang di sudut bibir Goethe. Masihkah ia menggunakan trik yang sama pada lawan yang identik untuk kedua kalinya?
Saat tombak Dewa Matahari menyentuh pedangnya, Goethe tiba-tiba melepas kendali atas pedangnya. Dengan gesit ia melompat ke depan menggunakan tangan kosong, menerjang sang dewa...
Di sisi lain
Di mata kanan Gao Leihua yang masih bergulat dengan Dewa Cahaya, kilatan merah tiba-tiba berhamburan cepat, kemudian berubah kembali menjadi seberkas cahaya emas. Tiba-tiba dia mengulurkan jarinya menghujam tubuh Dewa Cahaya.
"Seni Bela Diri Kuno, Tekan Titik Akupresur!"
Dalam benak Gao Leihua sudah terbayang cara menyiksa jiwa Dewa Cahaya ini - mencampurkan jiwa Wu Tian dengannya, mempraktikkan SM pada mereka, menyiksa keduanya hingga tak bisa hidup tenang maupun mati dengan damai!
Namun, apakah Gao Leihua masih memiliki pemikiran seperti ini ketika melihat jiwa Dewa Cahaya yang sebenarnya?...
