“Siap, Penguasa! Akan kusiapkan segalanya. Besok akan kubawa dia mengikuti Penguasa ke Hutan Peri Suku Spiritual!” Jenderal Kavaleri Darah Godard meluruskan pinggangnya sambil berseru lantang.
Wajah Dewi Cahaya seketika berkerut menderita. Sejujurnya, di Hutan Peri terdapat satu keberadaan yang sangat tak ingin bahkan tak berani ia temui. Atau bisa dikatakan, itu adalah sosok yang tak ingin dilihat oleh semua dewa.
Gao Leihua tersenyum jahat sambil keluar dari kamar Goethe. Saat Dewi Cahaya memanggilnya ke Hutan Peri tadi, sehelai senyuman tipis di sudut bibirnya tak luput dari pengamatan Gao Leihua. Mau mempermainkanku? Kalau begitu kau harus menemani bermain sampai tuntas! Gao Leihua terkekeh licik.
Di sisi lain, di Kuil Cahaya yang jauh
Dalam dua hari, dua Paus Cahaya berturut-turut wafat. Aula Paus Kuil Cahaya berubah menjadi reruntuhan semalam, sementara Regimen Ksatria Kuil Suci - kartu as mereka - menderita banyak korban jiwa.
Saat ini, tiga uskup agung Kuil Cahaya (karena Wu Tian dari Empat Uskup Agung sudah tewas) dan beberapa tetua yang selamat setelah pembantaian Gao Leihua berkumpul. "Negara tak boleh sehari tanpa raja, rumah tak boleh tanpa tuan."
Begitu pula, Kuil Cahaya tak boleh sehari tanpa Paus. Saat ini, yang berdiri di hadapan mereka tak lain adalah putra mantan Paus Cahaya, Putra Suci Cahaya Brus.
Putra Suci Brus yang tumbang setelah dihajar oleh Ksatria Darah Gao Leihua dalam pesta dansa sebelumnya lalu terus-menerus tak sadarkan diri. Ketika dia siuman dan kembali ke Kuil Cahaya, segalanya telah berubah di sana.
Ayahnya yakni Paus Cahaya sebelumnya telah meninggal beberapa hari lalu, sementara Paus kedua Pastor Wu Tian yang baru saja dilantik pun akhirnya kembali ke pelukan Dewa Cahaya Yang Mahatinggi.
Saat ini Kuil Cahaya berada dalam keadaan tanpa pemimpin. Maka begitu Putra Suci Brus kembali ke Kuil Cahaya, para sesepuh yang selamat segera memanggilnya. Kumpulan rubah tua ini mulai bernegosiasi dengan Brus tentang posisi Paus. Setelah mencapai keputusan bulat, mereka memutuskan untuk mengangkat Putra Suci Brus ke takhta kepausan.
Bukan berarti para sesepuh ini sendiri tidak ingin menjadi Paus. Demi Dewa Cahaya, dalam hati mereka mati-matian menginginkan posisi tersebut. Sayangnya mereka saling tidak mau tunduk satu sama lain. Akhirnya mereka sepakat mendorong boneka ke tampuk kekuasaan.
"Tapi," Putra Suci Brus yang paham rencana licik mereka hanya bisa tersenyum getir, "Bagaimana mungkin aku menjadi Paus sekarang? Aku tidak punya wibawa, dukungan masyarakat pun minim. Level sihir cahayaku juga masih sangat rendah."
“Hal ini Yang Mulia Putra Suci tidak perlu khawatir! Selama ada kami sekelompok orang tua di sini, pasti tidak ada masalah. Dengan dukungan kami, takhta Paus pasti menjadi milikmu!” Beberapa orang tua itu serempak berkata kepada Putra Suci Brus.
Setelah menyetujui permintaan untuk naik takhta Paus, Brus berjalan perlahan-lahan menuju reruntuhan Aula Paus yang telah hancur.
Sambil berjalan, diam-diam ia menganalisis rencana licik para orang tua itu. Meski bisa dibilang seorang pemboros, namun sebagai putra mantan Paus, intrik dan konspirasi politik bukanlah hal asing baginya. Jelas terlihat, mereka hanya ingin mencari boneka. Dan dialah sang boneka hias yang dimaksud.
Bruce menyadari dirinya masih terlalu muda dan tidak memiliki kemampuan sihir cahaya tingkat kesucian seperti Ayahnya. Ditambah reputasinya sebagai playboy, sama sekali tidak memiliki wibawa di masyarakat - yang ada hanyalah reputasi buruk. Meski dipaksakan menjadi Paus dengan dukungan semua tetua, posisinya tetap rentan. Kapan pun para tetua itu mau, sang Paus boneka ini bisa dijatuhkan.
"Apa yang harus kulakukan?" Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Bruce mulai merenungkan hal ini dengan serius.
Perlahan-lahan, Bruce melangkah memasuki posisi Aula Paus yang telah hancur.
Cahaya bulan keperakan menyelimuti benua bagai tabir kabut tipis.
Di bawah cahaya bulan, Bruce duduk sendirian di antara reruntuhan Aula Paus Cahaya. Ia menatap kosong ke arah arca Dewa Cahaya yang sudah rusak di dalam aula. Di tempat ini pula, ayahnya menemui kematian. Tentang bagaimana persisnya sang ayah meninggal, tak seorang pun tahu. Semua kabar telah diblokir rapat oleh Paus sebelumnya Wu Tian. Satu-satunya yang diketahui adalah lokasi ini menjadi tempat kematian mantan Paus sekaligus ayah kandung Bruce.
"Ayah, saat ini, apa yang harus kulakukan?" Bruce memandang reruntuhan itu dengan tatapan hampa.
Kini, yang ia butuhkan adalah solusi untuk mengokohkan posisi sebagai Paus. Ada dua kemungkinan untuk memperkuat kedudukannya: Pertama, kekuatannya mencapai level di atas tingkat kesucian! Jelas ini mustahil. Kedua adalah wibawa, pengaruh di kalangan masyarakat. Asalkan memiliki wibawa yang cukup, posisinya sebagai Paus akan aman.
Tapi saat ini, apa cara yang bisa dia lakukan untuk mendapatkan wibawa? Mungkinkah harus menunggu sampai dia menjadi Paus baru berusaha meraih wibawa? Tapi apakah para tetua itu bisa dianggap orang sembarangan? Sekalipun dia naik sebagai Paus, kelompok tua itu pasti akan mengontrol setiap tindakannya, tidak membiarkan wibawanya meningkat banyak.
Ayah, apa yang harus kulakukan? Bagaimana cara mendapatkan dukungan rakyat Kekaisaran Cahaya dengan wibawa yang cukup dalam waktu singkat?
Wibawa. Bruce merenungkan konsep wibawa ini. Jika bicara soal wibawa, tiga orang di Kuil Cahaya dulu sangat dihormati. Pertama ayahnya yang adalah Paus Cahaya, kedua Paus sebelumnya yang telah tiada yaitu Uskup Agung Wu Tian kala itu. Dan satu lagi adalah Santa Perempuan Bixi.
Bruce tiba-tiba teringat Bilisi, tunangan nominalnya sendiri——Santa Cahaya Bilisi! Dewi dalam hati rakyat Kekaisaran Cahaya, utusan Dewa Cahaya! Popularitas Bilisi di kalangan masyarakat hampir melebihi ayahnya Sang Paus Cahaya!
Santa Bilisi bagi rakyat Kekaisaran Cahaya adalah perwujudan Dewa Cahaya, perwakilan Dewa Cahaya di dunia fana! Ia berjalan di antara rakyat, mengobati penyakit, mendoakan dan memberkati mereka.
Begitu teringat Bilisi, mata Bruce tiba-tiba berkilauan. Iya, bagaimana bisa aku tidak memikirkan ini? Bruce menepuk kepalanya sendiri.
Jika aku menemukan Bixi terlebih dahulu, lalu menikahinya. Dengan memanfaatkan wibawa Bixi, bukankah aku bisa mengokohkan posisi sebagai Paus Cahaya? Asalkan memiliki Bixi, sekelompok pria tua itu takkan bisa lagi menarikku dari singgasana kepausan ini!
Namun masalah berikutnya segera membingungkan Bruce. Meskipun ide menikahi Bixi terdengar bagus. Tapi, di manakah Bixi sekarang? Sejak kembali ke Kuil Cahaya, Bruce sama sekali tidak melihat siluet samar Bixi! Bagaimana caranya aku harus mencari Bixi.
Bruce mengusap pelipisnya, berusaha keras mengingat-ingat kenangan tentang Bixi.
Samar-samar, ia ingat bahwa saat pesta dansa di Sekolah Sihir dan Ilmu Beladiri Saint Peter dulu, seorang siswa akademi tersebut yang membawa kabur Bixi. Memorinya perlahan menjadi semakin jelas.
Jika ingatanku tidak salah, itu pasti seorang siswa pria bernama Shajia. Yang terpenting, ayah siswa bernama Shajia itu sepertinya sosok yang sangat hebat. Bahkan ayahku sendiri yang menjabat sebagai Paus pun berkali-kali mengingatkanku, tak berani berniat jahat terhadap ayah Shajia.
Terhadap perkataan ayahnya, Bruce benar-benar yakin. Ayahnya adalah pria yang penuh kewaspadaan. Jika beliau sudah bilang jangan macam-macam dengan pria itu, Bruce benar-benar tak berani mencoba.
Tapi, kalau aku tidak boleh mengincar pria itu, apakah berarti aku harus melepas Bixi? Hati Bruce gatal-gatal bukan main. Susah payah menemukan cara, tapi cara ini justru tidak bisa digunakan karena suatu alasan. Ini hal yang paling membuat frustrasi.
"Ayah, jika kau masih ada di alam baka, beritahu aku apa yang harus kulakukan." Bruce menatap Arca Dewa Cahaya sambil berdoa.
“Yang Mulia Putra Suci, Yang Mulia Putra Suci, apakah Anda masih di dalam?” Tiba-tiba dari luar Aula Paus terdengar suara seorang pendeta. Meskipun Aula Paus telah menjadi reruntuhan, selain Paus dan tetua tingkat tinggi, tak ada yang berani melangkah masuk ke tempat ini. Inilah aturan Kuil Cahaya.
“Ada, ada hal apa?” Bruce berdiri dari reruntuhan sambil menepuk-nepuk tubuhnya lalu menatap ke pintu masuk.
“Yang Mulia Putra Suci, sesuai kebiasaan, orang tua Santa Bilisi datang mengunjungi putri mereka setiap tahun pada hari ini. Namun hari ini mereka tidak menemukan sang Santa, sehingga mencari ke sini untuk menanyakan kabar Santa Cahaya. Apakah Anda bersedia menemui mereka?” Pendeta itu bertanya di pintu. Secara teori Santa adalah tunangan Putra Suci, karena itulah dia tidak melaporkan hal ini kepada para tetua dan uskup agung, melainkan langsung menghadap Bruce.
"Apa kau bilang? Orang tua Bixi?!" Bruce mengangkat kepala dengan cepat. Demi Dewa Cahaya! Seketika semangatnya langsung bangkit. Pendengarannya tidak salah, ternyata orang tua Bixi yang datang! Ya Dewa, apakah Engkau mendengar doaku? Hatinya dipenuhi sukacita.
"Benar, orang tua Yang Mulia Santa." Sang pendeta meski bingung melihat antusiasme tiba-tiba Putra Suci, tetap mengangguk penuh hormat.
"Baik! Segera antar aku menemui kedua sesepuh itu!" Bruce berdiri dengan ceria. Apakah ini pertolongan arwah ayah yang telah tiada? Sebuah rencana sempurna mulai terbentuk dalam benaknya.
Setelah merapikan penampilannya, Bruce hampir berlari menuju ruangannya. Kegembiraannya saat ini hampir tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ya, dalam ingatannya ayah Shajia memang sangat kuat. Tapi, sekuat apapun pria itu, ketika orang tua Bixi datang untuk meminta Bixi kembali, mungkinkah dia menggunakan kekuatan militer untuk mengancam orang tua Bixi?
Bruce tersenyum penuh kesombongan. Ia semakin yakin rencana ini benar-benar sempurna! Rencana ini pasti akan sukses! gumam Bruce dalam hati.
Tapi, seringkali ketika manusia merasa rencananya tak terbaca, justru itulah lubang terbesar yang akan membuatmu kalah! Ingatlah: manusia merencanakan, Langit yang menentukan. Jika Langit tak membantumu, sehebat apapun strategimu, sesempurna apapun itu, tetap akan menjadi buang waktu?
Dengan hati berdebar-debar, Bruce akhirnya tiba di ruangannya. Orang tua Bixi sendiri pernah ia lihat beberapa kali sebelumnya.
Orang tua Bilisi adalah penganut Cahaya yang berkeyakinan teguh. Ayah Bilisi berasal dari bangsawan kecil pedesaan, sedangkan ibunya adalah putri seorang pengusaha. Namun kemudian karena Bilisi menjadi santa wanita, status orang tuanya melesat sangat cepat. Saat ini bahkan bangsawan besar di kota kerajaan pun harus membungkuk memberikan hormat saat melihat orang tua Bilisi, sebagai bentuk penghormatan terhadap santa wanita Bilisi yang merupakan jubir Dewa Cahaya di dunia fana.
Sebagai bangsawan kecil dari desa, ayah Bilisi tidak memiliki aura khusus. Dulu Bruce meski tahu ini adalah orang tua Bilisi, namun tak pernah benar-benar mempedulikannya. Bruce masa lalu adalah seorang Pemboros sejati, bagi bangsawan kecil seperti orang tua Bilisi sama sekali tidak dianggapnya layak menjadi lawan.
Tapi kali ini berbeda, orang tua Bilisi akan menjadi kunci bagi Bruce untuk mengukuhkan posisinya sebagai Paus Cahaya. Dengan senyum mengembang, ia memasuki tempat tinggalnya di dalam Kuil Cahaya.
Di dalam ruangan, seorang pria paruh baya dan seorang wanita paruh baya yang biasa sedang berdiri di dalam ruangan Bruce.
Bruce sebenarnya selalu curiga, bagaimana pasangan suami-istri biasa ini bisa melahirkan putri secantik dan istimewa seperti Bixi.
"Paman, Ibu!" Bruce langsung memperlihatkan ekspresi penuh keakraban setelah memasuki ruangan, memanggil kedua orang tersebut dengan penuh penghormatan. Situasi membentuk karakter, si playboy ini di bawah tekanan situasi justru cepat belajar membeli loyalitas. Jika dulu Bruce yang malas ini tidak menunjukkan ekspresi jijik saat bertemu orang tua Bixi saja sudah bagus, sekarang dia bahkan bisa memanggil mereka "Paman" dengan begitu ramah.
Orang tua Bixi pun langsung diliputi kegembiraan saat mendengar panggilan Bruce tersebut.
“Yang Mulia Putra Suci, panggilan Paman ini aku tidak layak menerimanya.” Ayah Bixi, pria paruh baya itu segera panik berkata pada Bruce.
“Ah, Bapak pasti layak, sama sekali layak.” Bruce membentuk ekspresi seperti dukun palsu yang meyakinkan: “Aku dan Bixi telah bertunangan di bawah restu Dewa Cahaya, ini adalah ikatan suci yang diberkati para dewa. Aku memutuskan untuk menikahi Bixi lusa! Lusa adalah hari pelantikanku sebagai Paus, akan kujadikan ini Dua keberuntungan sekaligus!”
“Sungguh kabar baik, semua akan kami patuhi sesuai keinginan Yang Mulia.” Ayah Bixi menggosok-gosokkan tangan sambil tersenyum licik. Meski gelar ayah santa wanita terdengar megah, tapi mana bisa menandingi kemegahan gelar mertua Paus?
“Paman dan Ibu, beberapa hari ini Bixi sedang bertamu di suatu tempat. Aku terlalu sibuk belakangan ini. Apakah Paman dan Ibu bisa membantuku memanggil Bixi pulang, agar kita bisa menyelesaikan pernikahan tepat waktu di hari penobatanku?” Bruce akhirnya memperlihatkan tujuan sebenarnya.
Tapi sebagai bangsawan kecil dari desa, ayah Bixi mana bisa mencium maksud tersembunyi ini. Begitu mendengar Putra Suci memintanya mencari Bixi, ia langsung menyanggupi.
Senyum tipis mengembang di wajah Bruce. Dengan Bixi sebagai sandera, wibawanya sebagai Paus akan tetap bersinar terang. Siapa berani menjatuhkannya nanti?
Tak hanya itu, aku juga akan menggulingkan kalian para tua-tua brengsek ini! Bruce mengepal tangan sambil bergumam.
Di sisi lain, di rumah Gao Leihua...
Sebuah bayangan melesat dari rumah Jingxin ke angkasa. Setelah beberapa kali melayang-layang, sosok itu lenyap dalam gelapnya malam. Satu-satunya yang terlihat jelas adalah pupil ganda di matanya yang lebih pekat dari kegelapan malam...
