Badai salju menampar-nampar jendela, suara Sheng Sheng seolah ingin mengubur Langit dan Bumi sampai tak tersisa.
Dia menariknya masuk ke dalam Jalur Asura. Dulu dia segan karena statusnya sebagai manusia biasa, tak berani berlama-lama di Jalur Asura bersamanya. Kini, setelah memperoleh sebagian kekuatan takdir, segala keraguan pun sirna.
Begitu masuk ke Jalur Asura, dia mengunci tubuhnya di dinding batu raksasa. Dorongan kerasnya diikuti rangkaian ciuman dari bibir yang turun ke bawah. Tanpa sadar tangannya meraih tanduk iblisnya, gerakan yang ambigu antara ingin mendorong pergi atau justru menariknya lebih dekat.
Seperti proses menempa pedang dalam magma mendidih, pukulan berulang yang ganas. Dalam tarikan napas dan tetesan keringat yang terjalin, tercipta interpretasi sempurna tentang keperkasaan primitif.
Mereka bertarung nyawa-berpelukan. Mata sang iblis memancarkan kegilaan posesif dan sifat agresif yang mengerikan. Di Jalur Asura - alam semesta yang menjadi hak mutlak Dewa Kegelapan - kenakalannya terpampang nyata tanpa tedeng aling-aling.
Pada dirinya selalu ada naluri binatang purba. Begitu menggigit mangsa hingga mati, sisi mengerikannya pun terlihat.
Dalam kekacauan, dia mencubit dagunya dan menciumnya dengan penuh gairah; dia memalingkan wajah, mengangkat kepala, mengeluarkan suara perlahan.
Mungkin dia tak paham, mengira dirinya adalah anjing yang ditinggalkan. Perasaan mengembalikan dirimu yang sempat hilang itu justru membuatnya ingin gila merasakan kehadirannya, mengisi kekosongan di hatinya.
Refleksnya merangkak dua langkah di atas batu jalur Asura, berusaha menjauh dari anjing gila itu, tapi kakinya ditarik hingga terjatuh kembali;
Dia menyuruhnya memanggil "Yan Yan", namun nyatanya dia hampir dipaksa gila. Sambil menghindari ciumannya, dia memarahi: "Kau gila!"——Dengan patuh dia mengaku: "Benar, aku anjing gila." Katanya: "Sui Sui, tahukah kau apa yang dilakukan anjing gila?"
Napas memanas meniup di samping telinganya, memicu bulu kuduk merinding yang menggigil. Dia tersenyum: "Baru sejauh ini saja." Dia ingin berkata sesuatu, namun tiba-tiba suaranya hilang, seluruh tubuhnya bergetar. Dengan hampir satu tangan menopangnya, dia membalikkan badan dan menguncinya di batu besar. Di antara magma membara dan formasi batu raksasa Langit-Bumi ini, rasionalitas dan segala belenggu akhirnya benar-benar terbakar habis.
Seperti ombak magma yang menyembur, hampir melelehkan tubuh, terombang-ambing berulang kali dalam gelombang ini. Dilempar ke langit, lalu terjatuh ke jurang, larut dalam sensasi indra yang ekstrem.
……
Dalam kekacauan, dia seperti memarahinya dengan kata-kata "brengsek" yang tidak sakit atau gatal. Mendengarnya, dia justru hampir tersenyum.
Bangsa Iblis bukan saja tak bermoral, tapi juga tak tahu malu. Begitu mulai berulah, mana mungkin cultivator dari sekte ortodox terhormat seperti dia bisa menghadapinya?
Jalur Asura tidak memiliki matahari dan bulan, juga membuat orang tak menyadari aliran Waktu.
Saat mereka meninggalkan Jalur Asura, sudah tidak tahu berapa lama kemudian. Suaranya menjadi parau, seluruh tubuh lemas terjatuh di bahunya. Sorot matanya menangkap pemandangan salju pertama di luar jendela yang baru reda.
Ia pun tak ingat berapa lama waktu berlalu, hanya tahu pria itu bagai tak kenal lelah meminta. Dirinya merasa seperti terombang-ambing dalam ombak magma, tersiksa oleh siksaan mengerikan dari ekstase yang membuatnya haus dan letih. Bukan main, anjing galak ini terus-menerus menuntut dan suka menggigit.
Saat merebah di bak mandi, seluruh tubuhnya terasa seperti habis berkelahi sepuluh hari - nyaris ambruk, malas menggerakkan sejengkal jari, bagai kucing yang kelelahan.
Ketika wajah menjengkelkan anjing itu mendekat, ia membuka mata dan menyiramkan air ke wajahnya dengan satu gerakan tangan.
Anjing galak itu tidak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak, langsung menyusup masuk ke dalam bak mandi sempit ini.
Bak ini sebenarnya dirancang untuk satu orang. Bangsa Iblis bertubuh tinggi besar, begitu masuk, posisinya hampir seperti berada dalam dekapan-nya.
Dia memicingkan mata, dengan malas-malasan bersandar di lengan-nya dalam keadaan hampir tertidur.
Tiba-tiba terdengar suaranya berkata:
"Aku akan pelan-pelan kehilangan jebakan cinta dan nafsu duniawi. Saat semuanya benar-benar menghilang nanti, Aku harus kembali ke tahta dewa."
Dia terkejut sejenak.
Sudah mulai kehilangan tujuh emosi dan enam nafsu kah?
Dia mendekat, menggesek-gesekkan wajahnya dengan lembut: "Aku ingin di sisa waktu ini, sesaat pun tidak berpisah denganmu."
Dia mengedipkan mata, sedikit lebih sadar, tiba-tiba menyadari: Anjing galak yang terlihat ganas ini sedang sedikit manja padanya.
Refleks tangannya mengusap tanduk iblis-nya, "Jangan takut, Aku di sini."
Dia ingin berkata sudah tidak memiliki "gentar", tapi saat dia menyuruhnya jangan takut, di sudut hatinya yang paling dalam, masih ada kelembutan yang melesak.
Mata phoenix merahnya yang cantik tak berkedip mengawasinya, dalam hati dia berpikir, betapa sangat dia menyukai orang di depan mata ini, begitu sangat diinginkannya cinta dan jawaban darinya.
Dia tidak menyadari sorot matanya yang berkerut gelap perlahan memudar.
Maka detik berikutnya, dia kembali dipeluknya.
Saat terlempar ke selimut, pikirannya masih setengah sadar, terus merasa seperti masih terjebak di Jalur Asura yang tak kunjung usai, bagai berada di kapal yang membuat pusing, terombang-ambing ombak besar tanpa menemui garis finis.
Siapa sangka detik berikutnya, dia benar-benar kembali ke Jalur Asura.
Kali ini dia benar-benar sadar sepenuhnya.
Dia sangat ingin bertanya: Bukankah jebakan cinta dan nafsu duniawi ini seharusnya menghilang?
Mengapa yang pertama lenyap bukan nafsu duniawi?
Sampai keesokan harinya, saat badai salju kembali menerjang, barulah dia mencium udara segar dari luar.
Dia bagaikan kucing di Gunung Ming Yue yang hampir botak karena dijilati, akhirnya tak tahan lagi dan langsung menendang anjing galak itu hingga terjatuh dari ranjang. Pria itu tertawa sebentar di lantai, lalu duduk dengan santai sambil menarik kaki gadis itu——
Dengan waspada dia menarik kakinya, namun malah melihat sepatunya di tangan pria itu. Dengan senyum sinis, ia mengangkat alis ke arahnya.
“Bagaimana, tak ingin pergi jalan-jalan?”
Langsung saja dia mengangkat kaki gadis itu di telapak tangannya——bukan karena kakinya mungil, tapi tangan jalan iblis ini memang sangat besar. Dengan setengah duduk di lantai, ia menukar sepatunya dengan cermat, mengikat tali pengikat hingga rapi, gerakannya serius dan teliti.
Dia menunduk memandangnya, dalam hati berpikir dia memang aneh. Waktu kecil, harga dirinya tinggi, dengan tegas menolak datang dalam keadaan memalukan untuk menemuinya—jelas terlihat sebagai tipe orang yang gengsi sampai mati. Dari awal, Dewa Kegelapan juga sangat angkuh, berlagak seperti segala sesuatu bagai semut kecil. Tapi iblis yang gengsian dan sok nomor satu di dunia ini, kini malah duduk di tanah mengganti sepatunya.
Dia mengulurkan sepatu botnya, menginjak telapak tangannya, lalu mengangkat dagu si iblis. Matanya yang bingung langsung menatapnya.
Beberapa saat dia mengawasinya, lalu mendekat dan menempelkan ciuman di pipinya:
“Hadiah ucapan terima kasih.”
Seketika si iblis tersenyum, menariknya hingga mereka berdua berdiri, lalu berjalan keluar bersama.
Mereka menyingkirkan jendela, duduk di depannya menyantap pangsit rebus. Bos ini seorang cultivator Tahap Kristal Emas, pangsit daging makhluk spiritual-nya segar dan lezat. Hanya saja si bos mengeluh: "Akhir-akhir ini makhluk-makhluk spiritual ini entah kenapa, aura setannya semakin pekat. Menangkapnya jadi lebih menyita waktu."
Dia menarik kembali pandangannya. Raja Iblis di seberang langsung bersuara: "Jurang Setan sudah mulai retak."
Mereka semua tahu, di kehidupan sebelumnya saat seperti ini, sudah terjadi kekacauan dimana-mana dan kegelisahan melanda. Kini dunia kultivasi masih bisa mempertahankan kedamaian, semata-mata karena Yan Xueyi telah lebih awal memindahkan pasukan utama iblis ke Gunung Changming. Barulah krisis retaknya Jurang Setan tidak berdampak.
Sumpitnya berhenti sejenak. Dia bertanya: "Yan Yan, apa yang menghilang darimu hari ini?"
Sebenarnya Yan Xueyi sendiri juga tak paham. Bagaimanapun, iblis ini selain memperlakukannya dengan emosi bergelombang, sikapnya ke luar selalu stabil - stabil dalam kegalakannya yang sudah bertahun-tahun.
Tapi mereka segera mengetahuinya.
Mereka berdua berjalan pelan-pelan di keramaian jalanan ini, berpegangan tangan, persis seperti sepasang pasangan terkasih paling biasa di dunia kultivasi.
Sampai terdengar kabar ada pertunjukan opera di depan, mereka menghentikan langkah. Itu adalah tragedi terkenal di dunia kultivasi, tentang percintaan penuh siksaan antara manusia dan iblis yang berakhir tragis - tokoh wanita menusuk hingga mati tokoh pria.
Déjà vu-nya terlalu kuat. Dia langsung teringat kehidupan sebelumnya mereka, ingin segera menarik tangan si iblis pergi, khawatir pemandangan ini akan menyentuh hatinya sehingga nanti pulang langsung menyelimuti dada sambil "hampir mati karena patah hati".
Siapa sangka saat dia menoleh, mendapati sudut mulut si iblis sedang tersenyum sumringah, tampak tak selaras di tengah kesedihan para hadirin.
Suì: "Yan Yan, apa yang membuatmu tersenyum?"
Iblis: "Pemeran utama prianya... seperti idiot."
Suì: "Apakah kau teringat sesuatu?"
Misalnya... kau juga pernah dikorek?
Iblis: ??
Suì: Sudah-sudah. Kini dia tahu hal kedua yang hilang darinya adalah "kesedihan".
Entah apakah hari ini keberuntungan mereka sangat baik, belum dua langkah berjalan, mereka sudah bertemu seorang cultivator yang sedang melewati tribulasi dari Kristal Emas ke Yuan Bayi. Ini memang jarang terjadi, terlebih lagi tribulasi menuju Yuan Bayi ini adalah sembilan lapis serangan petir langit.
Begitu aktivitas aneh muncul di tubuh cultivator tersebut, ia langsung berhenti dan bersila di tempat. Para cultivator di sekitar pasar yang paham situasi langsung bubar berhamburan.
Zhao Jin Sui mengangkat ujung kakinya, bersama Yan Xueyi naik ke atap, mengawasi jalanan kosong melompong di bawah.
Awan petir di langit mulai berkumpul, dengan jelas ia merasakan kemampuan untuk mendeteksi keberadaan petir langit!
Semangatnya mendadak tegang, disusul gemuruh halilintar menggelegar di angkasa.
Sebuah kilatan petir langit berwarna ungu menyambar ke bawah dengan dahsyat!
Namun ia seolah tertarik oleh persepsi supranatural tertentu, langsung menjulurkan tangannya menyambut petir itu.
Dengan sangat alami, sebagian petir langit jatuh di telapak tangannya. "Biu", berubah menjadi satu tusuk percikan api kecil, lalu menghilang dalam tubuhnya.
Sebagian petir ini seolah tersimpan dalam tubuhnya, namun tidak berada di kekuatan spiritual atau dantian. Hanya ketika aliran energi dalam tubuhnya bergerak, ingin dimutasi keluar, ujung jari langsung mengeluarkannya.
Ia memeriksa petir di tangannya, ingin mencoba menyambar dengan petir langit. Tapi tidak ada tempat aman untuk menyambar - ini kan di pasar.
Terakhir, arah pandangannya tertancap pada iblis itu.
Sang iblis dengan patuh berkata, "Sambarlah Aku."
Ia mengulurkan tangan, petir ungu segera terkumpul di tangannya.
Tubuh Dewa Kegelapan dipagari kilauan emas pelindung.
Tapi detik berikutnya, petir langit berskala besar di tangannya - brak!
Menyemburkan satu tangkai kembang api.
Iblis: ?
Iblis: Ha.
Iblis: WKWKWKWK!!
Selanjutnya, iblis ini terbenam dalam model tawa bergemuruh.
Dia menatap kembang api di telapak tangannya, lalu melihat ke atas ke petir langit yang bergejolak seperti badai, dengan pikiran yang dalam: Setelah dia menguasai teknik menyambar orang dengan petir langit, yang pertama akan disambarnya adalah Dewa Kegelapan di sebelahnya.
Sampai senyumnya hilang sama sekali.
Balas dendam seorang gentleman tak mengenal kata terlambat.
Dengan tenang dia berkata: "Yan Yan, keluarkan tengkorakmu untuk kuperiksa."
Dewa Kegelapan tak mengerti maksudnya, tapi tetap patuh memanggil gumpalan aura hitam berbentuk tengkorak.
Saat melihatnya, tengkorak hitam itu berubah menjadi merah muda dalam sekejap.
Dewa Kegelapan: "......"
Jurus pamungkas.
Dewa Kegelapan kehilangan senyumnya.
Dewa Kegelapan mulai mengurung diri.
Zhao Jin Sui kini menguasai sebagian kekuatan petir, tapi belum menemukan mantra untuk memanfaatkannya.
Namun dia tak kecewa: Setidaknya saat berhadapan dengan Takdir nanti, petir langit tak akan mempan padanya.
Dewa Kegelapan menyilangkan tangan di belakang punggung, masih dalam mode mengurung diri sambil memandang ke bawah.
“Dia menerima berbagai tindakan 'orang yang hanya memikirkan cinta'-nya, tapi sama sekali tak menyangka jurus mematikan yang dingin bisa berubah menjadi merah muda.”
Dia mencolek Dewa Kegelapan yang sedang mengurung diri, “Yan Yan, apa yang terjadi setelah kau pergi dengan takdir itu hari itu?”
Setelah waktu lama, Dewa Kegelapan baru tersadar dari keraguan dirinya.
Zhao Jin Sui mendengar ceritanya tentang kejadian hari itu, larut dalam lamunan.
“Kau bilang dia sudah mati?”
Sebenarnya dia selalu punya firasat——
Mungkin dia harus membunuh takdir itu dengan tangan sendiri untuk benar-benar memahami Jalan Agung.
Vetala itu masih menyimpan sebagian kekuatan takdir. Untuk merebut kembali—— mungkin harus membunuhnya sendiri.
Dewa Kegelapan sebenarnya juga punya firasat samar. Saat menemukan takdir telah mati dan tak bisa dimusnahkan tanpa memutus aliran daya hidup, dia berpikir: ini mungkin kebetulan bagi takdir baru yang terlahir kembali.
Zhao Jin Sui berpikir sejenak, lalu berkata: "Yan Yan, sebelumnya saat aku menyatu dengan Langit dan Bumi, di bawah padang salju aku menemukan sebuah makam. Aku ingin memasukinya."
"Makam itu sangat aneh. Meski telah menyatu dengan alam semesta, aku tetap tak bisa mengintip isinya."
Saat itu Zhao Jin Sui memiliki kemampuan Tian Dao merasakan Langit dan Bumi, namun dia justru terhalang. Sungguh hal yang membuat heran.
Mendengar ini, Dewa Kegelapan juga menjadi tertarik. Akhirnya mereka berdua sepakat akan berangkat besok untuk melihat.
Malam itu, dia berulang kali mencoba menggunakan kembang api kecilnya untuk membelah Dewa Kegelapan, tapi setiap kali sebelum menyentuhnya sudah "biu" padam. Dengan frustrasi dia menyadari—
Petir langit ini kalau tak menemukan triknya, latihan berulang pun percuma.
Raja Iblis sedang asyik memainkan kembang api kecilnya, bahkan penasaran memasukkan tangannya agar tersambar petir.
Dia bertanya: "Tidak sakit?"
Raja Iblis: "Sedikit sakit."
——Lalu dengan semangat memasukkan tangannya lagi.
Dia berpikir panjang: Dia pasti akan menguasai mantra petir langit, membuatnya tidak berani lagi meremehkan kembang api kecilnya.
Tiba-tiba dia teringat tingkatan keenam dari "Kunlun Jianjue", matanya terkagum, lalu bergegas menuju kekuatan spiritual.
Sebenarnya dia sudah bisa membuka halaman keenam, tapi dia sangat paham, gerakan Qian Kun Bergerak pada tingkatan keenam Pedang Kunlun tidak mudah dikuasai - bahkan untuk melatih tingkatan keenam, mungkin masih membutuhkan secuil kebetulan dan keberuntungan.
Baru saja ingin membuka, tiba-tiba jari-jarinya berhenti sejenak.
Dia mengawasi dalam-dalam kitab ilmu pedang itu, tiba-tiba seluruh kulit kepalanya seperti ingin meledak.
Dia bertanya pada Sistem: "Sistem, menurutmu, dalam kondisi apa seorang cultivator bisa merasakan petir langit?"
Sistem bingung: "Hanya jika dia adalah takdir itu sendiri!"
Dia berkata: "Tidak, maksudku jika seorang cultivator pedang yang telah mencapai puncak ilmu pedang, apakah mungkin memicu petir langit?"
Sistem semakin bingung: "Kalau begitu dia pasti sudah menjadi takdir!"
Dia membantah dengan refleks:
“Tidak asli, di dalam pohon dewata, aku telah berubah menjadi seberkas embun energi prasejarah, dan sudah pernah memicu petir langit.”
Dia seolah ingin membuktikan satu hal: orang yang bukan takdir pun bisa memicu petir langit.
Namun Sistem berkata tegas dan pasti: “Tuan rumah, sebenarnya setelah kau memicu petir langit, di dunia kecil itu kau sudah menjadi calon takdir. Hanya karena kau meninggalkan dunia kecil itu terlalu cepat, makanya tidak ada yang terjadi.”
Dia benar-benar diam.
Matanya mengawasi dalam-dalam mantra Pedang Nasib itu.
——Tingkatan keenam: Qian Kun Bergerak.
——Memanggil petir langit.
Dia membuka mata, pikirannya kacau balau. Tatapannya lama tertancap pada langit malam di luar, hatinya dipenuhi kebingungan yang luar biasa.
Sejak reinkarnasi dan meninggalkan Kunlun Jianzong, ini pertama kalinya dia merasakan kebingungan sebesar ini.
Lama kemudian, dia menunduk melihat telapak tangannya - sepercik kembang api kecil menyembul -
Lalu ada tangan yang masuk dan tersetrum.
Dia: “……”
Jalan iblis itu malas-malasan mendekat: "Kenapa gelisah?
Memandangi iblis ini, firasatnya seolah tak bisa lagi menyatu.
Setelah beberapa saat barulah ia bertanya:
"Yan Yan, masih ingatkah karakter di tablet itu?"
Karena terlalu banyak kenangan yang bangkit, Dewa Kegelapan sebenarnya memiliki ingatan yang buruk. Namun karena sangat membenci takdir itu, kesannya sangat mendalam. Tertulis di sana:
Guru Agung Suci.
——Makna guru yang telah tiada.
"Kau curiga vetala itu ada hubungan dengan Kunlun Jianzong?"
Jika ingin menemukan vetala itu, menyelidiki dari statusnya seharusnya jalan paling wajar.
Tapi arah pandangannya tertuju pada kembang api di telapak tangan.
Dengan lembut ia berbisik: "Yan Yan, tahukah kau siapa yang kupikirkan?"
Gerakannya menyelipkan jari ke dalam petir langit terhenti sejenak, menatapnya.
Ia menundukkan alis dan matanya, suara hampir tak terdengar: "Leluhur."
Begitu nama itu terucap dari mulutnya, bagaikan halilintar yang membelah kabut kebingungan dalam pikirannya, membuatnya terjaga dengan kesadaran yang belum pernah sebesar ini.
Sebenarnya di masa lalu, ia akan mengubur dugaan ini dalam-dalam di hatinya, takkan diceritakan kepada siapapun. Meskipun tekaan itu membuatnya tak bisa tidur semalaman, tetap akan dipendam sendiri.
Tapi kini ia punya Yan Yan. Seolah-olah hasrat untuk berbagi perasaan tiba-tiba muncul.
Ternyata ekspresi Yan Xueyi juga perlahan berubah.
Ia berkata pelan:
"Yan Yan, kau tahu?"
"Tingkatan keenam Qian Kun Dong dalam 《Ilmu Pedang Kunlun》 adalah seni memanggil petir langit."
"Selain takdir, siapa lagi yang bisa mengendalikan petir langit?"
"Kebetulan Leluhur adalah cultivator dari sepuluh ribu tahun lalu."
Mungkin, saat Leluhur mengembangkan secara unik "Ilmu Pedang Kunlun" hingga tingkatan keenam, sangat mungkin beliau telah memperoleh bagian dari kekuatan takdir seperti dirinya sekarang ini, sehingga mampu menciptakan tingkatan keenam: Qian Kun Dong.
Dia menatap Pedang Kunlun yang berada di samping tangannya - pedang ini tidak pernah lepas dari genggamannya sejak pertama kali digunakan-
Pedang Kunlun di tangannya adalah warisan yang ditinggalkan oleh Leluhur.
Ilmu Pedang Kunlun yang dipelajarinya sejak kecil merupakan kreasi unik Leluhur.
Bisa dikatakan, Leluhur adalah "mentor sejati" dalam arti sesungguhnya baginya.
Jika benar itu Leluhur?
Dia teringat saat menerobos Tanah Terlarang dulu, ketika bertanya mengapa Pedang Kunlun tidak memilihnya, terngiang kembali teriakan Leluhur yang bak petir di siang bolong "Aku yang memilih!". Meskipun Roh Pedang sengaja menggunakan akal bulus, namun kalimat itu telah membelah kabut kebingungannya setelah kembali dari mimpi panjang.
Namun kini dia tiba-tiba menyadari: mungkin Leluhur adalah Takdir itu sendiri.
Ia teringat seseorang di Gunung Lapisan Kedelapan yang nyaris mematahkan tulang punggungnya dengan cara yang menghinakan.
Ia sangat ingin memastikan apakah mereka orang yang sama.
Kerinduan ini hampir menguasai seluruh keberaniannya.
Baru saja terpikir begitu, kembang api kecil di telapak tangannya tiba-tiba "biu" dipadamkan orang.
Mata phoenix merah sang Raja Iblis yang cantik menatapnya, bertanya dengan tenang: "Untuk apa kau belajar ilmu pedang sejak kecil?"
Dengan suara lembut ia menjawab: "Kekuatan."
Sang iblis bertanya lagi: "Lalu, apakah kau belajar pedang untuk leluhurmu?"
Ia menggelengkan kepala.
——Hanya saja leluhur baginya benar-benar seperti sosok mentor yang dihormati.
Pria itu bertanya lagi:
"Jika dia memang leluhurmu, lalu bagaimana? Apa kau takkan membunuhnya?"
Nada bicara sang iblis tiba-tiba berubah penuh sinis:
"Atau kau pikir, dengan menggunakan pedangnya dan mempelajari ilmu pedangnya, kau takkan pernah bisa melampauinya?"
“Dia tidak membuatmu lunglai di Lapisan Kedelapan Gunung, kini hanya dengan mengetahui statusnya, kau langsung kolaps?”
Sekitar menjadi sunyi senyap.
Dia memencet telapak tangannya, sorot matanya tiba-tiba menjadi dingin membeku:
“Tidak, jika dia benar-benar orang seperti itu, aku justru harus membunuhnya!”
Di hatinya, api kemarahan mulai berkobar.
Masih terbayang jelas di ingatannya, di Tebing Perenungan Kunlun Jianzong, tulisan leluhur yang megah tergores:
“Tebas iblis! Hancurkan setan! Jaga jalan kebenaran!”
Tak mampu dipahaminya, bagaimana mungkin Jian Sheng nomor satu di dunia yang dulu meneriakkan “Aku senang!”, membuka aliran pedang dan mengusir dunia iblis ribuan li, sosok heroik nan luwes itu bisa berubah seperti sekarang?
Kepalsuannya, ketakutannya pada maut, kesediaannya mengorbankan banyak nyawa dan melepas harga diri demi bertahan hidup dengan cara setengah manusia setengah iblis ini—semua itu...
"Dia selalu yakin pedang mencerminkan pemiliknya. Pedang Kunlun yang penuh keadilan dan mengintimidasi bagai dewa perang, bagaimana mungkin memilih tuan seperti ini?"
Lama kemudian, dia perlahan tenang.
Saat menatap, dilihatnya siluman itu mendekat dengan wajah khawatir, ekspresinya mirip kucing besar yang mengendus-endus apakah dia masih hidup.
Dia tahu pria itu sengaja memprovokasinya, tapi tidak marah.
Malahan saat dia menoleh, siluman itu langsung mundur, buru-buru menjelaskan bahwa ejekannya tadi bukan maksud hati——
Tiba-tiba perempuan itu menyatukan jarak.
Dengan senyum tiba-tiba, dia bertanya: "Yan Yan, sebenarnya...kau sedikit cemburu, ya?"
Siluman itu langsung kaku.
Dengan wajah datar, dia berkata santai:
"Aku mana mungkin risau melihatmu goyah iman karena seorang pria?"
Perempuan itu: "......"
Dia menyela:
"Leluhur kita, namanya Chao Hanguang."
“Menurut perhitungan generasi, beliau adalah kakek buyutku, leluhur kandung.”
Iblis itu akhirnya tidak iri lagi, mulai menunjukkan sedikit ekspresi penyesalan.
Iblis: Mengapa dulu aku tidak belajar pedang?
Kalau begitu, Dewa Kegelapan berlatih selama 50.000 tahun pasti lebih hebat dari kakek buyutnya. Idola hidupnya bisa diganti.
Sayangnya, pedang sakti seperti Fu Mo di tangan Dewa Kegelapan sama seperti golok jagal. Saat tidak melihatnya, ia sering memandangi pedang itu sambil merindukannya. Setelah kerinduan mereda, kerap menggunakan Fu Mo untuk mengupas buah.
——Tapi tentu ia takkan pernah mengakuinya padanya.
Ia berkata: "Bukankah besok kita akan ke makam itu? Lokasinya sangat dekat dengan Kunlun Jianzong, mungkin benar itu makam leluhurmu."
Zhao Jin Sui tenggelam dalam pikiran—iya, makam di dalam Tanah Terlarang itu, tidak ada peti maupun persembahan dan altar ritual. Jelas itu hanya tempat menyimpan warisan. Jika leluhur juga calon takdir, maka makam di padang salju yang bahkan tak bisa dia dekati itu, mungkin benar-benar "kuburan"-nya.
Meski demikian, dia meletakkan pikiran kacau itu untuk sementara.
Namun, saat dia memejamkan mata, adegan-adegan Lapisan Kedelapan Gunung muncul lagi di depan matanya.
Maka, dia segera kembali ke kekuatan spiritualnya, membungkus kitab "Kunlun Jianjue" yang melayang di udara dengan energi spiritual, lalu menyegelnya sementara.
Dia berbalik badan hendak mengunci Pedang Kunlun dan Roh Pedang bersama-sama——
Tapi tiba-tiba dia berdiri kaku.
Karena Pedang Kunlun sudah menjadi Pedang Nasib-nya. Cultivator pedang yang melepaskan Pedang Nasibnya, masih pantaskah disebut cultivator pedang?
Apakah dia akan membuang Pedang Nasibnya hanya karena alasan ini?
Dia membuka matanya, menyadari bahwa dirinya tidak bisa lagi tertidur.
Tiba-tiba, dia sangat ingin memeluk erat iblis yang ada di sampingnya.
Iblis itu juga belum tidur. Dengan gerakan seperti menghibur anak kecil, dia menepuk-nepuknya sambil berusaha keras mencari contoh untuk menghiburnya—tapi Dewa Kegelapan ini selama sepuluh ribu tahun hidup dalam kesendirian total, tanpa kenalan maupun pengalaman sosial yang layak diceritakan.
Saat sedang berpikir, tiba-tiba badannya tertarik. Perempuan itu membalikkan posisi, duduk di atas pinggang sang iblis yang berotot bak pegas, mendorongnya ke kasur, lalu langsung menempelkan bibirnya.
Sang iblis terkejut oleh ciuman tak terduga itu.
Setelah tersadar, Raja Iblis segera mendekat dengan aura mistis: "Kau memanfaatkanku untuk mengalihkan perhatian?"
Perempuan itu malah balik bertanya: "Yan Yan, tidak boleh?"
Raja Iblis langsung merasa dirinya jadi tool character, tapi setelah dipikir-pikir, menjadi tool character untuknya ternyata... tidak sepenuhnya buruk.
Hanya saja——
Dia mencemooh sambil mengurung pinggangnya, berkata dengan licik, "Kalau begitu, jangan sampai kau menyesal."
