Senja pun tiba. Waktu ibarat pasir di sela jari, ingin kau genggam erat agar tak terlepas dari genggaman, tapi kau tak kuasa mencegahnya. Dalam sekejap, satu hari pun berlalu.
Ayah Jingxin, Kaisar Lautan periode sebelumnya juga telah membawa Yuenaiya pergi. Gao Leihua tidak menghalangi, hanya membiarkannya pergi. Namun, tak ada yang melihat senyum jahat di sudut bibir Gao Leihua saat itu.
Di bawah cahaya bulan, di balkon rumah Jingxin, Gao Leihua memegang buku-buku medis dari benua ini. Dengan cahaya bulan sebagai penerang, ia meneliti setiap halaman dengan cermat. Setelah berbagai masalah beberapa hari ini berlalu, Gao Leihua mulai mencoba mencari solusi untuk masalah tutur kata Jingxin.
Bahasa isyarat takkan bisa menggantikan ucapan. Jika memungkinkan, Gao Leihua ingin Jingxin benar-benar bisa berbicara. Gao Leihua merindukan suara merdu Jingxin yang bagaikan nyanyian.
Gao Leihua saat ini sedang mempelajari kitab pengobatan di benua ini yang terkait kutukan dan masalah suara. Tak ada cara lain, Gao Leihua juga pernah berpikir menggunakan metode dari Bumi untuk mengobati Jingxin, namun sayangnya meskipun di Bumi dia sedikit memahami pengobatan, pengetahuannya hanya terbatas pada penanganan luka ringan dan luka perang. Semua ini adalah pengetahuan wajib bagi anggota Departemen Tiga Belas. Tapi bagaimanapun Gao Leihua bukan dokter, terhadap penyakit seperti tidak bisa bicara ini dia tak punya solusi. Karena itulah Gao Leihua memilih mundur ke pilihan kedua, bersiap mencari metode efektif di dunia ini.
Menurut kepercayaan di benua ini, ketidakmampuan Jingxin berbicara disebabkan oleh kutukan. Namun kutukan sendiri adalah konsep yang sangat abstrak, Gao Leihua sama sekali tidak tahu apa sebenarnya kutukan itu atau bagaimana mekanismenya. Dia pernah mencoba memasukkan Kekuatan Dewa Petir ke dalam isi perut Jingxin untuk menyelidiki, tapi justru menemukan tidak ada perbedaan sama sekali dengan orang normal.
Kutukan semacam ini terlalu misterius untuk dipahami.
Setelah membaca buku sepanjang malam, Gao Leihua mulai memahami sedikit solusi untuk kutukan. Di dunia ini memang ada yang namanya kutukan, namun sekaligus banyak juga metode untuk mengatasinya. Beberapa buku secara khusus memperkenalkan satu hal——wilayah pemurnian Dewa Cahaya. Menurut catatan, lapis pertama wilayah pemurnian Dewa Cahaya bahkan mampu memurnikan kutukan kembali menjadi keberadaan yang paling primordial.
Karena alasan inilah, di Kuil Cahaya juga terdapat banyak metode untuk menyelesaikan masalah kutukan.
Dewa Cahaya? Baru teringat oleh Gao Leihua, sepertinya jiwa Dewi Cahaya masih bertamu di rumahnya.
"Huu." Gao Leihua menghela nafas. Apakah sebaiknya menemui jiwa Dewi Cahaya? Gao Leihua bergumam dalam hati. Cahaya bulan menyinari tubuhnya, angin malam menerbangkan rambut panjangnya. Dengan menggeleng pelan, dia menutup buku tersebut.
Saat itu, sebuah mantel disampirkan dari belakang Gao Leihua ke tubuhnya. Sepasang tangan kecil yang hangat dengan lembut menekan pelipis Gao Leihua, lalu mengusapnya beberapa kali.
"Jingxin?" Gao Leihua memalingkan kepala, dan benar saja melihat Jingxin sedang berdiri di belakangnya sambil tersenyum menatapnya.
"Sedang memikirkan apa?" Jari-jari ramping Jingxin melompat-lompat di udara, membentuk serangkaian gerakan tangan untuk menyampaikan maksudnya pada Gao Leihua.
"Hm." Gao Leihua memanfaatkan kesempatan ini untuk menggenggam tangan kecil Jingxin: "Tidak ada, cuma sedang membaca beberapa buku karena tidak ada pekerjaan." Gao Leihua tertawa.
Sebelum menemukan metode untuk memulihkan kemampuan bicara Jingxin, Gao Leihua tidak berani berjanji apapun. Seperti kata pepatah, semakin besar harapan, semakin besar pula kekecewaannya.
Meski Gao Leihua diam, tapi sebagai wanita yang cerdas, Jingxin langsung melihat buku yang diletakkannya di samping dengan sekali pandang.
Itu adalah buku tentang berbagai kutukan di benua, merupakan naskah tulisan tangan asli dari seorang Pendeta Cahaya ternama di masanya.
Jing Xin tahu Gao Leihua pasti punya maksud tertentu membaca buku jenis ini. Sebagai sosok yang pintar, Jing Xin langsung teringat kutukan di tubuhnya sendiri, "Kutukan Laut". Dia membaca buku ini pasti untukku. Perasaan haru menyelinap dalam hati Jing Xin. Tapi karena Gao Leihua sementara tak ingin memberitahunya, Jing Xin pun berpura-pura tak tahu dan mengangguk pelan-pelan, membiarkan tangannya terus digenggam Gao Leihua.
"Anak-anak sudah tidur semua?" Gao Leihua bertanya dengan suara rendah.
"Hm." Jing Xin mengangguk lemah. Baru saja Lu Dongfa, Xiao Jin Sha'er, Bayi, dan Mengsi tertidur.
"Kalau begitu kau juga segera tidur saja." Gao Leihua menepuk tangan Jing Xin: "Dua hari lalu kejadian di Kuil Cahaya membuatmu terkejut. Aku terlalu terburu-buru pergi saat itu, sampai lupa akan kemungkinan hal seperti ini terjadi."
Jingxin menggelengkan kepala perlahan, hal itu bukan kesalahan Gao Leihua. Dia sendiri tidak menyangka bahwa Pastor Wu Tian yang selama ini dikenal baik ternyata memiliki sifat seperti itu. Meskipun dia tahu Wu Tian adalah orang yang terlalu licik dalam strategi, tapi sama sekali tidak menduga Wu Tian akan melakukan hal gila-gilaan seperti itu.
Namun penggali lubang akhirnya jatuh ke lubangnya sendiri. Wu Tian telah mendapatkan nasib yang pantas. Tiga Dewa Cahaya pun tidak mampu mempertahankan nyawanya dari tangan Gao Leihua. Dia dibunuh di tempat oleh Gao Leihua tepat di hadapan Tiga Dewa Cahaya.
Saat ini, jiwanya masih berada di dalam cincin ruang milik Gao Leihua. Gao Leihua hendak menyuruh Goethe memberikan "sambutan hangat" khusus pada jiwa Wu Tian. Dia ingin membuat jiwa Wu Tian bahkan tidak bisa beristirahat selamanya sekalipun sudah mati!
"Baiklah. Aku tidur dulu." Jingxin menggunakan bahasa isyarat untuk berpamitan pada Gao Leihua, lalu meletakkan kedua tangan di sisi dahinya membuat gerakan menyerupai posisi tidur.
"Hm." Gao Leihua mengangguk lemah: "Kau tidur lebih awal saja."
Jingxin tersenyum tipis, lalu berbalik dan perlahan melangkah keluar dari ruangan Gao Leihua. Namun setelah melewati pintu, dia memalingkan kepala dan melototi kesal ke arah si bego di dalam kamar. Sudah diberi sindiran sejelas itu, tapi orang itu benar-benar tidak menunjukkan reaksi sama sekali.
"Huu!" Setelah Jingxin pergi, Gao Leihua tersenyum dan berdiri dengan gesit, kemudian bergegas menuju kamar Goethe.
Karena urusan Jingxin, Gao Leihua akhirnya teringat pada jiwa Dewi Cahaya yang masih berada di tangan Goethe. Meskipun kekuatan Dewa Cahaya saat ini sudah disegel di tubuh Bixi, namun jika wilayah dewi itu bisa menghancurkan kutukan, Gao Leihua berencana mengembalikan kekuatannya.
Braak! Braak! Sampai di depan kamar Goethe, Gao Leihua mengulurkan tangannya dan mengetuk pintu kamar itu.
"Siapa yang berani?!" Di dalam ruangan, Dewi Cahaya yang sedang bingung menatap ke arah pintu besar. Sudah larut malam begini, masih ada orang yang mencari Goethe?
"Penguasa baru! Penguasa baru datang." Goethe memiliki hubungan tuan-hamba dengan Gao Leihua. Dia langsung merasakan kedatangan penguasa barunya. Seketika Goethe menjadi panik. Dewi Cahaya di sampingnya juga ikut gugup. Keduanya menatap gugup ke arah pintu masuk.
Namun jangan salah paham, alasan kegugupan mereka berdua bukan karena hubungan khusus antara Goethe dan Dewi Cahaya.
Goethe gugup karena merasa gagal memenuhi harapan penguasa barunya. Misi pembuatan cambuk panjang jiwa yang diperintahkan masih belum selesai. Bayangan ekspresi kecewa penguasa baru membuatnya semakin panik.
Sedangkan alasan Dewi Cahaya tegang sangat sederhana - dia teringat ancaman serius Gao Leihua yang akan menelanjangi dan mencambukinya. Mendengar kedatangan Gao Leihua, tubuhnya langsung bergetar ketakutan.
"Goethe, ada apa? Buka pintunya, dong!" Gao Leihua mengetuk pintu sambil berseru.
"Datang, datang penguasa baru." Goethe tersenyum getir, lalu mendekati pintu dan membuka kamarnya.
"Ada apa? Lama sekali baru membuka pintu?" Gao Leihua memandangi Goethe dengan curiga: "Apakah terjadi sesuatu?"
"Hm, tidak, tidak ada." Goethe tersipu malu kepada Gao Leihua: "Cuma, Tuan, aku, aku mengecewakanmu."
"Kau mengecewakanku?" Gao Leihua mengerutkan alis memandangi Goethe, "Goethe mengecewakanku?" tanyanya heran: "Apa yang kau lakukan? Mengapa bilang mengecewakanku?"
"Tuan, aku, aku gagal membuat 'cambuk panjang jiwa'. Tapi Tuan, aku sudah menemukan petunjuk! Beri aku sedikit waktu lagi, pasti bisa kuselesaikan!" Goethe memandangi Gao Leihua dengan panik.
"Haha, kukira apa. Untuk cambuk panjang jiwa itu, kerjakan saja perlahan. Aku datang bukan untuk urusan itu." Gao Leihua tersenyum pada Goethe: "Jiwa Dewi Cahaya itu masih ada di sini?"
"Masih, tentu saja masih, Tuan." Begitu Goethe mendengar bahwa Gao Leihua tidak datang untuk urusan cambuk panjang jiwa, dia langsung menarik napas lega. Kemudian menunjuk ke dalam ruangan: "Aku telah memasang formasi jiwa di ruangan ini. Meskipun formasi ini sederhana, bagi Dewi Cahaya yang sekarang sudah kehilangan kekuatan, dia tidak mungkin bisa kabur dari sini."
Sambil berkata demikian, Goethe menunjuk ke peta formasi magis yang memenuhi ruangan dan sosok Dewi Cahaya yang sedang duduk di ranjang dalam ruangan.
"Hehe, dia masih di dalam ya." Gao Leihua tersenyum licik, lalu menepuk pipinya sendiri. Dengan senyuman tulus yang dia anggap paling ikhlas, dia berjalan mendekati Dewi Cahaya.
Tanpa disadari, senyuman yang dianggap tulus itu justru terlihat sebagai senyuman mesum paling menjijikkan di kolong langit di mata Dewi Cahaya.
“Kau, jangan mendekat.” Dewi Cahaya langsung menggunakan bulu sayap di punggungnya untuk menutupi tubuhnya begitu melihat Gao Leihua yang mendekat dengan "senyum mesum", matanya tak berkedip mengamati siluet samar pria itu yang semakin mendekat.
“Ini, Dewi Cahaya.” Gao Leihua berusaha membuat senyumannya terlihat tulus: “Aku mencari...”
“Jangan mendekat! Jika kau terus maju, aku akan berteriak!” Tak ada lagi kesan sebagai dewi perkasa yang tersisa darinya. Sekarang ia persis gadis malang yang akan dilecehkan orang jahat. Memandang sosok Gao Leihua, Dewi Cahaya panik seperti remaja biasa.
Jika Dewi Cahaya adalah gadis malang itu, maka Gao Leihua yang di hadapannya adalah si penjahat yang sedang mengincarnya.
“Sebenarnya, apa yang ingin kau lakukan?” Gao Leihua memandanginya dengan bingung. Ia hanya ingin mengajukan pertanyaan, tapi mengapa ekspresinya seperti ini?
“Tunggu, aku ingin bertanya.” Langkah Gao Leihua perlahan mendekati Dewi Cahaya.
“Ah~~Playboy!” Melihat Gao Leihua tak menghiraukan ancamannya, Dewi Cahaya langsung membuka mulut dan berteriak kencang.
Keringat dingin Gao Leihua langsung mengalir deras bagai sungai. Setelah teriakan Dewi Cahaya, tubuh Gao Leihua secara refleks alami langsung menerjang ke arah sang dewi, lalu tangannya berusaha menutup mulut Dewi Cahaya.
Tapi Gao Leihua lupa bahwa saat ini Dewi Cahaya dalam wujud jiwa. Jiwa bukanlah tubuh materi yang bisa disentuh. Tangannya langsung menembus tubuh dewi itu, lalu badannya terjatuh di tempat tidur.
"Berhenti teriak, perempuan. Aku tak tertarik padamu." Melihat Dewi Cahaya masih berteriak, Gao Leihua berdiri sambil berkata dengan kesal: "Aku ada hal penting untuk ditanyakan."
"Kalau ada pertanyaan, mundur dulu baru bicara." Dewi Cahaya menarik tubuhnya menjauh beberapa langkah, lalu berkata pada Gao Leihua.
"Wilayah kekuasaanmu, apakah kemampuan pemurnianmu bisa menghilangkan kutukan?" Gao Leihua menjaga jarak sambil bertanya pada sang dewi.
"Ini tergantung pada jenis kutukannya." Di bawah atap orang lain terpaksa menunduk, meskipun Dewi Cahaya enggan menjawab, namun tak ada cara lain.
"Kutukan laut." Gao Leihua berkata.
"Kutukan laut? Perempuan berambut biru itu? Itukah kekasihmu?" Dewi Cahaya menatap Gao Leihua.
"Hm." Gao Leihua menyipitkan matanya ke arah Dewi Cahaya: "Bisa dimurnikan?"
"Sayang sekali, kutukan laut bukan jenis yang bisa diselesaikan wilayah pemurnianku. Jenis kutukan ini sama sekali tidak diketahui sumbernya, mustahil diurai." Dewi Cahaya menggelengkan kepala: "Bukanlah kekuatan yang setara jabatan."
"Seperti ini." Gao Leihua menghela nafas kecewa.
"Tapi..." Dewi Cahaya tersenyum memandangnya: "Aku tahu ada satu barang yang sangat efektif untuk kutukan." Matanya berbinar-binar.
"Barang apa?" Gao Leihua menatapnya.
“Ku beri tahu, tapi apa manfaatku?” Dewi Cahaya menyipitkan matanya memandang Gao Leihua.
“Manfaat? Hehe.” Mata Gao Leihua memancarkan kilatan berbahaya. “Jangan lupa, kau tawananku.”
“Tawanan perang juga punya hak untuk tidak bicara.” Dewi Cahaya tetap tak peduli.
“Plak! Plak!” Goethe yang berdiri di samping tiba-tiba tertawa terbahak sambil berdiri. Dia menggenggam benda mirip cambuk khusus: “Tuan! Goethe tak mengecewakanmu. Cambuk panjang jiwa, selesai!”
“Bagus.” Gao Leihua mengambil cambuk itu. Waktunya tepat! Ia berputar dengan senyum jahat: “Makan cambuk atau jujur, pilih satu!”
“Jangan, jangan pukul aku! Jangan copot bajuku!” Dewi Cahaya memeluk tubuhnya erat, nyaris berteriak: “Kubilang! Mata Air Kehidupan di Hutan Peri, konon bisa menghilangkan semua status negatif di dunia!”
“Hutan Peri? Baik. Terima kasih banyak.” Gao Leihua berdiri, lalu berjalan menuju pintu.
Senyum tipis mengembang di sudut bibir Dewi Cahaya.
“Besok, Godard kau bawa Dewi Cahaya dan ikut bersamaku.” Gao Leihua tiba-tiba memalingkan kepala ke arah Godard.
Krak! Senyum di wajah Dewi Cahaya langsung kaku...
