01.
Dia menyadari akhir-akhir ini Yang Mulia semakin berubah aneh.
Awalnya selalu tertegun mengawasinya, sorot matanya terasa sangat janggal.
Tak tahan, dia bertanya apakah Yang Mulia tidak senang memandangnya, namun Sang Kaisar menyangkal keras.
Segera setelah itu, dia mulai sering berpapasan dengan Yang Mulia di berbagai tempat tak terduga.
Saat memeriksa pembukuan di Kementerian Pendapatan, baru masuk pintu langsung melihat pemuda berbaju hitam sedang membaca buku, menatap dengan santai:
"Kebetulan sekali, Aiqing juga memeriksa pembukuan ya?"
Ketika berdiskusi di rumah teh, saat berbalik badan tiba-tiba melihat sosok tinggi besar familiar duduk berseberangan, bersikap wajar:
"Kebetulan sekali, Aiqing juga minum teh ya?"
Festival Qingming, saat pergi bersantai ke alam untuk berziarah ke makam orang tua, baru saja kereta kudanya berhenti, kereta kaisar melintas di depannya. Yang Mulia membuka tirai:
"Kebetulan sekali, Aiqing juga memberi persembahan di makam ya?"
Sesepuh Kabinet Muda: "......"
Di hari libur ini, begitu dia membuka jendela, langsung melihat pemuda itu berdiri di luar sambil menikmati pemandangan. Pria itu menoleh sambil tersenyum: "Aiqing, kebetulan sekali ya."
Sesepuh Kabinet Muda: "......"
Sesepuh Kabinet Muda: Tidak begitu kebetulan.
Sesepuh Kabinet Muda: Yang Mulia, ini rumah hamba.
Segera setelah itu, dia menyadari Pengawal Kerajaan (Jinyiwei) datang mengunjungi ruang bacanya setiap malam.
Pengawal Kerajaan, sosok yang membuat para menteri kerajaan gemetar ketakutan hanya mendengar namanya.
Sesepuh Kabinet Muda mengira kaisar ingin menyelidikinya diam-diam tentang kemungkinan korupsi atau konspirasi.
Hasilnya——
Mengirimkan bunga untuknya.
Sesepuh Kabinet Muda: "……"
Kalau bilang ini bentuk intimidasi, tapi dia malah mengirim bunga;
Kalau bilang ingin membangun hubungan baik, tapi menggunakan Pengawal Kerajaan.
Dengan susah payah dia mencoba menebak maksud tersembunyi di balik semua ini, kerap memandangi sang pemuda dengan tatapan penuh kecurigaan.
Hamba: Jangan-jangan dia mencurigaiku, ingin mencari-cari kesalahan?
Pemuda itu setiap hari merencanakan apa yang akan diberikan padanya besok, juga sering menampilkan ekspresi renungan mendalam di hadapannya.
Raja: Apakah dia benar-benar menyukai hadiah yang Kaisar berikan padanya?
Kedua ini masing-masing menyimpan niat tersembunyi, mulai sering melakukan ujicoba verbal.
Saling berbalas, setiap kata bagai mutiara berharga.
Keduanya tak menyadari bahwa mereka sedang seperti ayam berbicara dengan bebek.
Sampai suatu hari, kaisar dengan alasan menyamar sebagai rakyat biasa, secara sah tinggal di rumahnya.
Meski disebut menyamar, setelah lama diamati, sang Kaisar hanya "mengunjungi" dirinya seorang.
Awalnya dia mengira Yang Mulia ingin mengujinya sambil menyelidiki pejabat lain, sehingga menyiapkan semangat 120%.
Hingga suatu malam di hari pertama, jendelanya diketuk orang.
Kaisar: "Aiqing, bulan malam ini sungguh indah. Kaisar tak menemukan teman minum."
Gadis beraura dingin itu menatap ke awan gelap di langit: "……"
Baiklah, sekarang dia yakin tak ada konspirasi di baliknya.
02.
Musim semi di ibu kota bersinar terik, kecuali sering harus menerima kunjungan "Yang Mulia yang menyamar sebagai rakyat biasa", hidupnya berjalan mulus dengan reformasi baru yang dijalankan secara teratur.
Tak lama kemudian, Perburuan Musim Semi dimulai.
Dengan jabatan tinggi, sudah selayaknya ia hadir. Hanya saja kondisi kesehatannya buruk sehingga tidak bisa menunggang kuda, ia pun tinggal di markas, berjalan mengelilingi padang rumput area perburuan sambil menikmati sinar musim semi.
Namun saat berbalik badan, ia melihat seekor kuda merah yang mencolok tak jauh dari situ.
Yang Mulia yang seharusnya menjadi pusat perhatian kerumunan, justru muncul di sini.
Pemuda itu tersenyum padanya: "Ayo, Kaisar akan ajakmu berputar sebentar."
Ia berkata: "Tapi Yang Mulia, aku ini pria."
Pemuda itu menyeringai, sorot matanya yang mengamatinya penuh dengan sifat agresif:
"Lalu apa masalahnya dengan pria?"
Langsung saja ia menangkap pinggangnya, mendudukkannya di depan, lalu mengendalikan kuda menghindari kerumunan orang dan melesat menuju padang rumput area perburuan.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya menunggang kuda, ia merasakan hembusan angin musim semi. Saat menatap ke atas, tiba-tiba menyadari Yang Mulia sedang memandanginya.
Pemuda itu tiba-tiba menyela: "Aku..."
Dia bertanya padanya: "Apa?"
Ia menghentikan ucapannya.
Pemuda itu tersenyum, "Tidak masalah."
Di padang rumput, seekor kuda merah marun membawa kedua orang itu melesat diterpa angin musim semi.
Pemuda di belakangnya mulai bersenandung dengan suara yang manis sekali.
Syair yang terdengar samar-samar itu berbunyi:
Alang-alang bergoyang, embun pagi membeku menjadi putih.
Sang Kaisar menatapnya——
Sosok idaman itu, berada di seberang air.
Berusaha mendekatinya, jalannya terjal dan jauh.
03.
Sebenarnya mudah bagi seorang Kaisar untuk mendapatkan seseorang.
Tapi sejak tahun pertama penobatan hingga tahun kelima, pemuda itu tak pernah menyatakan isi hatinya.
Selama beberapa tahun ini, mereka pernah berwisata bersama, tidur di kapal lukis sambil mendengar hujan.
Dia pernah berbincang dengannya tentang cita-cita reformasi politiknya. Saat berbicara, pipinya tampak tenang dan lembut.
Pemuda itu tahu, orang seperti dirinya pasti akan menjadi menteri terkenal yang tercatat dalam sejarah.
Beberapa tahun terakhir dia mulai membaca kitab sejarah dan catatan tak resmi, bahkan beberapa kali mengganti Wakil Menteri Kanan pengajar kitab klasik. Kadang dia bertanya pada para menteri, bagaimana pandangan mereka tentang Kaisar Wu dari Han dan Han Yan?
Setelah mendengar penjelasan, pemuda itu sering terdiam lama, menyuruh para hadirin mundur, dan membisu di bawah sinar lampar minyak.
Dalam lima tahun ini, dia memang membentuk klik dan menyingkirkan yang berbeda pendapat, bahkan melakukan banyak perbuatan buruk.
Terkadang dia juga menegurnya dengan halus.
Tapi orang yang terlihat serakah akan harta dan kekuasaan ini, sebenarnya hidup dalam kemiskinan parah. Sebagian besar hartanya dipakai untuk menutupi kekurangan dana kebijakan baru.
Saat tidak ada gaji untuk makan, dia sering numpang makan di Balai Qinzheng. Jika bertemu satu dua pelajar miskin, sangat suka menolong dengan uang.
Dia terlihat bermain-main dengan kekuasaan, tapi sebenarnya sepenuh hati membela rakyat.
Berkat usahanya, kebijakan baru menunjukkan hasil signifikan, bahkan jumlah anak jalanan di jalanan berkurang drastis.
Sang penguasa sangat paham, orang seperti ini ditakdirkan meninggalkan coretan tinta pekat yang bermakna dalam kitab sejarah, pasti akan menjadi menteri termasyhur Dinasti Yan.
Tapi cinta seorang raja justru akan menjadi noda yang tak terhapuskan pada dirinya.
Segala upaya dan tindakannya selama bertahun-tahun, di hadapan "cinta kaisar" empat kata itu, akan musnah tak bersisa.
Dia tidak tega membiarkan orang mengira dia adalah tipe seperti Han Yan.
Maka dalam lima tahun ini, kecuali melodi "Jian Jia Cang Cang", tak pernah sekalipun dia menunjukkan perasaannya di hadapannya.
Sebelum memimpin ekspedisi sendiri, saat memberi dupa di Kuil Kuda Putih, teringat kondisi kesehatannya yang buruk, kain sutra merah yang tergantung di pohon - ingin dituliskan namanya, tapi tiba-tiba berhenti.
Senyum kecut mengembang di wajahnya.
Sudah sepakat untuk menjadikannya Zhang Juzheng, bukan Han Yan, dia harus menepati janjinya.
Akhirnya, sang kaisar menuliskan empat karakter pada kain sutra merah itu: "Semoga damai setiap tahun."
Rasa cinta tersembunyi dalam-dalam.
Dia akan segera memimpin pasukan sendiri.
Dia berkata padanya: "Tunggu Kaisar kembali, akan kuminum plum wine buatanmu."
Perempuan itu menatapnya, tersenyum: "Baik."
Dia tahu, seumur hidupnya mungkin takkan pernah mengungkapkan cinta licik itu padanya.
Namun sesuai harapannya, mengembalikan dunia damai sejahtera, termasuk membalas budi legenda yang terkenal.
04.
Perempuan itu sudah dikembalikan jabatannya sebagai Perdana Menteri dewan menteri. Kini Yang Mulia memimpin ekspedisi, sang Perdana Menteri menjaga negara.
Surat-surat Yang Mulia selalu dikirim delapan ratus li darurat, tiba di mejanya saat itu juga.
Selain dokumen resmi, kaisar kerap bercerita tentang kondisi sosial di perjalanan, kesulitan medan perang, bahkan merindukan manisnya anggur di rumahnya. Selalu mengeluh para menteri tak se-sigap dirinya.
Sebenarnya masih ada ribuan kata yang tertahan.
Hanya saja pada akhirnya, ribuan kata itu menyatu dalam satu kalimat di ujung surat:
"Kaisar sangat merindukan Aiqing."
Saat membaca surat darinya, dia selalu tidak bisa menahan tawa kecil, namun setelah selesai membaca, saat mengangkat wajah, bayangan yang familiar itu sudah tak terlihat lagi. Dia pun sering terpaku diam membeku.
Keberadaan Sang Kaisar dulu tak terasa istimewa. Baru setelah kepergiannya, dia menyadari kesunyian yang terlalu menyiksa di sekitarnya.
Orang tuanya telah lama tiada. Selain beberapa kerabat jauh, tak ada siapa pun di sekelilingnya. Bahkan beberapa sahabat dekat pun perlahan menjauh seiring kariernya yang meroket ke puncak kekuasaan.
Bertahun-tahun berlalu seperti ini. Seharusnya dia sudah terbiasa dengan semua ini.
Namun terkadang, saat melangkah di atas embun menuju Aula Jinluan, pandangannya tertumbuk pada Tahta Naga yang kosong. Entah mengapa, hatinya terasa hampa.
Tapi beruntunglah, sebagai Perdana Menteri yang mengawasi negara, kesibukannya yang tak kenal henti membuatnya tak punya waktu untuk larut dalam kesedihan.
Hanya ketika ia menyadari dirinya kembali menghabiskan seluruh gajinya untuk membantu orang lain, tak punya uang untuk makan, dan secara refleks berjalan menuju Balai Qinzheng, ia tertegun sejenak.
Kapan kebiasaan ini mulai tertanam?
Ia mendorong pintu terkunci rapat Balai Qinzheng.
Namun dilihatnya sebuah kotak tergeletak di atas meja altar tempatnya biasa bekerja.
Saat dibuka, terlihat penuh dengan emas dan perak, disertai secarik kertas——
Tertulis: "Ini untukmu jika kehabisan uang makan."
Memandangi catatan itu, ia tak bisa menahan senyum kecut.
Tapi setelah senyumnya pudar, wajahnya membeku.
Tiba-tiba ia teringat musim semi itu, ketika pemuda itu bersenandung "Rumput ilalang yang lebat, embun putih menjadi embun pagi", menunggang kuda bersamanya.
Saat itu padang rumput sepi, hanya langkah kuda mereka yang bergema.
Liriknya berlanjut: "Sang kekasih yang dirindukan, di manakah engkau sekarang?"
Ia juga teringat bagaimana pemuda itu tak terhitung kali memandanginya dengan senyum, namun selalu mengalihkan pandangan saat ia menengok.
Dia jelas seorang Kaisar yang kejam dan sibuk mengurus ribuan urusan, tapi bahkan preferensi kecilnya pun diingat.
Dia bilang ingin minum anggur prem buatannya, padahal jelas-jelas anggur prem itu pahit dan sepat.
Penguasa yang pernah mencicipi puluhan ribu jenis anggur mulia, tapi terus mengenang seteguk minuman pahit buatannya, setiap tahun selalu datang meminta.
Rupanya, yang dirindukannya bukanlah seteguk anggur prem itu.
Melainkan si pembuat anggur.
Orang bilang Zhao Jin Sui punya hati yang sangat bijaksana.
Tapi dalam hal ini, dia malah jadi orang kayu yang buta sama sekali.
Bertahun-tahun dia sibuk bekerja tanpa henti, menguras tenaga dan pikiran, bahkan tak pernah berhenti sejenak untuk menoleh ke belakang.
Dia buru-buru menatap ke cermin perunggu, melihat bayangan dirinya sendiri.
Lima tahun berlalu dengan cepat.
Dalam sisa hidupnya, berapa lima tahun lagi yang tersisa?
Kalau ada waktu luang untuk jalan-jalan, dia selalu mengunjungi tempat-tempat yang dulu sering mereka datangi bersama.
Suatu kali dia datang ke kapal lukisan Yang Mulia.
Mereka sesekali di sini menikmati hujan dan salju, menghabiskan waktu yang panjang.
Saat mengangkat tangan, tanpa sengaja menyentuh rak buku hingga gulungan lukisan berjatuhan.
Menunduk memandang, setiap potret adalah dirinya.
Dia sedang membaca buku, dia tersenyum, berpidato di sidang istana, mengerutkan dahi sambil berpikir...
Dia memandangnya cukup lama.
Gerimis di luar jendela, perlahan dibukanya surat Yang Mulia.
Di akhir surat, sang penguasa berkata: "Kaisar sangat merindukan Aiqing."
Lalu diambilnya kuas, di balik dokumen resmi yang serius, ditambahkan satu kalimat:
"Hamba juga sangat merindukan Yang Mulia."
05.
Begitu satu kalimat kerinduan terucap, skenario perang yang seharusnya bertahan tiga bulan akhirnya tak kuasa ditahan Kaisar. Langsung mengenakan zirai dan menunggang kuda, memimpin Pasukan utama membunuh tiga halaman masuk tiga keluar, memaksakan mengakhiri Pertempuran Besar dalam setengah bulan setelah surat tiba, lalu kembali ke ibukota.
Saat kembali ke istana itu, dia menunggunya di Aula Qin Zheng.
Setelah terpisah lama selama setahun, saat bertemu kembali dengannya, sang pemuda merasa sangat merindukannya. Dengan langkah cepat ia menghampirinya, refleks ingin memeluknya, namun tiba-tiba berhenti seketika.
Benar, ini melanggar aturan.
Pemuda itu tersenyum: "Kaisar sudah terlalu lama tidak bertemu dengan Aiqing, sampai kehilangan kendali."
Tapi detik berikutnya, dialah yang justru memeluk erat pemuda berdebu perjalanan itu.
Perempuan itu tersenyum: "Yang Mulia, hamba pun agak kehilangan kendali."
Dia bercerita tentang anggur plum, perubahan di ibu kota, hingga akhirnya pemuda tinggi besar itu perlahan mulai tidak lagi sekaku tadi.
Ia mengangkat tangan, membalas pelukan itu.
Karena sudah terlanjur kehilangan kendali, tak masalah jika bertambah sedikit lagi.
Pelukan singkat itu seharusnya tetap terkubur dalam kenangan sebagai cinta samar-samar, yang setiap tahun dipenuhi debu dan perlahan dilupakan di ujung waktu.
Tapi setelah kembali kali ini, sepertinya ada yang berbeda.
06.
Sang Kaisar menemukan banyak perubahan padanya.
Dia mulai merawat tubuhnya, tidak lagi menguras diri habis-habisan, melainkan mendelegasikan banyak urusan ke bawahan. Dengan demikian, ia bisa beristirahat tepat waktu.
Pemuda itu pertama kali melihatnya pulang kerja tepat waktu, terkejut sampai mengamatinya berkali-kali.
Dari pandangan itu, barulah ia sadar teh yang diminumnya bukanlah teh pekat, melainkan goji.
Yang Mulia semakin terperanjat.
Dengan wajar ia berkata: "Yan Yan, mari kita bersantai di alam hijau saat hari libur."
Kaisar: Apa? Dia mau pergi beristirahat?
Refleks ia menjawab "Baik", baru tersadar setelah menulis beberapa karakter—
Dia memanggilku Yan Yan?
Pemuda: "..."
Apakah ini halusinasi pendengaran?
Lokasi rekreasi mereka pun tak jauh, masih di Kuil Kuda Putih itu.
Sepanjang 10 li bunga persik, kelopak-kelopak beterbangan.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia berkata: "Yang Mulia, tunggu sebentar lagi."
Sang Kaisar bingung, namun tangannya sudah tertangkap erat.
Kaisar: "..."
Pada detik itu, pupil pemuda berambut panjang sedikit menyempit, jantungnya berdenyut sangat kencang.
Ia berhenti sejenak, lalu membalikkan tangan untuk menggenggam tangan wanita itu.
Keduanya berjalan menyusuri rintik kelopak bunga menuju pusat kuil.
Mingming, bergandengan tangan jelas melanggar tata krama hubungan——
Tapi Kaisar dan menteri, tak satu pun yang melepaskan genggaman.
07.
Dia tak hanya mulai beristirahat tepat waktu, sesekali jalan-jalan dengan Yang Mulia, juga rajin minum obat, bahkan sering berkonsultasi dengan tabib tentang kondisinya—untuk pertama kalinya dia begitu serius memperhatikan kesehatannya.
Dulu dia berpikir, asal semua kebijakan baru dapat dijalankan dengan mulus, lalu mengumpulkan pengalaman menjadi buku panduan untuk keturunan, maka hidupnya sudah termasuk jasa-jasa yang sempurna, mati pun takkan menyesal.
Karena itu dia menguras tenaga dan pikiran, sekalipun harus memperpendek umur pun tak dipedulikan.
Tapi pada malam hujan di kapal lukisan itu, sambil membalik-balik surat tebal dari Yang Mulia satu per satu, tiba-tiba dia merasa:
Jika harus mati muda, sungguh terlalu merugi.
Kadang saat hujan turun atau salju, dia tak lagi terburu-buru pulang ke rumah. Tak juga menginap di ruang samping, melainkan tinggal di kamar Yang Mulia. Dengan pakaian santai meneguk teh, duduk di ranjang naganya dengan sikap wajar, sesekali menyuruh-nyuruh kaisar berputar-putar.
Sang pemuda tiba-tiba bertanya, mengapa sikapnya kini berubah menjadi sangat menjaga nyawa?
Perempuan itu duduk di ranjangnya, tersenyum kepadanya:
"Karena akhir-akhir ini hamba menemukan alasan untuk bertahan hidup."
Pemuda itu berusaha menggali lebih dalam, tapi dengan tegas dia menolak menjelaskan, hanya memandanginya sambil tersenyum.
Begitu udara dingin menyergap, dengan keras dia menolak keluar dari selimut Yang Mulia, bagai kucing otoriter yang takut dingin.
Keesokan paginya di hari libur, di dekat jendela dia membaca Kitab Puisi, melantunkan syair Jianjia dari gulungan sutra.
Tiba-tiba dia berkata kepada pemuda di sampingnya:
"Yang Mulia, hamba dengar ini adalah puisi cinta."
Yang Mulia: "..."
Postur kaisar mendadak kaku membatu.
Kaisar yang sudah lama menguasai teknik menjaga ekspresi datar, menoleh sambil berkata seolah tak terjadi apa-apa: "Setuju, lalu?"
Dengan sikap sama nonchalant, dia memalingkan wajah sambil berbisik:
"Jika benar, hamba punya alasan untuk memperpanjang nasib ini."
Pemuda berambut panjang itu tertegun.
Di luar jendela, butiran salju jatuh sunyi.
08.
Kaisar pernah mengira takkan pernah mengungkapkan cintanya seumur hidup. Segalanya akan dikubur bersama di makam kekaisaran, larut dalam aliran waktu.
Dia juga pernah membayangkan akan mati tanpa ikatan di suatu musim dingin, hanya meninggalkan catatan singkat dalam kitab sejarah sebelum menghilang.
Tapi nasib memang adil pada mereka.
Cinta yang tersembunyi suatu hari akan mengumumkan ke seluruh dunia, dan sebelum lampu padam dan minyak habis, selalu ada kesempatan untuk diperbaiki.
Kaisar kadang bertanya, apakah dia menyesal?
Bagaimanapun, cinta seorang penguasa mungkin menjadi noda bagi wanita sepertinya.
Dia pun berjinjit, dengan wajar mencium sudut mulut Kaisar yang selalu ragu.
Dengan senyum dia berkata: "Yang Mulia, hamba tidak terlalu peduli reputasi almarhum."
Semakin lama berinteraksi, semakin dia sadar bahwa Kaisar heroik nan bijaksana dulu seolah hanyalah khayalan.
Kaisar sering ragu-ragu dan suka bertingkah manja.
Kerap bangun tengah malam lalu berkata: "Hamba bermimpi Aiqing meninggalkan hamba."
Aiqing: "......"
Aiqing harus mendekat untuk menciumnya, jika tidak sorot mata Kaisar akan mengawasinya semalaman.
Seolah berkata: Kenapa kau tak kunjung menghibur hamba?
Persetujuan laporannya semakin lebay.
Awalnya "Aiqing", lalu "Qingqing", akhirnya "Kekasihku tersayang".
Belakangan, laporan itu hampir dipenuhi tulisan: Aku cinta Sui Sui.
Terus muncul perasaan seperti memelihara anjing besar.
Hanya saja, dia terus menunda pengakuan padanya.
“Tunggu sebentar lagi,” selalu ia ucapkan pada pemuda itu yang masih bingung.
Hampir dua tahun berlalu, ketika butir terakhir reformasi baru mulai berjalan mulus, mendapat dukungan luas. Separuh hidupnya tercurah untuk ini, nyaris terkuras habis tenaga. Kini segalanya akhirnya teratur, ia pun menghela napas lega.
Sekarang waktunya ia mengurusi hal lain.
Maka di hari libur itu, ia meminta Yang Mulia datang ke rumah mengurung dirinya.
Senyum merekah di sudut bibir pemuda itu saat membaca surat.
Bertahun-tahun ini sang Kaisar paling gemar berkunjung ke sini. Andai bukan karena sidang kerajaan, mungkin ia akan terus menempel di rumah ini.
Pemuda itu menunggu di halaman cukup lama.
Lalu, terdengar panggilannya:
“Yan Yan!”
Di bawah pohon persik, perempuan bergaun putih itu tersandar dengan rambut terurai, menggenggam gulungan kitab, tersenyum padanya.
Senyum manis memancar.
——Perdana Menteri yang menggetarkan istana itu, ternyata seorang putri jelita.
*
Tamat.
