Sejarah Kunlun Jianzong bisa ditelusuri hingga sepuluh ribu tahun lalu.
Jalan Agung berjumlah tiga ribu, siapapun yang memasukinya pasti ingin terbang ke surga. Namun selama puluhan ribu tahun ini, sebagian besar cultivator mati dalam perjalanan mengejar Jalan Agung ini.
Nisan-nisan puluhan juta orang ini membentuk labirin kuburan tak berujung. Siapa pun yang masuk tanpa pengakuan resmi akan mengalami situasi seperti hantu memukul tembok, langsung terperangkap sampai mati di sini.
Meskipun tujuannya datang untuk mengambil pedang dan berencana menjadi cucu-cucu durhaka, Zhao Jin Sui segera menyimpan belati, menahan aura, bahkan meringankan langkah kaki setelah melangkah masuk, sama sekali tidak menghina jiwa-jiwa yang direnggut.
Ini pertama kalinya dia memasuki area terlarang Kunlun Jianzong, bahkan masih bisa membaca nama-nama Bibi Guru dan Duke yang terasa familiar di nisan-nisan ini.
Segala jenius dan kejayaan Kunlun yang tak terhitung jumlahnya, terkubur di dalam kuburan-kuburan ini.
Makam leluhur Kunlun berada di bagian terdalam. Terhadap leluhur ini, catatan Kunlun sangat misterius, bagaimanapun sudah sepuluh ribu tahun berlalu sehingga banyak rekaman yang samar-samar. Hingga keturunan penerusnya, akhirnya tak ada yang mengetahui keberadaan Pedang Kunlun; justru Bangsa Iblis, karena warisan mereka terukir dalam garis keturunan, lebih memahami peristiwa sepuluh ribu tahun lalu dibanding manusia biasa.
Namun saat melangkah masuk ke formasi pedang di depan makam leluhur, Zhao Jin Sui sama sekali tidak menyangka bahwa ujian yang ditinggalkan leluhur Kunlun untuk juniornya, begitu masuk langsung dihujani pedang raksasa yang menyambar tepat di depan mata!
Ia berguling di tempat, tersapu ujung pedang dengan keadaan yang sangat memalukan!
Pedang raksasa berpendar kilauan emas terus-menerus mengejar, seolah takkan berhenti sebelum menghancurkan targetnya, kembali membelah dengan gerakan kejam.
Hampir saja tak sempat menghindar!
Dengan sigap, ia menyambar sebuah pedang dari formasi pedang, bertabrakan dengan pedang di angkasa itu hingga hampir muntah darah.
Pedang mencerminkan pemiliknya - leluhur ini memang berwatak keras, ritme serangannya hampir seperti ingin membunuh juniornya.
——Memang, yang berani menerobos masuk untuk mengambil Pedang Kunlun, mungkinkah mereka anak cucu yang berbakti?
Pedang raksasa ini berkeliaran tak terkendali, tapi ukurannya luar biasa besar! Formasi pedang raksasa ini memiliki ruang sempit, persis seperti alu penumbuk bawang raksasa - tak perlu teknik khusus, cukup menggilas saja untuk menghancurkan manusia!
Pedang di tangannya sudah retak akibat satu pukulan.
Jika menghindar lagi, pedang raksasa sudah sampai di depan mata.
Ujung kakinya menjejak ringan, tubuhnya bagai daun musim gugur di atas danau. Dengan gerakan lincah ia melayang, lalu berputar dan memanjat pedang raksasa itu.
Pedang raksasa itu bergerak seperti kuda liar yang mengamuk, mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan gila-gilaan.
Beberapa kali ia terlempar jatuh, nyaris menjadi lumpur tak berbentuk. Tapi selalu berhasil menghindar secara spektakuler, berputar, mencengkeram tonjolan-tonjolan di bilah pedang, hingga akhirnya berhasil memanjat sampai ke gagang pedang.
Benar! Zhao Jin Sui yakin: Karena serangan pedang pertama itu tidak benar-benar membunuhnya, berarti Leluhur Pendiri juga tidak berniat sungguhan untuk menghabisi cucu durhaka seperti dirinya. Pasti ada secercah harapan yang tersembunyi!
Ternyata, setelah dia menemukan pusat formasi di pedang raksasa yang mengamuk itu, sebilah belati ditikamkannya—cahaya putih menyilaukan langsung memancar!
Pedang raksasa itu akhirnya berhenti.
Dia bersandar di gagang pedang sambil duduk, hampir ambruk. Setelah mengeringkan keringat dan beberapa saat memulihkan diri, saat hendak berdiri—detik berikutnya, formasi pedang yang tadinya seperti mati itu tiba-tiba bergerak!
Zhao Jin Sui hampir bisa memastikan: meski leluhur memang menyisakan seberkas daya hidup, tapi keinginan untuk menghajar cucu-cucu durhaka juga sama kuatnya.
Gagang pedang di bawah kakinya hanya seluas beberapa cun, cukup untuk berdiri. Di tangannya cuma ada sebilah pedang patah yang baru saja dipungutnya.
Namun saat mengangkat pandangan—puluh ribu pedang kecil tiba-tiba menyambar ke arahnya serempak!
Gerakannya aneh dan melayang, hanya mengandalkan satu kaki di atas gagang pedang. Pinggangnya yang lentur dan jenjang di udara hampir melengkung membentuk sudut tak terbayangkan. Namun setelah menghindari satu gelombang, serangan berikutnya segera menyusul!
——Sepertinya leluhur sangat ingin menghajar keturunan tak berbakti menjadi saringan bolong.
Ia menyadari terus menghindar tak mungkin bertahan. Setiap gelombang pedang kecil semakin padat, cepat atau lambat tubuhnya akan tertusuk jadi saringan bolong!
Secepat kilat, tiba-tiba terlintas di pikirannya: Bisakah pedang-pedang kecil itu dikendalikan dengan mantra Pedang Nasib?
Memang tulang pedang bawaan melekat padanya, tapi mantra Pedang Nasib yang digunakannya biasa-biasa saja. Takkan ada yang percaya bila diungkapkan——hanya versi dasar "Mantra Pedang Kunlun" yang setiap orang memegang di Kunlun Jianzong, buku seharga satu keping Lingshi kualitas rendah yang biasa dijual pedagang licik di pasaran.
Waktu kecil Zhao Jin Sui sering dihukum oleh Chao Taichu, sekarang harus menyalin ilmu pedang ini puluhan kali, berlatih puluhan kali. Sampai-sampai Chao Chu tidak menyangka, saat dia mulai berlatih pedang, Pedang Nasib-nya justru menjadi "Kunlun Jianjue", ingin ditukar pun tak bisa lagi.
Saat itu Chao Taichu mengira dia sudah jadi orang cacat, para sesepuh sekte juga menganggap ilmu pedang rendah seharga satu keping Lingshi ini akan menghancurkan jenius sekte——
Namun ilmu pedang sederhana yang diremehkan ini, setelah dilatih dengan tekun sampai tingkat keempat, sebagian besar cultivator pedang sudah bukan tandingannya;
Saat mencapai tingkat kelima, dia menemukan dirinya sudah tak terkalahkan di Kunlun Jianzong.
Belakangan, Zhao Jin Sui melihat kembali "Kunlun Jianjue", teringat empat kata: Jalan Agung itu sederhana.
Tapi, di kehidupan sebelumnya dia menjadi orang cacat selama bertahun-tahun, kembali ke jalan pedang dengan kerusakan parah, hanya bisa melatih "Kunlun Jianjue" sampai tingkat kelima, tak lagi bisa menyentuh level tertinggi ilmu pedang.
Jika ia tak pernah menyentuh puncak tertinggi, mungkin ia akan rela bertahan di level itu sebagai cultivator pedang biasa. Tapi setelah sekilas melihat puncak ilmu pedang yang tak terjangkau karena luka, itu menjadi penyesalan seumur hidupnya.
Di hatinya, selalu ada pertanyaan: Siapakah sebenarnya pencipta "Ilmu Pedang Kunlun" ini?
Detik ini, dia sudah menemukan jawabannya.
Saat ribuan pedang kembali terbang mengarahnya, di tangannya hanya ada pedang patah. Ia menggunakan "Ilmu Pedang Kunlun" yang begitu dikuasai dan dirindukannya.
Tubuh bak daun musim gugur, ringan tak tertandingi; Pedang laksana embun beku, energi spiritual mengental.
Inilah Ilmu Pedang Kunlun, tingkatan kelima - Alam Embun Beku.
Akhirnya, ribuan pedang mengkristal menjadi embun beku di hadapannya, lalu satu per satu terjatuh ke kedalaman lembah.
Sebuah pintu batu raksasa terbuka seketika di hadapannya.
Ia menyimpan pedang patahnya, lalu melangkah mulus ke dalam.
Ini adalah sebuah istana yang luas dan kosong melompong.
Di dalamnya terdapat rak-rak buku berisi koleksi ilmu pedang, teknik gerakan, bahkan cara menempa pedang peninggalan leluhur. Jumlahnya hampir bisa membangun kembali Kunlun Jianzong. Sungguh pemandangan yang penuh dengan berbagai macam barang berharga.
Ia hanya melihat sekilas, tidak berlama-lama berhenti di situ.
Dengan target jelas, ia melewati deretan rak buku dan akhirnya tiba di kolam penempaan pedang. Di sinilah wajah asli Pedang Kunlun terungkap.
Bentuk pedang ini hampir identik dengan pedang dasar Kunlun Jianzong. Namun bilahnya bersih mengalir sempurna, hanya dihiasi pola sederhana bernuansa kuno tanpa permata atau giok hiasan. Sekilas mirip pedang termurah di pasar, namun seluruh tubuhnya memancarkan aura kokoh megah khas kuno. Semakin dekat, semakin terasa aura tekanan yang membuat sulit bernapas.
Matanya berbinar-binar menyala, rambut terurai disanggulnya. Begitu ujung kakinya menjejak, ia langsung hendak melompat ke Kolam Penempaan Pedang untuk mengambil pedang itu!
Ia sangat yakin, saat pintu utama terbuka tadi, Pedang Kunlun telah mengakuinya.
Namun baru saja jarinya menyentuh Pedang Kunlun, tiba-tiba bilah pedang itu bergetar hebat. Pelipisnya berdenyut, lalu seluruh tubuhnya tersedot masuk ke dalam Pedang Kunlun.
Gambaran-gambaran tak terhitung jumlahnya berkelebat.
Ada ingatan tentang kehidupan sebelumnya saat ia berjaga di depan Sekte Pedang Kunlun, memimpin para anggota sekte menembus kepungan musuh... Bahkan hingga detik terakhir, dadanya tertembus ratusan ribu anak panah.
Apakah Pedang Kunlun sedang menguji sifat dan wataknya?
Statusnya sah sebagai pemimpin muda yang diakui secara resmi.
Meski akhir kehidupan sebelumnya tragis, tapi justru itu menciptakan resonansi mistis antara dirinya dengan Pedang Kunlun saat ini.
Bagaimanapun, di kehidupan lalu ia telah menjelma menjadi formasi pelindung hidup sekte Kunlun - dalam arti tertentu, juga telah menjaga Pedang Kunlun.
Seperti yang pernah dikatakan si iblis itu: Tak ada yang lebih berhak memperoleh Pedang Kunlun daripada dirinya.
Benar saja, cahaya menyilaukan pun menyembur.
Namun, di detik berikutnya, tubuhnya terlempar oleh Pedang Kunlun!
Itu adalah Roh Pedang Kunlun.
——Setelah melihat semua ingatannya, sang roh pedang langsung mengusirnya keluar.
Dari segala penjuru, terdengar suara Roh Pedang yang serempak bergema:
"Memang, tak ada yang lebih layak darimu untuk memiliki Pedang Kunlun."
"Tapi, kau tidak cocok."
Setelah diejek habis-habisan oleh pedang itu, ia pun diusir dari ruangan.
Ia tertegun, pintu besar di belakangnya perlahan mulai tertutup.
Seharusnya ia putus asa dan pergi dari sini, tapi justru ia berdiri tegak dengan sorot mata berapi-api:
"Tidak! Kau jelas-jelas sudah mengakuiku!"
Ia bisa merasakan, sejak awal saat Pedang Kunlun merasuki memorinya, senjata itu sebenarnya telah menerimanya.
Sama-sama mendapat pengakuan dari Pedang Kunlun, mengapa leluhur pendiri dulu bisa membawa pergi pedang ini, sedangkan dirinya tidak?
“Apakah harus menyerah begitu saja? Dia tidak rela!”
Dia mengambil langkah maju, menyelipkan pedang patah di celah pintu yang hampir tertutup.
“Leluhur dulu mendirikan Kunlun Jianzong di perbatasan dunia iblis demi mengusir Bangsa Iblis hingga ribuan li, membela dunia! Meski aku tak setara beliau, selama Kunlun Jian ada di tanganku, reputasi leluhur takkan ternoda!”
“Apa karena sikapku terhadap Kunlun yang berubah? Karena aku tak mau lagi menjadi formasi pelindung hidup Kunlun, kau pun tak mau ikut aku?”
Roh Pedang menyeringai hina: “Yang masuk ke sini, apa mungkin anak cucu yang berbakti?”
“Jalan berbeda, tak perlu bekerja sama!”
Ketika Zhao Jin Sui menatap pedang Kunlun itu
——Tiba-tiba sesuatu tersadar dalam benaknya.
Pedangnya selalu bersifat ‘bertahan’. Meski Pedang Pengusir Iblis bergelora pembunuhan di mata dan terlihat hebat, esensinya tetaplah ‘perlindungan’, bukan ‘penyerangan’.
"Karena dulu dia menggunakan 'menjaga Kunlun dan dunia' sebagai jalannya, untuk mengendalikan Pedang Pengusir Iblis, itu sudah cukup. Pedang itu sangat cocok dengannya."
"Tapi Pedang Kunlun berbeda."
"Pedang ini kokoh megah dan otoriter, ketajamannya tak terbendung. Sama sekali bukan pedang bertipe 'berjaga'."
Pintu utama menutup dengan keras.
Pedang yang sangat berkarakter ini jelas tidak lagi berminat meladeninya.
Dia terdiam sejenak:
"Setidaknya beri tahu aku, dulu leluhur menggunakan apa untuk membuatmu terkesan?"
Apakah bakatnya, sifat dan wataknya, atau tekad besar?
Dia tidak rela. Setidaknya, dia harus tahu alasannya.
Suara Roh Pedang terdengar: "Dia hanya mengucapkan satu kalimat."
Lalu Pedang Kunlun kala itu langsung mengikutinya pergi.
Detik berikutnya, dia mendengar teriakan keras leluhur dari masa lalu:
"Aku suka!"
Zhao Jin Sui: "……"
Dia tertegun.
"Hanya ini?"
Roh Pedang: "Hanya ini."
Dulu Leluhur mendirikan Kunlun Jianzong, karena Aku mau!;
Menempatkan Kunlun Jianzong di tepi dunia iblis, karena Aku mau!;
Menjadikan Pedang Kunlun sebagai fondasi, dan membuat ujian untuk menunggu cucu-cucu durhaka mencabut pedang, karena Aku mau!.
Semua omongan tentang mengusir Bangsa Iblis ribuan li jauhnya, menjadi penghalang bagi manusia... semuanya omong kosong, akar penyebabnya:
Aku mau!.
Sesederhana itu.
Bebas mengikuti hati, tak terbelenggu.
Inilah pemilik terakhir Pedang Kunlun.
Maka Roh Pedang berkata: Jalan berbeda, tak perlu bekerja sama.
Sejak kecil, hidupnya terlalu penuh tekanan dan kekangan.
Di hadapan Chao Zhaoyue dia bersumpah akan membasmi siluman, masuk ke ilmu pedang demi ini - sungguh dijadikan tanggung jawabnya, tak gentar mati sembilan kali; Sejak kecil menjadi pemimpin muda, setiap hari diajari memberi teladan - sungguh memikul Kunlun sebagai kewajibannya, nasib setiap murid harus diurusnya; Dia memanggul hidup orang-orang lain di pundaknya.
Apakah dia pernah melakukan sesuatu yang benar-benar disenanginya sendiri?
Tidak pernah.
Mungkin hanya tusukan pedang ke Su Liuyun itu yang paling membahagiakan baginya.
Dibandingkan dengan ucapan leluhur "Aku suka!", dirinya justru menjadi contoh buruk.
Setelah menyadari hal ini, kondisi mentalnya terpuruk bagai kehilangan jiwa.
Pedang ini terasa terlalu arogan baginya.
Pantas saja meski Kunlunjian mengizinkannya masuk, tapi tak mau menyerahkan posisinya padanya.
Dia kembali terlempar keluar.
Kali ini saat bangkit dari tanah, raut wajahnya terlihat sangat murung.
Mata berbinarnya mendekat, mengamatimu dengan tatapan curiga layak kacang kedelai.
Di belakangnya, menyadarimu murung, makhluk iblis itu pun muncul.
Makhluk iblis yang terbentuk dari aura hitam memandang tangan kosongmu, bayangan kepala tertunduknya nyaris menyelimutimu, mata phoenix merah di kegelapan memancarkan pengawasan berbahaya yang dingin.
Iblis yang penuh kecurigaan, otaknya dipenuhi sepuluh ribu jenis konspirasi jahat, namun sebelum sang iblis sempat membuka mulut——
Detik berikutnya, dia mendengar suara yang sangat lembut,
“Yan Xueyi, apa ini sengaja darimu?”
Tuan dunia iblis itu, ekspresi dinginnya terbeku sejenak.
Bahkan tampak bingung: Apa yang dia sengaja lakukan?
Penampilannya berantakan, rambut terurai tak teratur, wajah pucat,
“Kau sengaja menggunakan pedang ini untuk mengejekku?”
“Mengejek hidupku yang tertekan, patuh pada norma, tanpa jati diri?”
Sang iblis: ?
Suaranya lirih, namun setiap kalimat semakin menusuk, hampir agresif.
Penguasa Iblis yang terbentuk dari aura hitam tertegun, wajah tampan itu menunjukkan ekspresi canggung.
Bagaimana harus dia menjawabnya?
Membantah bahwa dia tidak mengejek, merasa dia tidak baik?
——Bukankah itu sama dengan memaksanya mengakui, bahwa menurutnya dia baik?
Sang Penguasa Iblis berkobar kemarahannya.
Kaum manusia, tak hanya suka rayuan manis, tapi juga gemar mendengar kata-kata manis!
Mata berbinar segera merangkak: Tuan, dia mungkin sedang dengan sedikit manja!
Mata phoenix merahnya yang indah berkelip, tubuhnya terduduk dengan kepala terangkat ke belakang, tersembunyi di balik kegelapan.
Pemuda bangsa iblis yang tinggi besar batuk tidak nyaman,
“Aku Belum terpikir sama sekali mengejekmu, kau Baik.”
“Selalu Baik.”
Ada aturan、Cukup sekte ortodox, Tapi—bayangkan dulu saat saling menghunus pedang padanya, bahkan mengejarnya untuk membaca 《Mantra Hati Murni》, si tertegun itu, juga Cukup lucu-lucu.
Dia tidak nyaman mengalihkan pandangan.
Dia dengan cepat tenang kembali.
Jelas pukulan yang dia terima terlalu besar, sampai-sampai iblis pun terkena imbas seperti ikan di kolam, tapi Penguasa Iblis yang selama ini berwatak buruk akhirnya tidak meluapkan amarah, malah bertingkah aneh.
Dia menatap ke atas memandang bangsa iblis itu. Seluruh tubuhnya terselimut kegelapan, tapi sorot matanya berbinar mengintimidasi, seperti anjing herder besar yang mengawasinya.
“……”
Mengapa dia begitu senang saat Kau marah padanya?
Dia memandanginya dengan penuh kecurigaan. Baru hendak mendekat, tiba-tiba melihat si iblis berubah menjadi gumpalan aura hitam dan berdiri cepat menghilang di tempat.
——Kenapa dia pergi begitu cepat!
Perasaannya pelan-pelan tenang. Berputar beberapa kali di tempat, merenungkan cara mendapatkan pengakuan Roh Pedang yang terlalu liar itu. Sorot matanya semakin menunjukkan keteguhan.
Melepas begitu saja? Dia tidak rela.
Setiap pori kulitnya seakan berteriak: dia tidak rela.
Dia sangat Yakin, Pedang Kunlun harus menjadi miliknya dengan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Namun saat tekadnya bulat hendak memasuki formasi pedang lagi untuk mencoba sekali lagi, langkahnya tiba-tiba terhenti.
Dia melihat bayangan Chao Zhaoyue.
Mata almondnya menyipit. Tak jauh dari situ, bayangan seseorang berkeliaran.
——Tanah terlarang dikepung.
