"Tidak! Bagaimana mungkin ini. Bohong, ini semua bohong! Akulah Putra Suci, akulah Paus! Aku Bruce-lah Putra Suci!" Setelah mendengar ucapan Shajia di langit, Bruce langsung menjadi gila. Dialah Putra Suci, dialah Paus baru! Bagaimana mungkin bajingan yang muncul entah dari mana ini bisa jadi Putra Suci! Bruce berdiri kasar, meneriakkan sumpah serapah ke arah Shajia di langit.
Secara bersamaan, para pengikut Kuil Cahaya menatap Bruce serentak.
"Haha, target yang sempurna." Di balik awan, Gao Leihua memandang Bruce sambil tersenyum licik. Saat ini dia sedang kekurangan 'ayam' untuk dibunuh guna menakut-nakuti monyet, tak disangka Bruce sendiri yang menabrak lubang laras pistol.
"Goethe, serahkan bajingan ini padamu," kata Gao Leihua sambil memalingkan kepala perlahan ke arah Goethe. "Tanggung sendiri akibatnya."
“Siap, Tuanku. Serahkan padaku!” Goethe di sisi lain awan menjawab dengan lantang, lalu dia berdiri. Jari kanan Goethe menunjuk ke Bruce yang sedang berteriak histeris di daratan: “Hukuman Dewa!”
Begitu jari Goethe menunjuk, unsur api di antara Langit dan Bumi segera bergerak sesuai kehendaknya. Seketika, semburan api putih mendarat dari langit! Api ini bagaikan air terjun yang turun dari langit. Dalam kobaran api terkandung aura intimidatif khusus milik Dewa Api.
Semua pengikut cahaya yang hadir hanya bisa menatap api yang seperti air terjun ini mengalir dari atas ke bawah, bagaikan aliran air yang menyiram tubuh Bruce.
“Ahh~~” Teriakan terakhir dalam hidupnya pecah saat api putih menyentuh tubuhnya. Api putih itu adalah nyala paling panas di dunia! Begitu tubuh Bruce bersentuhan dengan api, seluruh wujudnya seketika berubah menjadi debu di alam semesta.
"Hukuman Dewa, itu adalah hukuman Dewa Api!" Para pendeta Kuil Cahaya berteriak panik. Menurut catatan dalam Kitab Suci Cahaya, Tiga Dewa Cahaya masing-masing memiliki jurus hukuman ilahi tersendiri. Hukuman Dewa Api juga disebut Api Langit. Itu adalah kobaran api putih yang jatuh dari langit seperti air terjun, api putih ini mampu membakar habis segala kegelapan di dunia.
Hanya bisa menatap Bruce terbakar jadi abu, tak satu pun yang hadir di lokasi berani mengucapkan sepatah kata. Ini adalah hukuman Dewa, metode pemurnian yang digunakan Dewa Cahaya untuk menghukum orang jahat dan terkutuk.
"Bagus sekali." Gao Leihua mengacungkan ibu jari ke arah Goethe.
Di bawah, Shajia melirik ke arah balik awan. Kemudian sesuai skenario, Shajia perlahan turun dari langit. Setelah mendarat, Dewi Cahaya yang berada di udara segera menyuruh elemen cahaya membentuk berkas cahaya yang menyinari siluet samar Shajia, memandunya berjalan menuju posisi Paus.
"Tidak perlu upacara penobatan dari Tetua Agung," Shajia dengan santai menerima mahkota Paus Cahaya dari tangan Tetua Agung Cahaya. Kemudian dia menekuk sayap putih bersih di punggungnya, mengenakan mahkota Paus Cahaya lalu duduk di kursi singgasana kepausan.
Para tetua yang berdiri di samping tak ada yang berani bersuara. Dalam situasi saat ini, siapa yang berani berkomentar? Meski merasa ada yang mencurigakan dalam proses ini, tak satu pun tetua berani protes. Mereka paham, jika berani mengoceh lebih dari satu kata, nasib mereka akan sama seperti Bruce yang terbakar menjadi debu!
Di atas awan
"Goethe, sekarang Shajia sudah menjadi Paus Cahaya. Untuk beberapa hari ke depan, tinggallah di sini untuk menjaganya." Gao Leihua yang sedang duduk di tepi awan berbicara kepada Goethe di sampingnya. Meski Shajia sudah resmi menjabat, demi keamanan selama masa transisi, Gao Leihua tetap menempatkan sang Dewa Api di sisi sang Paus baru: "Jika ada yang berniat jahat padanya, langsung hilangkan." Perintah Gao Leihua.
"Siap, Penguasa Baru!" Goethe menjawab dengan tegas: "Selama aku ada, siapa pun yang ingin menyakiti Putra Tuan harus menginjak mayatku terlebih dahulu!"
Gao Leihua menganggukkan kepala sambil tersenyum, lalu memandang Shajia yang telah duduk secara dramatis di tahta Paus.
Shajia naik ke posisi Paus di Kuil Cahaya, sementara Putra Mahkota Ivan dari Kekaisaran Cahaya juga berada dalam kendali Gao Leihua. Tanpa disengaja, Gao Leihua ternyata telah menguasai negara terbesar umat manusia ini.
……
Tiga hari kemudian.
Sudah tiga hari sejak Shajia menjadi Paus. Bixi kini tinggal bersama Shajia di Kuil Cahaya. Mengenai hubungan mereka, orang tua Bixi sama sekali tidak berani berkomentar lagi.
Kini Shajia adalah perwakilan Dewa Cahaya di dunia fana. Bagi pasangan fanatik ini, menikahkan putri mereka dengan Paus adalah takdir terbaik.
Setelah beristirahat selama tiga hari, Gao Leihua akhirnya merencanakan sesuatu.
"Sudah saatnya pergi ke Kuil Dewa Petir." Gao Leihua berpikir sejenak lalu memutuskan untuk mengunjungi Kuil Dewa Petir.
Tanggal pernikahan dengan Jingxin semakin dekat, sekarang Gao Leihua ingin pergi ke Kuil Dewa Petir untuk mencari informasi tentang metode pembuatan pulau udara. Jika memungkinkan, ia benar-benar ingin menyiapkan sendiri sebuah pulau udara untuk Jingxin. Sebaiknya bisa diselesaikan sebelum hari pernikahan.
Meskipun di Bumi dulu Gao Leihua tidak bisa seperti raja Babilonia kuno yang membangun pulau udara untuk kekasihnya, tapi ini adalah dunia lain bukan Bumi.
Setelah mempersiapkan diri untuk ke Kuil Dewa Petir, Gao Leihua awalnya ingin mengajak Shajia. Sayangnya karena Shajia baru saja menduduki posisi Paus, masih banyak urusan yang harus ditangani sehingga Gao Leihua terpaksa membatalkan niatnya.
Setelah makan siang, Gao Leihua memberitahu Jingxin tentang rencananya ke Kuil Dewa Petir.
Jingxin menganggukkan kepala, lalu berdiri dan merapikan baju Gao Leihua. Dengan bahasa isyarat ia berkata: "Lei, pergi cepat dan pulang segera."
“Hm.” Gao Leihua mengangguk lemah: “Kuil Dewa Petir tidak jauh dari tempat ini. Jika cepat, aku bisa kembali malam ini.”
Sebenarnya Gao Leihua sempat ingin mengajak Jing Xin bersama, namun Jing Xin ditahan oleh desainer kepala Xue Sha bernama Leliya. Karena harus mendesain gaun pengantin untuk Jing Xin. Maka beberapa hari ini Jing Xin harus tinggal di rumah untuk diukur baju oleh mereka.
Akhirnya Gao Leihua terpaksa pergi sendiri ke Kuil Dewa Petir.
……
Mengikuti rute dalam ingatannya, Gao Leihua keluar dari ibukota lalu menuju Kota Rahmat Dewa. Kuil Dewa Petir terletak di padang liar besar antara ibukota dan Kota Rahmat Dewa yang metropolitan.
Kali ini Gao Leihua tidak terburu-buru. Dengan langkah tenang, ia melanjutkan perjalanan mengikuti jalur yang diingatnya.
Sama seperti sebelumnya, Gao Leihua memasuki wilayah kabut tersebut. Setelah melewati kabut, dia sampai di samping dua tiang batu raksasa yang dikelilingi kabut. Kedua tiang batu ini terlihat penuh misteri dalam balutan kabut, sementara di antara keduanya terbentang kegelapan tanpa batas yang sama sekali tak memperlihatkan secuil benda apa pun. Berbekal pengalaman sebelumnya, Gao Leihua tentu tahu di sinilah letak pintu teleportasi menuju Kuil Dewa Petir.
"Ini tempatnya." Gao Leihua mengangkat kakinya hendak masuk.
Tepat ketika Gao Leihua akan melangkah masuk ke Kuil Dewa Petir, tiba-tiba suara perempuan yang nyaring terdengar dari samping: "Berhenti! Teknik Petir!"
Bersamaan dengan itu, kilat sebesar tong menyambar dengan keras ke arah Gao Leihua.
Menyadari itu adalah teknik petir, Gao Leihua dengan tempo terukur mengangkat kepalanya memandang kilat di langit. Dia membiarkan kilat itu menyambarnya tanpa melakukan perlindungan sedikit pun!
Saat kilat ini hampir menyentuh tubuh Gao Leihua, tiba-tiba elemen petir dalam kilat tersebut menjadi gelisah! Mustahil elemen petir menyerang Dewa Petir! Prinsip Langit dan Bumi pun tak akan mengizinkan elemen petir melakukan hal seperti ini. Maka, ketika kilat hampir menghantam Gao Leihua, terdengar "plak!" dan semua elemen petir tiba-tiba menyebar.
Gao Leihua adalah Dewa Petir. Jika dewa petir sampai tewas tersambar petir, itu akan menjadi reaksi memalukan terbesar.
Gao Leihua tersenyum licik, lalu melanjutkan langkahnya.
"Siapa kau? Berhenti! Tempat ini bukan area yang pantas kalian masuki." Peringatan itu disampaikan oleh suara perempuan dari kejauhan.
Gao Leihua membuka Mata Dewa berwarna ungu-emasnya, menatap tajam ke arah sumber serangan tadi. Terlihat siluet ramping seorang wanita yang menggenggam busur sihir bertuah berukuran besar di tangannya.
Gao Leihua mengenali gadis ini. Dialah prajurit pemanah perempuan yang pertama kali membawanya masuk ke Kuil Dewa Petir. Saat ini, di tangannya tergenggam busur panjang bertatah formasi magis, dengan tiga anak panah berkilat petir yang mengarah ke Gao Leihua dari kejauhan.
"Ini aku." Gao Leihua menatap ke atas dan berkata kepada sang pemanah perempuan.
Gadis itu seolah menyadari kehadirannya. Menyusul kemudian, dia segera mengenali Gao Leihua - di seluruh benua, hanya ada satu orang dengan rambut putih seperti salju ini.
"Kau? Rencana apa lagi ini?" Sang pemanah perempuan bersikap kasar. Saat kunjungan terakhir Gao Leihua ke Kuil Dewa Petir, mereka pernah memintanya menyerahkan Pisau Hukuman. Namun saat itu, mereka justru tertekan oleh kekuatan sucinya yang baru terbentuk hingga sulit bernapas.
Kali ini, aura intimidatif Gao Leihua tampak berkurang dibanding sebelumnya. Namun justru sekarang, dia memberikan kesan yang jauh lebih berbahaya daripada sebelumnya.
“Yang datang adalah Nona Jennifer Aniston.” Gao Leihua tersenyum kepada prajurit pemanah perempuan itu.
“Nona Jennifer Aniston?” Prajurit pemanah perempuan muda itu berpikir sejenak, lalu mengangguk: “Ikut aku.”
Gao Leihua mengangguk sambil tersenyum. Kemudian mengikuti siluet sang gadis melangkah masuk di antara dua pilar besar. Persis seperti sebelumnya, saat memasuki tiang batu, swoosh! Gao Leihua merasakan pandangannya gelap sejenak, lalu terang kembali.
Gao Leihua kembali menginjakkan kaki di Kuil Dewa Petir yang telah lenyap dari benua ini. Arca Dewa Petir di dalam kuil masih terlihat berwibawa dan megah, seolah tak ada perubahan sedikitpun sejak kunjungan terakhir.
Setelah memasuki Kuil Dewa Petir, prajurit pemanah perempuan tadi muncul kembali. Ia datang lebih awal sedikit dibanding Gao Leihua, sehingga sempat memberi tahu penghuni kuil terlebih dahulu.
Saat ini di belakangnya terdapat sesepuh yang sebelumnya membawa Tuan Gao Leihua ke pulau udara dan lima perempuan enam laki-laki. Ditambah prajurit pemanah perempuan total menjadi enam perempuan enam laki-laki.
"Selamat siang, Yang Mulia Gao Leihua." Sesepuh itu langsung memberikan hormat begitu bertemu. Kemudian ia bertanya: "Ada keperluan apa gerangan Yang Mulia mengunjungi tempat kami hari ini?"
"Bisakah Anda membawa saya menemui Nona Jennifer Aniston si Kilat Kegelapan?" Gao Leihua bertanya pada sesepuh itu.
"Kilat Kegelapan?? Oh, Tuan Gao Leihua, apakah yang Anda maksud adalah Tuan kami Dewa Petir?" Sesepuh itu menyeringai.
"Dewa Petir? Bukan, maksudku adik perempuan Dewa Petir, yaitu Nona Jennifer Aniston." Gao Leihua menjelaskan...
