01.
Kelas 1-2 SMA kedatangan murid berprestasi yang didatangkan dengan iming-iming gaji besar.
Aura sejuknya bagaikan angsa putih. Namun bertolak belakang, ia membawa tas sekolah yang sudah memudar akibat sering dicuci, mengenakan seragam yang tidak pas di badan.
Pada hari pertama dia datang ke sekolah, setelah berkeliling di kelas, pandangannya tertuju pada pemuda yang tertidur di dekat jendela.
Pemuda itu tampak sangat tampan, namun ada kesan sikap keras kepala di antara alisnya. Tinggi badannya membuat posisi duduknya terlihat sempit, dengan tangan dan kaki panjang yang tergeletak di meja.
Dia tahu itu adalah penguasa sekolah bernama Yan Xueyi, yang reputasi buruknya dikenal luas di kalangan siswa se-kota sebagai bos SMA Pertama.
Menyadari hanya ada kursi kosong di sebelahnya, dengan langkah pasti dia mendekat dan mendorong tubuh penguasa sekolah yang tertidur di meja itu dengan santai.
Yan Xueyi terbangun, menyipitkan mata sambil bersandar ke belakang. Sorot matanya menyiratkan permusuhan saat menatapnya.
Meski wajah galaknya membuat orang segan, dia justru tersenyum lembut seperti salju pertama yang mencair, tanpa sedikit pun rasa takut.
Maka pemuda itu tertegun oleh senyumannya, dengan tenang ia duduk di sebelahnya, takdir yang wajar menjadikan mereka sepasang meja baru.
Gadis ini murid berprestasi, berakhlak mulia dan berprestasi akademik cemerlang, masuk sekolah ini demi beasiswa;
Pemuda itu penguasa sekolah, berasal dari keluarga kaya namun berkarakter pemberontak.
Sudah pasti ia tak menyukai murid berprestasi baru ini.
Terutama kebiasaannya aktif menjawab selama pelajaran, sangat mengganggu kualitas tidur sang penguasa sekolah.
Usai jam sekolah, remaja tinggi besar itu mengurungnya di koridor.
Teman-teman sekelas sekitar langsung kabur terbirit-birit.
Pemuda itu menggantungkan jas di bahunya, berkata dengan sikap keras kepala: "Yang baru, kau tahu siapa aku?"
Gadis itu memandang si penguasa sekolah, lalu menatapnya lagi, "Tahu, Yan Xueyi."
Lalu dengan natural ia menyodorkan tas sekolahnya.
Penguasa sekolah: ?
Refleks ia menerima tas itu.
Saat gadis itu berjalan pergi, si penguasa sekolah reflek menggenggam tasnya dan mengikuti dari belakang.
Setelah menyadari dirinya telah menjadi bawahan pengangkat tas, penguasa sekolah baru saja ingin meledak marah ketika mendengar dia bicara:
“Yan Xueyi, aku belum makan sarapan”
Penguasa sekolah langsung mengerutkan dahi: Apakah mereka dekat? Kok dia bertingkah seolah sudah kenal lama?
Dia berkata: “Makan malam kemarin juga tidak kumakan.”
Dia berkata: “Ah, lapar sekali.”
Penguasa sekolah: “……”
Sepuluh menit kemudian, penguasa sekolah menatap murid berprestasi miskin di seberang yang sedang menyantap mi: “……”
——Jadi mengapa dia malah mentraktirnya makan mi?
Pemuda itu merasa dirinya tak masuk akal, mulai dari mengangkat tasnya sampai mentraktir mi, seolah dirasuki roh jahat!
Penguasa sekolah mengerutkan alis, menampar meja: “Aku kan mau merampokmu, cepat berikan uang!”
Murid berprestasi miskin: “Baik.”
Dengan patuh dia mengeluarkan uang dan menyerahkannya.
Dengan tulus dia berkata: “Yan Xueyi, aku cuma punya lima mao. Kembaliannya tak usah.”
Penguasa sekolah: “……”
Masalahnya, semangkuk mi yang dia traktir harganya tiga puluh!
Penguasa sekolah yang berkuasa sewenang-wenang selama bertahun-tahun, pertama kalinya merampok siswa berprestasi malah mengeluarkan 29 yuan 5 mao dari kantong sendiri.
02.
Pemuda kelas 2 SMA ini sudah setinggi 189 cm, bukan main - dia juga belajar taekwondo dan boxing. Saat keluar rumah, aura mengerikan selalu menyertainya. Wajahnya sangat rupawan dengan mata phoenix merah yang selalu tersenyum sinis, tapi saat berjalan di jalanan, aura bos besar tetap terpancar kuat.
Setelah masuk SMA No.1, prestasinya mengalahkan lima berandalan sekaligus membuatnya dinobatkan sebagai si bos tak terbantahkan di sekolah.
Seharusnya siswa baik-baik seperti dia pasti menghindarinya.
Tapi teman sekelas barunya ini Bukan main.
Si penguasa sekolah yang ditakuti semua orang, hanya dia yang tak gentar.
Tidak hanya dengan sangat ramah mengajaknya mengobrol, dia juga sering memandangi si penguasa sekolah dengan ragu-ragu saat jam istirahat.
Terutama saat dia makan.
Penguasa sekolah: "..."
Tapi kata orang, pengalaman pertama selalu diikuti yang kedua kalinya.
Saat kembali melihat siswa berprestasi dari keluarga miskin di seberang makan mi, Penguasa Sekolah terbenam dalam keraguan diri.
Pemuda semenakutkan itu mendekat, bertanya penuh kecurigaan: "Kau tidak takut padaku?"
Dia menjawab: "Bagaimana mungkin?"
Pemuda itu menyadari ini bukan kebohongan - sungguh dia tidak merasa takut.
Karena setiap kali pulang sekolah, dia selalu menatapnya dengan sorot mata yang sunyi.
Dengan marah ia memalingkan kepala, berkata dengan wajah mengerikan: "Jangan mengawasi aku!"
Dia menjawab: "Baik."
Dia melanjutkan: "Tapi besok aku tidak punya sarapan."
Penguasa Sekolah: "Lapar atau tidak, urusanmu sendiri!"
Ketika tersadar, ternyata sudah sebulan ini ia membawa tiga kali makan sehari untuk disuapkan padanya.
Penguasa Sekolah yang kini terbiasa selalu membeli sarapan ekstra: "......"
Sial, aku kena CPU!
03.
Sejak dapat teman sebangku baru, Penguasa Sekolah mulai terus mengeluh pada kawan dekatnya.
Saudara seperjuangan adalah teman baik yang tumbuh bersamanya. Dia tahu si raja kecil di kompleks perumahan itu tak pernah diperlakukan tidak adil. Awalnya mendengar hal ini, dia langsung berapi-api dan berkali-kali menyarankan si penguasa sekolah untuk menghajarnya habis-habisan.
Si penguasa sekolah mendengus dingin: "Besok akan kuhajar dia."
Tapi besok demi besok, setelah sebulan berlalu, si penguasa sekolah belum juga menghajarnya. Malah setiap pagi berlari dua blok lebih jauh untuk membelikannya tauhua asin.
Saudara seperjuangan: "Bukannya kau bilang takkan lagi membawakannya?"
Si penguasa sekolah menyimpan tangan di saku dengan ekspresi datar: "Kau ngerti apa?"
Saudara seperjuangan mengira dia sedang menyusun strategi besar.
Tiba-tiba sang pemuda berkata datar: "Dia tidak sarapan, bisa kena sakit lambung."
Kena sakit lambung berarti perutnya akan sakit, terkapar di meja setengah mati.
Ini masalah serius, tahu?!
Saudara seperjuangan: ……
Dia merasa seperti anjing usil yang tiba-tiba ditendang saat sedang jalan-jalan.
04.
Sebagai teman sekelas, sebagian besar waktu mereka akan dihabiskan bersama.
Tapi sejak kali itu mengajaknya makan mi, setiap kali jam istirahat tiba, penguasa sekolah selalu dikendalikan oleh suatu kekuatan tanpa alasan yang jelas.
Dia akan otomatis mengambil tasnya, mengikutinya ke kantin, dan di bawah kendali kekuatan misterius, memesan dua porsi makanan secara proaktif.
Untuk hal-hal ini, si pemuda masih bisa menghibur diri bahwa ini hanyalah kedermawanan sementara, bagaimanapun teman sekelas barunya memang sangat miskin - sepatunya sudah dicuci hingga memutih tapi belum diganti yang baru.
Tapi, hal yang lebih tak masuk akal terjadi.
Di depan meja makan kantin——
Dia berkata: "Yan Yan, aku tidak makan daun bawang."
Penguasa Sekolah: ...?
Penguasa Sekolah: Kau pilih-pilih makanan, urusan apa dengan aku?
Tapi detik berikutnya, penguasa sekolah menemukan tangannya memiliki kesadaran diri, secara otomatis membantu memilihkan daun bawang dari makanannya.
Penguasa Sekolah merenung: "..."
Penguasa Sekolah bertanya pada sahabat karib: "Apa aku gila?"
Sahabat karib: ...
Sahabat karib: Sangat kesal melihat pasangan menyengat seperti ini.
05.
Tentang panggilan ini, awalnya dia memanggilnya "Yan Xueyi", tapi Penguasa Sekolah sangat kesal dengan panggilan nama lengkapnya, seolah mereka tidak akrab.
Akhirnya dia mengganti panggilan menjadi "Xueyi" dan "Yiyi".
Si pemuda tetap kesal. Setiap kali dipanggil begitu, dia menoleh dan melototi.
Murid berprestasi merenung: "Jadi kau ingin aku memanggilmu 'Xiao Xue'?"
Penguasa Sekolah: "......"
Akhirnya, dia mulai memanggilnya "Yan Yan". Pemuda itu meliriknya, mendengus dingin, tapi tidak membantah.
Tapi segera, gosip pacaran dini mereka mulai beredar.
Terutama saat dia memanggilnya "Sui Sui" dan dia memanggilnya "Yan Yan" - ini dianggap sangat mengejutkan di kalangan siswa SMA. Siapa yang saling memanggil nama panggilan begitu? Terlalu mesra, pasti pasangan yang lebay.
Penguasa Sekolah meledak marah, menangkap teman sekelas yang menyebarkan rumor dengan wajah menyeramkan.
Teman sekelas gemetar: "Bukankah kau pernah memilihkan daun bawang untuknya?"
Teman sekelas: "Bukankah kau memanggilnya Sui Sui?"
Teman sekelas: "Kalian tidak pergi kencan makan malam setiap malam?"
"Kau tidak membawa tas untuknya?"
Penguasa sekolah: "……"
Teman sekelas: "Jadi kalian ini pasangan, apa salahnya?"
Tapi penguasa sekolah tetap tak mau mengakui.
Saat pemuda itu kembali, diam-diam mengujinya dan bertanya apakah dia dengar kabar angin.
Gadis itu memutar kepala dengan bingung sambil masih menatap bukunya.
Wajah dinginnya berpendar lingkaran cahaya berbulu halus khas remaja di bawah sinar matahari.
"Yan Yan, kau bilang apa?"
Penguasa sekolah tertegun.
Dengan cepat dia memutar kepala——
Sepertinya kalau harus pacaran dengannya, aku juga tak sepenuhnya menolak.
06.
Mereka sudah menjadi teman sekelas dan rekan makan selama dua bulan.
Suatu hari, siswa berprestasi yang duduk di sebelahnya tiba-tiba berbicara:
"Yan Yan, kurasa tak baik terus menerima makananmu gratis."
Dia berkata: "Aku akan membantumu memperbaiki pelajaran."
Penguasa sekolah yang sangat tak suka belajar dan langsung ngantuk saat kelas: "……"
Dia berpikir: Mengapa dia ingin menyakitiku?
Dia tidak sedang main-main.
Dia langsung menganalisis nilai penguasa sekolah sampai larut malam, menyusun rencana yang detail.
Penguasa sekolah langsung merinding melihatnya, bertanya mengapa dia membalas budi dengan kejahatan?
Si jenius: "Makan gaji raja, urusi keresahan raja.
Penguasa sekolah: "......"
Sejak hari itu, setiap pemuda itu ketiduran di kelas, teman sebangkunya akan dengan santai membangunkannya.
Setelah membuat marah si penguasa sekolah yang bulunya sudah mengembang——
Dia menghela napas panjang: "Aku tidak punya uang untuk membalas budimu, kalau kau benar-benar membenciku..."
Penguasa sekolah: "......"
Penguasa sekolah terpaksa mulai mendengarkan pelajaran dengan geram.
Dulu, penguasa sekolah setiap hari kabur dari belajar malam, mana mungkin penguasa sekolah sejati duduk manis di kelas saat belajar malam?
Tapi sejak hari itu——
Setiap kali penguasa sekolah memanjat tembok, pasti akan melihatnya di bawah tembok gerbang sekolah.
Pemuda itu mengangkat alis, mendengus dingin: Aku ini penguasa SMA Satu, masa bisa dikendalikan olehnya?
Mau mengaturku, dia...
Ia menghela napas sendu: "Aku kini tak punya uang, kalau kau tidak mau kubalas budi..."
Dengan lesu ia menunduk, memandangi sepatu lapuknya yang sudah usang.
Penguasa sekolah: "......"
"Aduh, aku akan minggir sekarang juga!"
Sejak itu, setiap kali penguasa sekolah hendak melakukan hal-hal yang tidak berkaitan dengan belajar, ia selalu melihatnya, sehingga sama sekali tak bisa berbuat semena-mena.
Menghitung hari, penguasa sekolah menyadari telah patuh bersekolah selama sebulan penuh, tanpa melakukan hal melampaui batas.
Sikap patuhnya ini bahkan membuatnya mendapat piagam penghargaan siswa teladan dari Sang Guru.
Menjadi teladan transformasi diri yang giat belajar.
Saat menerima penghargaan, ia memandang ekspresi terkejut bawahan-bawahannya di bawah panggung.
Penguasa sekolah SMA 1: "......"
Aku benar-benar di-cpu.
07.
Sebelum liburan tahun baru, penguasa sekolah merencanakan aksi besar: mengajak bawahan menghajar preman SMA 3 agar tak berani memalak siswa SMA 1.
Tapi baru saja pemuda itu menjatuhkan lawannya, ia pun melihatnya.
Pemuda itu membeku, refleks ingin menjelaskan tapi bingung bagaimana memulai. Entah mengapa, dia tak ingin gadis ini takut padanya, tak ingin dia menganggapnya jahat.
Tapi gadis itu berkata: "Aku bukan datang untuk mendamaikan."
Katanya: "Aku datang memberi hadiah ulang tahun untukmu."
Pemuda itu tertegun.
Dia melanjutkan: "Ini tidak mahal, dari beasiswaku yang ditabung pelan-pelan."
Jari-jari pemuda yang menerima kotak itu terasa seperti terbakar.
Dengan santai dia bergumam: "Setidaknya tak sia-sia menyuapimu dulu."
Sudut bibir pemuda melengkung gila-gilaan sambil menggenggam tangan gadis itu untuk pergi.
Tapi saat sampai rumah dan membuka hadiah:
《Lima Tahun Ujian Nasional & Tiga Tahun Simulasi》
Pemuda: "......"
Sebenarnya mereka pernah bertengkar soal perkelahian ini.
Suatu hari, gadis itu mendengar kabar penguasa sekolah akan berkelahi lagi.
Dia menemui pemuda itu: "Apa memang harus berkelahi?"
Pemuda yang tahu ini rumor langsung murka.
Kenapa dia bisa begitu polos, percaya omongan sembarangan?
Dia berkata dengan dingin: "Aku memang akan hajar, lalu bagaimana?"
Gadis itu berkata: "Baiklah."
Kemudian setelah pulang sekolah, dia menariknya ke lapangan olahraga, mengeluarkan setumpuk kartu dan bertanya apakah mau main Dou Dizhu.
Pemuda: "......"
"Tiga orang kekurangan satu, masa kartu saja tidak bisa main?"
08.
Penguasa sekolah kerap merasa seperti menyuapkan seorang leluhur.
Sehari sebelum masa liburan.
Leluhur: "Kau akan memperbaiki pelajaran selama liburan?"
Penguasa sekolah waspada: "Tidak! Aku tidak ikut bimbingan belajar!"
Leluhur berkata dengan suara panjang: "Tapi aku tidak punya tempat tinggal selama liburan musim panas, bahkan tidak ada uang untuk makan."
Penguasa sekolah: "......"
Akhirnya, penguasa sekolah tetap menolaknya dengan tegas. Pemuda itu menyatakan dengan wajah semenakutkan itu agar gadis itu tidak mengganggu rencana liburan indahnya.
Tapi dia memberikannya hadiah selama liburan.
Ketika dibuka, ternyata sepasang sepatu olahraga baru.
Harganya tidak mahal, persis sesuai ukuran kakinya.
Gadis itu tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.
Hari pertama liburan.
Pemuda tampan dengan sikap keras kepala menaruh jas di bahunya, bersiap pergi bermain. Saat menatap ke depan, dia melihat bayangan yang terasa familiar di ruang kopi seberang jalan.
Gadis itu mengenakan seragam staff yang tidak pas, bekerja sebagai pelayan di kafe.
Sepertinya dia bertemu tamu yang sulit dihadapi. Orang itu terus menerus menahan gadis yang sedang meminta maaf, bahkan menyiramkan kopi ke seluruh tubuhnya.
Pemuda: “……”
"Aku memperlakukannya seperti leluhur, masa mau membiarkannya diperlakukan tidak adil?"
Dengan tubuh besar dan aura menyeramkan, pemuda itu menghalangi di hadapannya dengan sikap yang jelas-jelas tak ingin diganggu.
Orang itu langsung melepaskan pegangan dan pergi dengan kecewa.
Dengan wajah merah marah, dia menarik sang gadis keluar dari kafe. Setelah menatapnya lama, akhirnya menggerutu:
"Les! Aku setuju ikut les, boleh kan?!"
Dia membersihkan noda kopi di bajunya sambil tersenyum, kali ini dengan kejujuran:
"Benar-benar tak perlu, Yan Yan, aku bisa mencari uang saku sendiri."
Meski cuma kerja paruh waktu liburan, tapi pemilik toko menyediakan makan dan tempat tinggal, ditambah beasiswanya, biaya semester depan dan uang saku sudah cukup.
Si pemuda melototinya: "Kau tahu aku tak tega melihatmu seperti ini."
Mereka beradu kaku di jalan hampir setengah hari.
Akhirnya dia menghela napas: "Baiklah."
Sudut mulut pemuda itu naik perlahan.
Dia berkata: "Kalau begitu kali depan kau harus masuk peringkat 300 besar."
Penguasa sekolah: "......"
09.
Saat di sekolah, gadis itu harus ikut kelas, mengerjakan PR, meski suka ikut campur ini-itu tapi masih dalam batas wajar.
Kini, sebagai tutor pribadi, fokusnya hanya mengawasi dia seorang.
Meski selalu tak bisa menahan senyum saat diawasi, tapi saat mengerjakan lembar ujian tetap terasa menyiksa.
Terutama karena si pemuda sangat gengsi.
Sambil mengoreksi kertas ujiannya, dia berkata: "Yan Yan, kau benar-benar kikuk."
Si penguasa sekolah langsung murka.
Detik berikutnya terdengar suara gadis itu: "Kudengar, IQ bisa diwariskan ke generasi berikutnya."
Si penguasa sekolah berpikir wajar: Apa? Lalu anak dia dan gadis itu nanti pasti jadi bodoh?
Tidak bisa begitu!
Pemuda itu awalnya marah, tapi setelah dia bicara, kecemasan mulai menyergap.
Gelisah sampai tengah malam pun tidak bisa tidur.
Pertama, dia gengsi mati, merasa dirinya sudah sepintar ini, mana mungkin mempermalukan diri di hadapannya?
Kedua, seandainya dia menganggap otaknya tidak cerdas, lalu bagaimana kalau dia tidak mau lagi bersamanya?
——Dia sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa hubungan mereka berdua belum ada tanda-tanda.
Pemuda itu menggeretakkan gigi, blak-blakan bangun jam lima pagi untuk belajar.
Begitu, kemajuannya menjadi pesat.
Ternyata, dia tidak pernah lagi mengatakan dirinya bodoh.
Saat les, dia sering menatapnya dengan senyum manis, mata berbinar-binar.
Pemuda itu memalingkan kepala sambil melototi: Ngapain terus-terusan mengawasiku?
Tapi begitu dia menatapnya, sudut mulutnya mulai naik dengan liar.
Dia sangat ingin mengajaknya kencan, tapi sepertinya dia hanya fokus memberinya les.
Akhirnya suatu hari, setelah selesai les, sang pemuda berkata seolah tak terjadi apa-apa: "Aku salah beli dua tiket film."
Tangannya gemetar dengan telapak tangan berkeringat.
Tiba-tiba terdengar jawabannya: "Baiklah."
Sudut mulutnya baru mulai terangkat, ketika dia mendengar lanjutannya:
"Tapi harus mengerjakan satu set soal ujian lagi."
Pemuda: "……"
10.
Meski bisa sering bertemu dan bermain bersamanya yang membuatnya bahagia setiap hari.
Tapi demi mempertahankan image di matanya, dia berdisiplin belajar hingga tengah malam setiap hari.
Sang penguasa sekolah berkunang-kunang menyadari dirinya sudah belajar intensif selama sebulan penuh – inikah liburan musim panas yang dia bayangkan?
Tapi senyumannya membuatnya tanpa sadar mendapat tambahan set soal lagi.
Susah payah mendapat libur sehari, pemuda itu segera berkumpul dengan sahabat karibnya.
Pemuda bersikap keras kepala lesu meneguk cola, ekspresi datarnya memancarkan keputusasaan "tanpa semangat hidup" yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sahabat karibnya mendengar kabar tentang pengalaman menyedihkan yang dialaminya.
Sahabat karib: "Gimana ceritanya?"
Sahabat karib: "Si bos, pernah lihat serial 'Tom dan Jerry' nggak?"
Penguasa sekolah itu hanya bisa bingung.
Sebelum pergi, sahabatnya mengirimkan sebuah stiker kepadanya.
Awalnya si penguasa sekolah tak memperhatikannya.
Sampai suatu hari, seperti biasa ia bangun pukul lima subuh untuk mengerjakan lembar ujian.
Demi mempertahankan image pria ber-IQ tinggi yang "aku bisa melakukan segalanya", sepanjang liburan musim panas ini rutinitasnya tak berubah.
Ketika gadis itu datang pukul setengah delapan untuk memeriksa tugasnya, seperti biasa pemuda itu menatapnya dengan lingkaran hitam di mata sambil menunjukkan ekspresi "tanpa usaha":
"Soal ujian kemarin terlalu mudah, cuma setengah jam sudah kuselesaikan."
Begitu kata-katanya meluncur, tiba-tiba ia merasakan keanehan.
Ia duduk lebih tegak.
Tiba-tiba ia teringat pada stiker itu——
Tom Cat yang malang, dikendalikan sepenuhnya olehnya.jp
