Konon, kutukan dewa-dewa prasejarah yang perkasa sangat dahsyat! Menurut legenda, sumpah serapah mereka terhadap seseorang memiliki kemungkinan besar menjadi kenyataan...
Apakah Raja Kegelapan termasuk dewa-dewa prasejarah? Jawabannya pasti iya! Lalu apa yang sedang dilakukan Raja Kegelapan sekarang? Secara alami sedang mengutuk Gao Leihua!
Sedangkan Gao Leihua saat ini, seolah dengan penuh kepiluan, terkena imbasnya?!
"Lei, ada apa?" Jingxin memandangi Gao Leihua dengan bingung. Tangan rampingnya yang memeluk punggung Gao Leihua merasakan otot-otot tubuhnya mendadak kaku sekejap. Meski hanya sesaat, Jingxin tetap bisa merasakannya.
"Uh, Jingxin." Gao Leihua memaksakan senyum: "Hari ini, kita tidak masuk kamar pengantin, ya?"
"Hm? Tidak lanjut ke malam pengantin?" Jingxin tertegun sebentar sebelum mengikuti arah pandangan Gao Leihua ke bawah. Setelah melihat objek yang ditatapnya, ia mengangguk penuh pertimbangan. Gao Leihua tak menyadari kilat licik di matanya: "Baik, aku ikuti keinginanmu."
"Heh." Gao Leihua memeluk Jingxin dengan lembut. Memandang siluet tubuh anggun yang berada dalam dekapan, Gao Leihua menghela napas. Mengingat kembali, sepertinya ini pertama kalinya Gao Leihua dan Jingxin tidur dalam satu ruangan dan ranjang yang sama. Genggaman pada tubuh Jingxin yang lembut bagai tak bertulang justru memicu nafsu berkobar-kobar yang tak terkendali dari perutnya.
Namun hari ini Gao Leihua tak berani melakukan apa pun pada Jingxin. Sebab dia melihat "bibi besar" Jingxin telah datang. Bukan sang wanita bernama Yue Naiya, melainkan "bibi besar" lainnya dalam pengertian kiasan - siklus bulanan perempuan.
"Lei." Jingxin dalam pelukan seolah tak memahami maksud Gao Leihua. Dengan tangan ramping, dia terus menggoda Gao Leihua dengan menggores-goreskan jemarinya di dada sang pria.
Seiring gerakan jari ramping Jingxin yang melintasi dadanya, sensasi seperti sambaran petir mengalir dari tangan halus Jingxin, perasaan nyaman tak tertahankan membanjiri otak Gao Leihua melalui pori-pori kulitnya.
"Pantas mati, begini terus tidak bisa!" Gao Leihua mengatupkan gigi. Kekuatan Dewa Petir dalam tubuhnya diam-diam mulai bersirkulasi. Dengan susah payah menahan diri agar tidak berubah wujud menjadi anjing gila, mempertahankan sehelai kewarasan untuk tidak mencabik-cabik domba kecil menggoda di hadapannya.
Namun, Gao Leihua jelas-jelas melebih-lebihkan ketenangannya. Seandainya perempuan lain yang menggoda di pelukannya, mungkin dengan bantuan Kekuatan Dewa Petir ia bisa menjadi Liu Xiahui sejati. Tapi terhadap Jingxin, Gao Leihua sama sekali tidak punya daya tahan.
"Jingxin, huu! Bisakah kau, huu, jangan bergerak, berbaring saja?" Gao Leihua terengah-engah memandangi Jingxin dalam dekapan.
"Mengapa?" Bola mata biru laut Jingxin dipenuhi senyum. Entah mengapa, saat ini Jingxin tiba-tiba memberi kesan pada Gao Leihua seolah dirinya adalah rubah kecil yang licik.
"Huu, Jingxin. Huu, kau hari ini tidak cocok." Gao Leihua berusaha mempertahankan sehelai terakhir kewarasannya.
"Lei! Benarkah tidak cocok?" Tangan Jingxin merangkul leher Gao Leihua: "Hari ini, kau benar-benar tidak hendak memasuki kamar pengantin?"
"Hm, hm!" Gao Leihua mengangguk penuh tekad: "Kondisi tubuhmu tidak memungkinkan. Malam ini, berbaringlah dengan baik. Jangan membuat gerakan-gerakan kecil lagi." Gao Leihua memeluk erat Jingxin hingga tak memberi ruang baginya untuk bergerak.
"Hm, baiklah." Jingxin menyetujui dengan sigap: "Kalau begitu, mari kita tidur."
"Huu, huu. Hm." Gao Leihua mengangguk lemah dengan perih. Sosok memikat dalam pelukannya ini, meski tak melakukan apapun, tetap menjadi godaan besar baginya.
“Lei.” Setelah diam beberapa jam, Jingxin tiba-tiba lagi-lagi mengangkat kepala dan serius berkata pada Gao Leihua: “Kau benar-benar tidak hendak melakukan hal itu lagi?”
“Tidak, tidak.” Gao Leihua menutup matanya, sementara tangan yang memeluk Jingxin menambahkan sedikit tenaga.
“Hm, baiklah, aku juga benar-benar akan tidur.” Jingxin tiba-tiba memperlihatkan senyuman iseng: “Besok, Lei. Aku akan memberitahumu satu hal. Hehe. Jangan sampai kau menyesal.”
“Hal besok, bicarakan besok. Huu!” Gao Leihua menghela nafas dengan keras. Sialan~ Saat tubuh Jingxin yang lembut seperti tak bertulang digendong dalam pelukan, hati Gao Leihua yang masih muda itu serasa ada 10.000 semut sedang ‘berbaris’ sehingga sulit mereka telan.
Tak tahu sudah berapa lama, Gao Leihua baru bisa bangkit dengan hati-hati dari ranjang setelah suara napas sang jelita di pelukannya benar-benar tenang. Ia lalu mendekati jendela, memandang dunia di balik pintu. Saat ini sudah tengah malam, permukaan laut yang membeku sedikit meredam gejolak nafsunya. Tapi cuma sedikit.
"Sialan, begini terus tidak boleh," Gao Leihua menunduk memandang "Xiao Leihua" di perutnya yang masih gagah berdiri mengarah pukul dua belas.
"Siksaan yang indah," Gao Leihua tersenyum getir memandang "Xiao Leihua" yang masih tegak. "Saudara" yang pemberontak ini seolah menunjukkan protesnya.
"Lei." Tiba-tiba sepasang lengan lembut memeluknya dari belakang.
Dug! Xiao Leihua yang tadi sudah mulai merosot ke arah pukul enam langsung melesat kembali ke posisi pukul dua belas!
"Nah, Lei. Lihat kau bersusah payah seperti ini. Nah, aku mau perlihatkan sesuatu padamu. Sebenarnya ingin kutunjukkan besok pagi." Suara Jingxin yang memesona berbisik pelan di belakang Gao Leihua.
"Apa, barang." Gao Leihua bertanya.
"Kau, balikkan badan. Tak dibalik, mana mungkin kuperlihatkan." Nada suara Jingxin mengandung senyum tipis.
"Ba, barang apa ini." Gao Leihua memalingkan kepala dengan kaku. Seketika, darah mengucur deras dari hidungnya. Mengapa di dasar laut pun darah masih bisa mengalir? Tentu karena properti tempat tinggal Klan Kaisar Lautan yang berbeda dari yang lain.
Sebab di hadapannya, Jingxin sedang melonggarkan tali jubah tidurnya. Mata Gao Leihua terbelalak, karena di balik jubah itu tersingkap tubuh telanjang nan sempurna.
Setelah melepas tali, Jingxin perlahan membungkuk. Tangan rampingnya merambat turun, menyusuri lekuk tubuh hingga mencapai area yang membuat Lao Gao gila-gilaan.
Dalam desahan berat Lao Gao, jari-jari ramping Jingxin dengan lembut dan penuh godaan menopang bagian intim yang tersembunyi.
"Zzzz~~" Darah hidung Lao Gao tak terbendung, melesat deras seperti dua panah berdarah...
Godaan Jingxin belum berakhir! Saat Lao Gao mengira ini puncak godaan, sebutir mutiara merah jatuh diam-diam dari area intim Jingxin. Saat menyentuh tanah, terdengar bunyi "ding ding" yang jernih.
"Alat mesum?" Pikiran tak senonoh berkelebat di benak Lao Gao, lalu darah panasnya mengalir deras ke kepala hingga pria bahagia ini terjatuh pingsan...
"Nah, yang mau kutunjukkan adalah ini." Jingxin membungkuk mengambil mutiara merah itu.
"Apa, ini apa?" Gao Leihua yang tergeletak bertanya dengan suara lemah.
"Perhatikan baik-baik." Jari ramping Jingxin menekan mutiara itu. Tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan Gao Leihua terjadi.
Ssss cairan merah terang merembes keluar dari permata itu.
"Mengerti sekarang?" Jingxin menyipitkan matanya, berbisik pelan ke arah Gao Leihua.
Gao Leihua tiba-tiba merasakan transisi ekstrem dari neraka menuju surga.
"Auuuu~~" Seketika Gao Leihua berubah wujud menjadi makhluk bernama "serigala". Dengan gerakan paling ganas seumur hidupnya, dia melesat dari lantai dan menerjang domba kecil di hadapannya...
Gelora nafsu akhirnya meletus di tengah malam yang sunyi...
……
Seolah menahan hasrat terlalu lama, Lao Gao menunjukkan performa luar biasa. Pertempuran ini bertahan hingga subuh sebelum mencapai titik akhir. Andai bukan karena khawatir Jingxin tak sanggup, konflik bersenjata ini akan berlanjut lebih lama...
Gao Leihua merebahkan diri di ranjang, sementara Jingxin terkulai lemas di atas tubuhnya.
Mengingat malam pengantin itu, air mata haru membanjiri mata Gao Leihua. Malam pertama itu sungguh perjuangan! Terutama mutiara merah jahat itu!
“Jingxin, mutiara Merah itu barang apa?” Gao Leihua geram, sambil bergumam dalam hati: Barang jahat jenis ini harus dihancurkan secara kemanusiaan.
“Itu pemberian ibuku.” Suara Jingxin semakin rendah, berbisik pelan: “Agar... Dewa Matahari si brengsek itu... tidak terlalu cepat...”
Plak! Lao Gao seolah tersambar petir. Seketika itu juga, Gao Leihua menyambar dan mencium bibir Jingxin: “Tak perlu jelaskan, aku sudah paham.” Setelah ciuman usai, Gao Leihua menghela napas pelan, sekaligus tersentuh oleh ketulusan mertua perempuannya.
“Syukur pada Langit, kau datang tepat di sisiku.” Jingxin berbisik dengan mata tertutup rapat: “Jika tidak... sungguh... aku tak tahu... harus bagaimana...”
Sepertinya kelelahan, sambil berbicara kelopak mata Jingxin mulai menutup perlahan, hingga akhirnya tertidur pulas.
Selama beberapa bulan Gao Leihua hilang, Jingxin makan tak enak, minum tak nikmat, tidur tak nyenyak. Baik kondisi tubuh maupun psikologisnya sudah jauh di bawah standar.
"Saat ini sudah bertempur lagi dengan Gao Leihua selama setengah malam. Tertidur pulas juga sangat normal."
……
"Selamat siang, Jingxin." Ketika Jingxin sudah cukup tidur dan membuka matanya, dia menemukan Gao Leihua tersenyum duduk di sampingnya.
"Selamat siang." Jingxin setengah duduk dari ranjang lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Gao Leihua: "Suami."
"Hehe." Lao Gao kembali dihantam kebahagiaan...
"Hari ini kita kembali ke benua," kata Gao Leihua dengan ceria pada Jingxin: "Hal baik datang berpasangan, hari ini aku akan membawa si brengsek Shajiana untuk menemui ibu kandungnya."
"Ah? Kau, menemukan ibu Shajia?" Jingxin terkejut bertanya.
"Hm, sebenarnya ibu Shajia yang menemukanku," Gao Leihua tertawa: "Bersiaplah, seluruh keluarga kita akan mengunjunginya, dia tidak bisa keluar."
"Hm, tak masalah." Jingxin agak gembira. Selama ini dia mengadopsi begitu banyak anak, keinginan terbesarnya adalah menemukan orang tua sejati anak-anak ini. Meski, saat anak-anak meninggalkannya, mungkin akan sedikit menyiksa.
“Benar, ibu Shajia pernah mengatakan bahwa ayah Shajia bermarga Yun, juga seorang berambut hitam dan bermata hitam.” Gao Leihua berkata santai.
“Bermarga Yun, rambut hitam, mata hitam?” Jingxin tiba-tiba mengangkat kepala, memperlihatkan ekspresi terkejut di wajahnya……
