Melihat Gao Leihua tidak mengalami kerusakan apapun, Sembilan Neraka kesal menatap tajam ke arahnya.
"Bos Sembilan Neraka, apa yang harus kami lakukan sekarang?" Ming yang mengikuti di belakang Sembilan Neraka segera bertanya setelah melihat ada empat sosok tingkat dewa di pihak lawan.
"Sudah siapkah formasi teleportasi?" Sembilan Neraka menyipitkan matanya, membalas bertanya.
"Sudah dipersiapkan sejak lama," jawab Ming.
"Hehe." Sembilan Neraka menutupi mulutnya dengan kipas lipat, memperlihatkan senyum tipis: "Kalau begitu, segera mulai teleportasi skala besar." Bisiknya pelan: "Perintahkan Elf Darah untuk membuang mayat hamba, dan ikut kami masuk formasi teleportasi."
"Baik, Bos Sembilan Neraka." Ming mengangguk lemah, lalu cepat-cepat berlari ke arah para Elf Darah di belakang.
"Gao Leihua, antara kita belum selesai." Sembilan Neraka berkata dengan geram: "Suatu hari nanti, aku akan membuatmu menyesal."
Tapi, seandainya aku bisa hidup sampai saat itu. Sembilan Neraka menunduk memandang tangan kiri transparannya sendiri. Ia menghela napas pelan.
……
"Dewa Peri?" Setelah mendengar perkenalan Dewa Hewan, Gao Leihua segera memalingkan kepala ke arah Dewa Peri: "Haha, kau Dewa Peri? Kebetulan sekali, aku sedang mencari-cari kau!"
"Mencari aku? Ada keperluan apa?" Dewa Peri memandangi Gao Leihua dengan ekspresi curiga.
"Mata Air Kehidupan, aku ingin Mata Air Kehidupan." Gao Leihua sambil berbicara melompat dari meteor di udara itu, mendarat dengan ringan di hadapan Dewa Peri.
"Eh?!" Saat Gao Leihua mendarat di depan Dewa Peri, tiba-tiba sang dewa mengeluarkan suara terkejut. Pandangannya langsung tertancap kuat pada cincin ruang di jari Gao Leihua.
Dewa Peri menatap tajam cincin ini, bahkan sampai lupa menjawab pertanyaan Gao Leihua.
"Hehe, cincin ini adalah cincin ruang yang diberikan kakak laki-lakiku padaku. Konon cincin ini memiliki latar belakang yang luar biasa." Gao Leihua menggerakkan cincin ruang itu dengan lembut. Menurut penjelasan mertuanya, cincin ini dibuat dewa pencipta dunia untuk menyediakan arena duel bagi para dewa di masa lampau.
"Bukan, yang kumaksud bukan cincinnya." Kilatan cahaya aneh muncul di mata Dewa Peri. Cahaya ini seperti sorotan pria pada kekasihnya - penuh kehangatan, antisipasi, semangat, dan hasrat posesif yang kuat!
"Bukan cincinnya? Lalu apa yang kau lihat?" Gao Leihua bertanya heran. Tatapan Dewa Peri jelas-jelas tertuju pada cincin ini.
"Yang kumau adalah barang yang ada di dalam cincin ruang ini." Mata Dewa Peri berbinar-binar saat berbicara pada Gao Leihua.
“Barang di dalam cincin ruang? Barang apa ini?” Gao Leihua mengelus lembut cincin ruang itu. Dia benar-benar tidak ingat benda apa yang dimaksud Dewa Peri. Gao Leihua juga tidak menyadari ada barang dalam cincin ruangnya yang bisa membuat Dewa Peri sampai memperlihatkan wajah terkejut.
“Meskipun aku tidak bisa melihatnya, tapi aku bisa merasakan adanya set perlengkapan milikku di dalam cincin ruang itu,” Dewa Peri berkata dengan tegas.
“Set Perlengkapan Dewa Peri?” Gao Leihua teringat pada sesuatu. Saat menyelamatkan gadis kecil Mengsi dulu, di antara beberapa senjata dewa yang digunakan untuk menyegel Mengsi memang terdapat satu set perlengkapan Dewa Peri.
“Ya, tepat sekali. Yang kumaksud memang Set Perlengkapan Dewa Peri itu,” Dewa Peri tersenyum licik.
"Setelan Dewa Peri?" Saat itu, Dewa Hewan juga terbang turun dari atas. Setelah mendengar kata "Setelan Dewa Peri", dia segera menyela: "Setelan Dewa Peri? Dewa Peri, bukankah itu setelan yang kau kalahkan dari si brengsek Dewa Petir ribuan tahun yang lalu?"
"Jangan, jangan bicarakan itu!" Dewa Peri langsung menutupi mulut Dewa Hewan. Perlu diketahui kekalahan dari Dewa Petir itu adalah satu-satunya aib seumur hidupnya yang dianggapnya sebagai taruhan memalukan. Sejak saat itu, dia bersumpah untuk merebut kembali setelan Dewa Peri itu. Dia juga melarang keras siapapun membicarakan kondisi taruhan waktu itu.
Setelah menutup mulut Dewa Hewan, Dewa Peri memalingkan kepala ke arah Gao Leihua sambil tersenyum licik: "Ngomong-ngomong, hehe, Saudara, tadi kau bilang ingin Mata Air Kehidupan ya?"
“Hm, benar.” Gao Leihua tersenyum sambil menganggukkan kepala. Melihat ekspresi Dewa Peri saat ini, dia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan selanjutnya. Sepertinya Dewa Peri akan berusaha mengambil kembali set baju dewanya.
Tepat! Perkataan Dewa Peri berikutnya sesuai dengan dugaan Gao Leihua.
“Ah!” Dewa Peri menghela napas panjang, lalu berkata pada Gao Leihua: “Saudara, sebenarnya karena kau telah menyelamatkan seluruh desa suku kami, aku harusnya berterima kasih padamu. Tapi...” Dewa Peri melanjutkan dengan nada berat: “Masalahnya, Mata Air Kehidupan ini sangat sulit didapat. Yang paling berbahaya adalah lokasinya yang penuh jebakan maut. Dengan kondisi pertahananku yang sudah terkikis, aku benar-benar tidak berani pergi ke sana!”
"Tak tahu malu!" Ini adalah pemikiran pertama Gao Leihua terhadap Dewa Peri yang tampan ini! Jarang melihat orang yang bisa tak tahu malu sampai tingkat seperti ini. Jika Gao Leihua tidak salah ingat, Mata Air Kehidupan sebenarnya adalah barang yang bisa dibuat sebanyak apapun oleh Dewa Peri.
"Tapi! Jika Saudara benar-benar membutuhkan Mata Air Kehidupan, aku punya ide." Dewa Peri tersenyum licik sambil menatap Gao Leihua.
Saat Dewa Peri mengucapkan kata-kata ini, Rhein·Charlie Dewa Hewan yang tadi masih memperkenalkan Dewa Peri kepada Gao Leihua segera mundur selangkah, menolehkan kepala sambil berpura-pura "Aku tidak mengenalnya".
"Oh, kalau begitu jelaskan, ide apa yang kau punya?" Gao Leihua menyipitkan matanya sambil menatap Dewa Peri.
“Hehe.” Dewa Peri tersenyum licik: “Asalkan Saudara mengembalikan setelan Dewa Peri ini padaku, maka dengan perlindungan yang kudapatkan, aku akan memiliki keberanian. Dengan begitu, bukankah aku bisa pergi ke tempat ‘berbahaya’ itu untuk mengambil Mata Air Kehidupan atas nama Saudara? Bagaimana pendapatmu, Saudara?”
“Haha.” Kali ini Gao Leihua tidak menjawab apa-apa. Ia hanya menyipitkan matanya menatap tajam Dewa Peri, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Gao Leihua ingin melihat seberapa tebal wajah Dewa Peri ini sebenarnya.
Dewa Peri tampaknya tidak peduli. Ia pun menatap balik Gao Leihua dengan tatapan yang sama tajamnya.
Untuk beberapa saat, keduanya saling menatap dengan ekspresi kosong.
……
Setelah menatap lama, Dewa Peri sama sekali tidak menunjukkan ekspresi malu sedikit pun.
“Tepat! Manusia yang tak tahu malu memang tak terkalahkan,” Gao Leihua menggelengkan kepala.
"Bagaimana, sudahkah kau memutuskan untuk menyerahkan setelan Dewa Peri padaku?" Dewa Peri memperlihatkan senyuman cerah bagai mentari. Sejujurnya, jika pria di hadapannya ini terus menatap lebih lama lagi, dia benar-benar akan menyerah. Tatapan pria itu bagai dua bilah pedang tajam, membuat Dewa Peri mulai merasa tak nyaman setelah lama ditatap seperti itu.
"Ngomong-ngomong." Gao Leihua tiba-tiba teringat sesuatu. Dari pelukannya dia mengeluarkan sebuah anak panah kecil berwarna hijau dan melemparkannya ke arah Dewa Peri: "Dewa Petir Kegelapan, Jennifer Aniston pernah bilang, suruh aku menyerahkan benda ini padamu."
"Panah Alam?" Dewa Peri menerima anak panah pendek itu sambil mengerutkan alis. Akhirnya dia mengangguk: "Baiklah, kalau itu keinginannya. Kalau begitu, Saudara, mari kita bertaruh sekali lagi."
"Bertaruh?" Gao Leihua bertanya.
“Benar! Bertaruh. Kau merepresentasikan garis keturunan Dewa Petir untuk bertaruh denganku! Kali ini, jika kau menang, aku akan memberikan Mata Air Kehidupan padamu, dan kau juga bisa mengambil satu barang yang kau inginkan.” Dewa Peri berkata pada Gao Leihua: “Jika kalah, tak masalah. Mata Air Kehidupan tetap kuberikan, tapi kau harus menyerahkan setelan Dewa Peri ini padaku.”
“Baik. Lalu dengan cara apa kita bertaruh?” Gao Leihua tersenyum.
“Mari mulai dengan yang sederhana, kita bertaruh dengan kartu.” Dewa Peri mengeluarkan satu set kartu.
“Saudara Gao Leihua, sebelum kau bertaruh dengan bajingan ini, izinkan aku memberi tahu——brengsek Dewa Peri ini punya gelar lain——Dewa Judi.” Dewa Hewan cukup setia kawan, saat melihat Gao Leihua hendak bertaruh dengan Dewa Peri, dia diam-diam mengingatkan dari samping.
“Terima kasih.” Gao Leihua menepuk bahu Dewa Hewan, Rhein·Charlie memang setia kawan. Kemudian dia tersenyum memandang Dewa Peri: “Baik, ayo bertaruh kartu. Sekarang jelaskan aturannya, bagaimana cara menentukan pemenang?”
"Dua belas ronde, kami bertaruh dua belas ronde. Pemenangnya ditentukan berdasarkan jumlah kemenangan terbanyak. Bagaimana?" Dewa Peri tersenyum.
"Baik, tidak masalah." Gao Leihua mengangguk.
Melihat ikan sudah menyambar umpan, Dewa Peri tersenyum licik. Dengan penuh keyakinan, ia mengeluarkan setumpuk kartu.
Perlu diketahui di antara para dewa, julukan resminya Dewa Peri, sedangkan julukan sampingannya Dewa Judi! Dialah jagonya judi di antara ras dewa. Namun ribuan tahun lalu, dia justru kalah dari Dewa Petir yang sama sekali tidak mengerti arti judi. Taruhan itu dianggapnya sebagai aib besar.
"Mulai bertaruh!" Dewa Peri berkata lembut. Jarinya dengan lincah mulai mengocok kartu. Lalu membagikan dan mengambil kartu!
Ronde pertama, kedua, ketiga. Dewa Peri dipenuhi senyuman. Tiga kemenangan beruntun memberinya perasaan menguasai situasi.
Sementara Gao Leihua di hadapannya tidak menunjukkan sedikit pun ekspresi khawatir.
Setelah ronde keempat, senyuman penuh kesombongan mulai mengembang di wajah Dewa Peri! Jika terus begini, kemenangan sudah di tangan!
Enam ronde, tujuh ronde. Dewa Peri mulai agak terkejut karena Gao Leihua berhasil memenangkan dua ronde berturut-turut. Namun Dewa Peri tidak terlalu mempedulikannya. Keberuntungan memang bisa dimiliki siapa saja, begitu Dewa Peri menghibur diri sendiri.
Delapan ronde, sembilan ronde! Dahi Dewa Peri mulai berkeringat dingin karena Gao Leihua kembali memenangkan dua ronde! Matanya sesekali mencuri pandang ke arah Gao Leihua, tapi ekspresi wajah pria itu tetap tersenyum datar seperti biasa. Jangan-jangan si nak ini sedang berpura-pura lemah untuk menjebak? Pikir Dewa Peri dengan penuh kecurigaan.
Sepuluh ronde, sebelas ronde! Dewa Peri langsung terjatuh terduduk di lantai. Sekarang tak perlu lanjut bertaruh lagi, Gao Leihua sudah memenangkan pertandingan.
"Bagaimana mungkin!" Dewa Peri menatap Gao Leihua dengan pandangan tak percaya.
"Pasukan yang terlalu percaya diri pasti kalah." Gao Leihua tersenyum licik. Meski dijuluki Dewa Judi, kemampuan Dewa Peri itu hanya sebatas standar dunia ini. Tingkat kemampuan bertaruh di benua ini relatif rendah, sedangkan Gao Leihua yang berasal dari Bumi dengan keahlian judi tingkat tinggi tentu mudah mengalahkannya.
Secara keseluruhan, bukan Dewa Peri yang terlalu lemah, melainkan Gao Leihua yang terlalu kuat!
"Huu! Baiklah, aku mau kalah taruhan harus bayar." Dewa Peri menghela nafas dengan berat, dalam hati bergumam: Apakah aku bertabrakan dengan garis keturunan Dewa Petir? Mengapa setiap bertemu Lei Shen, aku selalu kalah dengan frustrasi?
"Bilang, selain Mata Air Kehidupan, barang apa lagi yang kau inginkan?" Dewa Peri berkata lemas tak bertenaga.
"Hehe." Gao Leihua tersenyum: "Untuk sementara aku juga belum tahu mau mengambil apa. Begini saja, nanti jika aku ingat sesuatu, akan kembali ke sini untuk mengambilnya." Dalam hati Gao Leihua berpikir: Jika Mata Air Kehidupan tidak efektif, masih ada waktu untuk kembali meminta barang lain.
"Baik." Dewa Peri mengangguk lemah: "Ikut aku untuk mengambil Air Kehidupan..."
