Pedang Kunlun menyapu keluar kilauan emas sepuluh ribu zhang, dengan cepat membelah formasi pelindung hidup Kunlun Jianzong. Benturan keras itu mengguncang seluruh Gunung Kunlun hingga bergetar.
Ia mengira sudah melepaskan segalanya, tapi saat memandang formasi besar ini, gejolak ketidakrelaan yang dalam tiba-tiba menyala di hatinya.
Di kehidupan sebelumnya, ia menahan seumur hidup. Melihat Su Liuyun, ingin membunuh tapi tak bisa;
Menatap Chao Taichu, kebencian menggelembung tapi terbelenggu sumpah takdir, terpaksa menelan darah dan dendam ke dalam;
Kini ia kira akhirnya lega, tapi ternyata salah.
Dendam terpendam seratus tahun ini seperti luka yang membusuk. Lama-kelamaan hampir ia lupakan, tapi keberadaannya tetap nyata. Kini, ia berubah menjadi ketidakrelaan membara.
Ketidakrelaan itu bagaikan kobaran api yang menyala, semakin menjadi-jadi, hampir berubah menjadi si jago merah yang melalap padang rumput.
Maka, Pedang Kunlun bertubrukan dengan formasi pelindung hidup di udara dengan keras, hampir seperti mengguncang bumi dan gunung!
Sekali demi sekali tubrukan!
Sekali demi sekali bergerak maju tanpa ragu!
Segera, seluruh murid-murid Kunlun Jianzong tersentak kaget.
Mereka serentak mengangkat wajah, ngeri menemukan formasi pelindung yang telah menjaga mereka bertahun-tahun ini mulai rapuh yang mengkhawatirkan.
Kilauan emas sepuluh ribu zhang dari Pedang Kunlun hampir menembus pagi itu, bagaikan burung raksasa tak kenal lelah yang menabrak Gunung Buzhou, sekali demi sekali menghantam Gunung Kunlun dengan kekuatan mengerikan yang membuat seluruh pegunungan bergoyang.
Akhirnya, di udara, sorot mata yang berkobar itu mengawasi formasi pelindung ini——tepat saat formasi itu mulai menyiapkan pisau emas raksasa untuk serangan pertamanya——
Dia menjejakkan ujung kaki, bagaikan burung terbang penuh kekuatan dan keindahan, menyapu pedang mengeluarkan cahaya keemasan sepuluh ribu zhang, menghantam formasi pelindung hidup dengan dahsyat!
Langit dan bumi sunyi senyap.
Seolah-olah waktu mengeras.
Segera disusul suara "klick" halus.
Awalnya hanya retakan halus, lalu berturut-turut terdengar suara kresek-kresek V; retakan semakin membesar, membentuk pola seperti jaring laba-laba di atas formasi pelindung hidup berbentuk setengah lingkaran.
Maka, penghalang yang dijuluki tak tertembus itu pun hancur.
Di udara, pada saat itu, tiba-tiba ia merasakan kelegaan batin yang belum pernah ada sebelumnya.
Kelegaan sejati bukanlah menjadi tenang atau belajar melupakan, melainkan mengorek keluar koyakan busuk itu.
Bodhi melahirkan takdir, sejak lahir ia telah memiliki tulang pedang bawaan dan hati nurani Dao.
Tapi selama ini, "hati nurani Dao"-nya bagaikan mutiara yang tertutup debu.
Jadi, pedangnya tak pernah memiliki keluwesan gaya Chao Zhaoyue; juga tidak sebanding dengan kesewenang-wenangan Pedang Raja Iblis.
Karena terlalu banyak beban yang menyesakkan hatinya.
Tapi saat penghalang itu retak, "Dao"-nya bagai mutiara yang disapu debunya.
Pandangannya tiba-tiba menjadi terbuka lebar.
Formasi pelindung Sekte Pedang Kunlun semula bagai langit keemasan nan tembus pandang di atas kepala mereka.
Namun kini, langit itu terkoyak.
Mereka menyaksikan formasi pelindung yang telah menjaga Sekte Pedang Kunlun ribuan tahun, berhamburan bagai serpihan kertas dan lenyap di angkasa.
Keterkejutan, ketakutan, dan pandangan tak percaya terpampang di setiap wajah.
Mereka memandang sang pemimpin muda yang berdiri di udara, baju putihnya berkibar gagah, sorot matanya bagai memancarkan kilauan emas.
Bak dewa, laksana Buddha.
Pengkhianatannya terhadap sekte dan pelariannya ke dunia iblis seolah terjadi kemarin. Namun ketika dia muncul kembali di pandangan para hadirin, mereka baru menyadari bahwa perubahan drastis telah terjadi padanya.
Yang paling gentar justru Chao Taichu.
Dia berkata dengan tak percaya, "Bagaimana... Bagaimana mungkin?"
Itu adalah formasi pelindung hidup yang ditinggalkan leluhur sepuluh ribu tahun lalu! Di mata anggota Sekte Pedang Kunlun, formasi itu bagai monumen abadi yang tegak kokoh - gunung suci mereka, dewa penjaga mereka.
Begitulah pemikiran Chao Taichu: selama bisa memasuki Kunlun Jianzong, pasti ada jalan keluar baginya.
Tapi mana dia tahu, di dunia ini mana ada penghalang yang benar-benar tak bisa ditembus dan tak berubah selama sepuluh ribu tahun?
Penghalang terlahir untuk suatu hari dihancurkan; pegunungan yang menjulang tinggi tercipta untuk didaki manusia!
Formasi besar ini bukan tidak terkalahkan, ia memiliki titik lemah. Jian Sheng Xiao Jiu menghabiskan hampir seumur hidupnya untuk meneliti formasi ini. Dia memahami prinsip setiap serangan, mengenali setiap perubahan kecil pada formasi pelindung hidup.
Chao Taichu berhadapan dengan sepasang mata yang memancarkan kilauan emas samar-samar.
Hatinya bergetar.
Mengabaikan seluruh tubuhnya yang tersiksa rasa sakit, dia mengerahkan sisa tenaga terakhir untuk kabur sejauh mungkin.
Dia berlari ke pegunungan utara Gunung Kunlun, sampai di padang salju tak bertepi.
Utara Gunung Kunlun adalah padang salju yang tidak pernah mencair selama sepuluh ribu tahun. Tak seorang pun tahu di mana akhir dan batas padang salju ini.
Chao Taichu berlari tersandung-sandung tanpa arah, nyaris seperti lalat tanpa kepala.
Hanya tahu harus terus maju, terus maju!
Akhirnya, dia terdesak ke sebuah tebing di padang salju oleh misi pemburuan.
Tebing terjal ribuan zhang, di balik salju putih yang membara, tersembunyi tulang belulang manusia biasa tak terhitung. Tak ada yang tahu nama tempat ini, hanya diketahui bahwa saat manusia biasa mencari jalan suci, tersesat ke padang salju, seringkali berakhir dengan tulang belulang hancur lebur di sini.
Jika memberi nama, di bawah tebing ini sebuah "kuburan massal".
Angin meraung melintas, membuat orang pusing dan menggigil.
Dari belakangnya, muncul bayangan sosok yang membawa pedang dalam badai salju.
Chao Taichu menyadari, tak ada jalan keluar baginya lagi.
Sisa terakhir energi spiritualnya telah habis terkuras, kini tak berbeda dengan manusia biasa.
Matanya mengawasi dalam-dalam bayangan itu, di pupilnya tiba-tiba muncul Z dendam membara dan kelicikan beracun yang tak bertepi.
Ia mundur selangkah, lalu terjatuh ke jurang salju sepuluh ribu zhang.
Saat jatuh dari tebing, suara Chao Taichu seolah bergema dari segala penjuru——
“Aku ayah kandungmu! Kau kira kematianku tak akan meninggalkan kegelapan hati dalam dirimu?!”
Dia tertawa terbahak-bahak:
“Aku akan merangkulmu siang dan malam, membuat matamu terbuka-tertutup hanya melihat kematianku!”
……
Sesaat itu, di tengah badai salju, hanya suara terjerumus ke jalan iblis ini yang terus bergema.
Dia melihat banyak bayangan - peninggalan Chao Taichu di detik terakhir nyawanya untuknya.
Dalam fantasi itu, Chao Taichu muda mengangkat Xiao Suisui dengan girang, menggoda hingga si kecil terkikik-kikik; Ia juga pernah menyusuri gang-gang demi membawakannya gasing berpetualang mini; Pernah pula ia begadang semalaman-malaman mendengar ramalan itu, hingga matanya merah padam...
Ia juga pernah ragu, menyesal; bahkan sesaat hatinya melembut ketika mengirimnya ke kematian.
Bagaimanapun ia manusia, seorang yang jahat, tapi tak selamanya begitu. Pernah pula ia diam-diam mengintipnya di luar jendela setelah luka itu.
Dia juga pernah merasakan kasih sayang ayah yang sesekali, meski sesingkat meteor di ujung langit.
Pada akhirnya, semua bayangan ini berubah menjadi matanya yang mengawasinya dalam-dalam saat dia terjatuh dari tebing——
“Kau pikir jika aku mati, kau tidak akan meninggalkan kegelapan hati?!”
Di atas tebing padang salju, baju putihnya berkibar-kibar ditiup angin.
Ternyata kau ingat.
Mengingat waktu kecil dia sangat menyukai kue kelinci, mengingat dia merangkulnya memanggil "Ayah", mengingat bentuk gasing berpetualang yang disukainya semasa kecil.
Lihatlah, asalnya dia memang mengingat semuanya.
Mungkin dia pernah memiliki sedikit cinta, sedikit hati seorang ayah, yang pernah singkat menyayanginya sebagai anak perempuan.
Tapi cinta orang seperti ini, bagaikan lelucon belaka.
Dialah yang menghancurkan kue kelinci di sol sepatu sambil berkata "Kau yang menyebabkan kematian ibumu", dialah yang mengejek "Anak manusia biasa yang hina, mana pantas jadi pemimpin muda Kunlun Jianzong!";
"Dan juga dia, yang membuangnya di Jurang Setan menunggu kematian;"
"Dan juga dia, yang mengibaskan tangan memberi perintah, di tempat yang hanya selangkah dari rumahnya, membuatnya tertembus ratusan anak panah di dada."
"Apakah dia menyangka dengan mengetahui sedikit rasa kasih sayang ayah yang pernah dia miliki, aku akan menyesal, merasa bersalah?"
"Tidak."
"Seandainya aku seekor cacing tak berdaya yang tak pernah merasakan cinta, mungkin akan melembut karena setitik kasih penjahat ini. Tapi aku bersyukur pada satu hal: aku telah mendapatkan cinta yang lebih baik, menyaksikan bagaimana cinta sejati itu. Maka hatiku tak lagi tandus."
"Maka, aku tak sampai menjadi orang menyedihkan yang bahkan merindukan cinta hina semacam ini."
"Dia berkata: 'Kau kira kau akan menjadi kegelapan hatiku?'"
"Senyum sinisnya mengembang: 'Tidak, ayah. Aku tak peduli lagi.'"
"'Apa artimu?'"
"Hanyalah sebongkah batu pengahalang tak berarti di jalan panjang menapaki Jalan Agung."
"Dengan kebajikan apa hingga layak menjadi kegelapan hati seumur hidupku?"
"Kegelapan hatinya sudah ada pemiliknya—"
Itu adalah kegelapan hati yang paling, paling baik di dunia ini.
Apa artinya dia?
Di hamparan salju, sosok cultivator pedang menghilang di atas pegunungan salju Kunlun Jianzong yang tak berujung.
Chao Taichu seumur hidupnya penuh kesombongan, mungkin mengira akan mati dengan megah layaknya pahlawan.
Tapi dia sengaja menggagalkan keinginannya.
Dulu dia meremehkan manusia biasa, kini setelah mati, jadilah dia satu dari sekian tulang tak berarti di antara mayat-mayat manusia biasa di bawah padang salju.
Ketidakrelaan dan ambisi liar itu pun akan sepenuhnya tertimbun salju.
Dia mengira akan meninggalkan bayangan seumur hidup untuknya, tak tahu bahwa perempuan itu telah pergi membawa pedang tanpa menoleh.
Pegunungan membentang bak lautan, padang salju tak bertepi, dengan cepat menutupi jalan yang pernah dilalui.
……
……
Saat dia menghembuskan napas terakhir, langkahnya terhenti sejenak.
Dia menyadari dunia di depan matanya tiba-tiba terasa sangat luas. Seluruh padang salju seolah berada di bawah telapak kakinya, Langit dan Bumi berubah menjadi lapang dan megah. Gerakan salju yang jatuh terhenti. Di dalam dunia putih membentang ini, dia seakan muncul kembali di dunia lain.
Dia memasuki kondisi yang sangat misterius.
Dewa Kegelapan memang mengerikan, tapi Dewa Kegelapan yang sudah gila jauh lebih menakutkan.
Mereka tidak bertarung di alam Langit dan Bumi ini. Sang Dewa Kegelapan yang mengamuk justru langsung menarik takdir masuk ke Divine Realm. Divine Realm adalah bidang kekuasaan dewa, ruang pribadi yang terpisah dari dunia aslinya - mirip seperti Shuiyuntian.
Di dalam Divine Realm, Dewa Kegelapan menangkap takdir lalu mulai menghajarnya ke gunung dengan suara Kreng-kreng.
Meski Dewa Kegelapan paling kejam dan haus pembunuhan di antara Langit dan Bumi belum sepenuhnya bangkit, takdir yang kini merosot jelas tidak bisa mengimbangi. Malah dia terus dipukuli habis-habisan.
Jika ada darah hidung, kini pasti sudah muncrat deras;
Jika ada rambut, mungkin sudah lama dipetik botak oleh Dewa Kegelapan;
Saat dijatuhkan ke tanah, muncul khayalan seolah dirinya berubah jadi tongkat kayu atau kepingan roti, setiap dihantam ke tanah meninggalkan lubang.
Dulunya Takdir adalah cultivator pedang yang lihai, tapi karena tak pernah mengalami periode para dewa yang suka bertengkar brutal, trik-trik supernatural palsunya yang terlalu mengandalkan asumsi sendiri ini seperti jurus-jurus hias di hadapan Dewa Kegelapan yang garang dan liar.
Bagaimanapun di level ini, benturan murni kekuatan melawan kekuatan saja sudah cukup mencekam.
Saat Dewa Kegelapan yang mengamuk terus menerus merobek-robek Takdir——
Kerusuhan aura setan akhirnya usai.
"Bayangan Tian itu sudah memudar sekali. Jika dalam kekuatan puncaknya, mana mungkin ia terlihat memalukan begini? Tapi siapa suruh kini ia lemah! Lagi pula bertemu dengan Dewa Kegelapan yang sudah pulih semua ingatannya."
Dewa Kegelapan tak lagi mengamuk. Akhirnya dia kembali waras.
Maka ia dicengkeram oleh Dewa Kegelapan berwajah datar, diremas menjadi bola raksasa di tangan sambil mengeluarkan bunyi "kreek... kreek..." yang bikin gigi ngilu.
Dewa Kegelapan teringat kemungkinan ia pernah memperlakukan tidak adil dan melukainya, jadi saat meremas disertai dendam pribadi yang mendalam.
Dewa Kegelapan juga tak mau mengakui bahwa aksinya mengayun-ayunkannya ke puncak gunung itu sedikit banyak mengandung unsur balas dendam terselubung.
Dengan jerit kesakitan, ia memaksakan keluar satu kalimat:
"Kau tahu apa yang dia katakan tentangmu waktu itu?"
"Dia menganggapmu anjing!"
Ia berharap si dewa gila ini bisa berhenti. Mendengar penghinaan seperti ini, pasti dia akan murka!
Ternyata, tindakan kekerasan Dewa Kegelapan yang meremasnya sampai berbunyi gemeretak, berhenti sejenak.
Dewa Kegelapan mengerti hal ini.
Itu perbuatan dirinya sendiri yang sedang larut dalam obsesi cinta! Dulunya dia juga sulit menerima kenyataan bahwa Dewa terhormat bisa berubah jadi wajah burung begini, memaksa diri menjadi anjingnya, benar-benar memalukan bagi para dewa!
Namun setelah mengalami peristiwa ikut mati untuk menyusul, dia sudah membuka diri dengan tenang akan jati dirinya.
Benar, begitulah sifat jalan iblisnya.
Inilah sifat aslinya.
Saat mendengar ucapan durhaka seperti ini, Dewa Kegelapan bahkan bisa berpikir dengan tenang: "Aku kan tidak meniru suara anjing, kenapa lebay begitu?"
Urusan pasangan terkasih, jangan ikut campur.
Dengan tenang dia membentuk takdir menjadi bola dengan kekerasan.
Lalu terdengar suara krak, takdir itu hancur berkeping-keping.
Penyebab kematian: campur tangan yang tidak perlu.
Sebenarnya sejak mereka memasuki Divine Realm, aliran Waktu sudah berbeda dengan dunia luar. Pertempuran ini hampir menghancurkan rata dengan tanah sebuah area di dalam Divine Realm.
Saat takdir berteriak kesakitan dan hancur dari genggamannya, Dewa Kegelapan malah menunduk melihat tangannya sendiri.
Tangan itu kosong melompong.
Sorot merah keemasan di bola mata Dewa Kegelapan menyiratkan lamunan sesaat.
Saat menghancurkannya, ia menyadari: sebenarnya ia tidak membunuhnya — karena memang sudah mati sejak awal.
Tepat sebelum menghancurkan takdir, Dewa Kegelapan mendadak menangkap keanehan pada kondisi entitas itu.
Ini bukan "takdir", melainkan "takdir yang telah mati" — bahkan sudah mati selama bertahun-tahun.
Yang kini muncul di hadapannya dan remuk di genggamannya adalah vetala dari takdir.
Sebuah jiwa gelap yang enggan menerima ajal.
Dewa Kegelapan terbenam dalam kontemplasi:
Seharusnya, bahkan vetala sisa takdir pun akan lenyap dari antara Langit dan Bumi dalam beberapa tahun setelah kelahiran takdir baru — ini prinsip keseimbangan energi. Begitu kekuatannya habis, dengan sendirinya akan binasa.
Namun, vetala ini masih bertahan hingga hari ini, bahkan mampu memicu petir langit di antara Langit dan Bumi, serta memiliki sebagian kekuatan takdir.
Hanya ada satu kemungkinan: ada sumber daya hidup yang tak henti-hentinya membiayai jiwa-jiwa yang direnggut ini, membuatnya tetap tak lenyap dari dunia.
Jiwa gelap yang susah payah mengumpulkan kekuatan untuk membentuk wujud fisik ini kembali dihancurkan oleh Dewa Kegelapan—akumulasi berabad-abad hancur dalam sekejap; namun untuk membunuhnya, harus memutus aliran sumber daya hidup yang tak putus itu!
Yan Xueyi meninggalkan Divine Realm.
Namun begitu melangkah keluar, ia merasakan perubahan pada aura setan di langit dan bumi yang sedang gencar menelan energi spiritual alam semesta.
——Aktivitas aneh terjadi di sekitar Jurang Setan!
Benar, situasi di kehidupan ini sudah sama sekali berbeda dengan kehidupan sebelumnya—serbuan binatang buas yang datang 50 tahun lebih awal menandakan segala sesuatu telah dipercepat.
Retaknya Jurang Setan dan merasuknya aura setan ke dunia kultivasi memang sudah menjadi hal yang terduga.
Yan Xueyi menyilangkan tangan di belakang berdiri di puncak gunung, hampir seketika melangkah keluar Divine Realm, ia menyadari ada sesuatu pada dirinya yang mulai menghilang.
Dengan ingatan kehidupan sebelumnya, ia sangat paham - mulai periode ini, jebakan cinta dan nafsu duniawinya akan perlahan sirna, pertanda pengembalian posisi asalnya.
Meski telah mempersiapkan diri, saat tanda-tanda itu benar-benar datang, Yan Xueyi terbenam dalam diam.
Begitu banyak perubahan di kehidupan ini, pengembalian posisi dipercepat lebih dari lima puluh tahun. Akankah proses Dewa Kegelapan kembali ke posisi semula berjalan semulus sebelumnya? Yan Xueyi samar menyadari, dalam percepatan ini, mungkin ia harus menghadapi tribulasi besar yang baru.
Matanya yang indah bak phoenix merah memandang ufuk langit, kilasan kesedihan sesaat melintas.
Jebakan cinta dan nafsu duniawi——
Sukacita, kemarahan, kesedihan, ketakutan, cinta, kebencian, hasrat.
Tapi yang tak ia ketahui adalah: manakah yang pertama kali akan lenyap?
Tiba-tiba dia sangat ingin bertemu dengannya, karena dia khawatir hal pertama yang akan hilang dari dirinya adalah "cinta".
Tapi yang tidak disangka oleh Raja Iblis yang melangkah ke padang salju adalah: hal pertama yang lenyap darinya adalah gentar.
Dengan kata lain, nafsu bertahan hidup.
Indra keenamnya menangkap aura sang permaisuri. Setelah menyampaikan kabar pada Guangping dan mak comblang untuk mengurus urusan dunia iblis di sepanjang jalan, dia langsung muncul di padang salju luas di utara Kunlun Jianzong.
Namun di padang salju itu terjadi longsor salju dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubur seluruh wilayah ini.
Langkah Raja Iblis terhenti. Seharusnya dia takut kalau sang permaisuri terluka atau tertindih salju sampai mati. Bagaimanapun, iblis ini bahkan kerap cemas napas sang permaisuri tiba-tiba berhenti saat tidur di sebelahnya tengah malam.
Tapi di detik ini, akhirnya dia sama sekali tidak merasa takut atau tegang:
Kalau terluka ya terluka, kalau mati ya mati. Bukankah hanya kehilangan dirinya?
Aku bunuh diri saja tidak bisa kah?
Dengan santai, Dia mulai mencari jejaknya di padang salju, tetap tenang sama sekali tidak seperti paniknya saat mengguncanginya bangun setelah menemukan dia tidak bernapas di tengah malam.
Raja Iblis itu berpikir tanpa gentar: Jika tidak menemukannya dalam setengah jam, paling-paling aku bunuh diri, apa yang terlalu serius?
Akhirnya, Raja Iblis menemukan sosok yang terkubur di bawah lapisan es dan salju tebal.
Dia tetap dalam posisi bersila, telah berubah menjadi boneka salju.
Sambil memandangi salju yang menutupi bulu matanya, dengan tenang dia meraba denyut nadinya: "Ya, masih berdenyut. Dia masih hidup."
Aku tak perlu dikuburkan bersama mayat.
Sang Raja Iblis dengan santai menyalakan api karma, menyuapkan tubuhnya ke dalam dekapan, lalu mulai mencairkan es yang membeku.
Merasa proses ini terlalu lambat, dia berniat melepas bajunya.
Yan Yan di masa lalu pasti akan khawatir dia marah sebelum melakukan ini, tapi Raja Iblis yang sekarang tak kenal gentar, bahkan mulai tak bisa menahan diri mengejek diri sendiri di masa lalu.
Mengapa harus takut, harus begitu hati-hati? Jika dia tidak menginginkannya lagi, bunuh diri saja!
Perlahan-lahan baju dilepaskan darinya, langsung telanjang disyuapkan ke dalam jubah bulu besar. Postur tubuh iblis ini besar, bajunya juga luas, menyimpan satu tubuhnya lebih dari cukup. Dengan blak-blakan dia membuka atasan, menggunakan panas membara tubuhnya untuk melelehkan balok es di tubuhnya.
Awalnya dia serius mencairkan es itu, tapi saat napasnya mulai jelas dan suhu tubuh mulai pulih perlahan, tiba-tiba napas sang iblis menjadi tidak stabil.
Salju di bulu matanya bergemetar hebat, lalu mata itu terbuka.
Sepasang mata keemasan itu tanpa emosi, hanya menyisakan kebingungan yang kosong.
Tepat sebelumnya, dia memasuki kondisi pencerahan yang sangat misterius.
Ramalan takdir terwujud, dalam periode waktu itu, dia merasakan tubuhnya menghilang, seolah menyatu dengan padang salju ini, bernapas bersama Langit dan Bumi.
Seolah dia adalah serpihan salju, sebuah batu.
Dia tampak benar-benar menyatu dengan Langit dan Bumi serta Adil, dalam pikirannya membanjiri banyak kenangan dan suara - ada batu di padang salju, ada serpihan salju, ada tulang belulang di atas tundra...
Dia sepenuhnya menyatu dengan Langit dan Bumi dan Adil.
Kondisi ini berkelanjutan lama, membuatnya melupakan Waktu, juga melupakan keberadaan dirinya sendiri.
Sampai seseorang mengganggu kondisi ini.
Pada detik dia membuka mata, melihat seorang pemuda tampan sedang mengamatimya dengan ekspresi aneh.
Matanya berkedip, namun kalimat pertama yang diucapkannya adalah: "Kamu... siapa?"
Maka, si iblis itu seolah menyadari sesuatu, napas tak stabilnya perlahan normal kembali. Dengan torso telanjang, mata phoenix merah nan indahnya kembali tertuju ke wajahnya.
Tatapannya berhadapan dengan bola mata keemasan milik dewa di wajahnya—sekilas detik ia paham keadaan gadis ini.
Meski tak tahu kebenaran ramalan itu, tiba-tiba ia tersadar: kondisi penyatuannya dengan takdir ini adalah manifestasi dari sebagian kemampuan alam semesta yang telah diraihnya.
Keadaannya kini mirip Dewa Kegelapan yang keluar dari Pohon Bodhi Dewata. Begitu menyatu dengan kondisi takdir, mustahil lepas dalam waktu singkat.
Andai ini Yan Yan dari dulu, pasti ia khawatir jika sang gadis bangun tanpa ingatan lalu meninggalkannya.
Tapi kini, si iblis tak lagi gentar.
Anjing galak itu maju mendekat. Refleks ia mundur, terus melangkah sampai punggungnya menempel tebing gunung tempat salju meleleh.
Mata phoenix merahnya yang mempesona menyipit setengah. Kepalanya merunduk—
Hembusan napasnya memanas di dekat telinganya saat berbisik pelan:
“Kau bilang, kau tak berpakaian, Aku juga tak berpakaian. Menurutmu, selain kekasihmu, siapa lagi yang mungkin?”
“Atau jangan-jangan rubah dongeng yang ingin menjerumuskannya ke jalan iblis saat melihat takdir terlahir kembali?”
