Roland kembali ke kastil saat Langit telah gelap, salju di luar semakin deras.
Dia memasuki kamar tidur, melepas mantel, mengguncang tumpukan salju di kerah, lalu menggantungkannya di gantungan dekat perapian.
"Yang Mulia, Tidakkah Baginda merasa ini dilakukan terlalu terburu-buru?"
Nightingale menampakkan bentuk di hadapan Pangeran.
"Na Na Wa?" Roland menuangkan bir gandum untuk diri sendiri dan lawan bicaranya, meski minuman ini jauh lebih pahit dibanding bir di masa depan, tapi dia mulai terbiasa dengan rasa ini.
Nightingale menerima cangkir, menggenggamnya di tangan tapi tidak minum - dia menunggu jawaban Sang Pangeran.
"Tidak ada waktu yang lebih tepat dari masa kini," Roland menghabiskan birnya dalam sekali teguk lalu mengisi lagi, "Untuk mengeluarkan kemampuan Na Na Wa selama Bulan Iblis, mustahil terus menyembunyikan status penyihir perempuan. Menyembuhkan luka memfatalkan seketika, jelas bukan ramuan herbal biasa atau terapi pengeluaran darah yang bisa melakukannya, semua orang pasti menyadari ini."
“Berkat kota kecil yang terletak di luar perbatasan wilayah barat ini—yang sebenarnya bisa dibilang tidak penting—pengaruh gereja di sini sangat terbatas. Seandainya aku menjadi mereka, aku juga tidak akan mau menghamburkan naga emas di tempat yang bisa kapan saja ditinggalkan ini,” Roland melanjutkan, “Bahkan tidak ada gereja kecil di kota ini. Misionaris telah kembali ke Benteng Changge bersama para bangsawan. Menurutmu seperti apa Kota Perbatasan saat ini? Sebuah pulau terpencil yang terputus hubungan dengan dunia luar.”
“...Apakah ini rencana Yang Mulia sejak awal?” Nightingale bertanya.
Roland mengangguk, “Salju lebat akan mengubur jalan menuju Benteng Changge, sementara pengiriman kapal di dermaga berada dalam kendali saya. Kita punya setidaknya tiga bulan untuk mengubah pandangan 'penyihir perempuan adalah makhluk jahat'. Jika hanya mengandalkan propaganda, efeknya akan sangat terbatas. Hanya melalui kontak langsung, kesalahpahaman ini bisa dihapus dengan cepat.”
Inilah alasan mengapa dia berusaha mati-matian mempertahankan Na Na. Dia ingin menciptakan versi dunia lain dari Florence Nightingale.
Perawat legendaris ini, karena dedikasinya merawat korban luka, berhasil menurunkan angka kematian dari 42% menjadi 2%, sehingga dijuluki Dewi Lentera oleh para prajurit. Bahkan seluruh profesi perawat mendapatkan reputasi yang sangat terhormat.
Kemampuan Na Na bahkan lebih ajaib. Dengan menggunakan energi sihir untuk menyembuhkan luka, selama tidak mati seketika, nyawa bisa diselamatkan. Ini tentu lebih efektif meningkatkan moral pasukan milisi dibanding senjata apapun.
Berkat ayahnya yang merupakan seorang bangsawan yang merosot, yang sehari-hari sering bergaul dengan pemburu dan petani, bersikap sangat ramah terhadap rakyat biasa, bahkan mengizinkan Nanawa untuk belajar di akademi yang didirikan oleh Guru Karl. Jika diganti dengan bangsawan lain, bahkan yang bergelar Baron terendah sekalipun, tidak akan rela putri mereka berhubungan dengan orang-orang ini - di mata mereka, orang-orang ini adalah yang disebut rakyat jelata.
"Apakah ini... benar-benar bisa dilakukan?" Bahkan Nightingale pun terlihat sangat tak berdaya ketika menghadapi gereja raksasa ini.
"Tanpa melangkah keluar, kita takkan pernah tahu jawabannya."
Roland tidak berharap seluruh penduduk kota bisa mengubah pandangan mereka, setidaknya tim baru yang dibentuknya ini harus dipegang erat, kemudian mengandalkan benih-benih dari dalam rakyat ini untuk menyebarkan pemikirannya di masa depan.
Waktu tiga bulan cukup untuk mengubah banyak hal.
Nightingale diam sejenak sebelum berbisik pelan: "Mengapa Yang Mulia mau melakukan ini untuk para penyihir perempuan?"
Untuk membebaskan kekuatan produktif, untuk memperoleh kekuatan yang lebih besar, agar memiliki posisi dalam Perintah Perebutan Raja di masa depan - tentu saja jawaban ini tidak tepat untuk diungkapkan sekarang. Meski Roland adalah anjing mekanis, dia sudah banyak bermain berbagai GALGAME dan punya banyak pengalaman. Pengalaman dua puluh tahun lebih di dua dunia mengingatkannya bahwa dia sedang menghadapi jawaban kunci.
Dia mempertimbangkan kata-katanya sejenak, lalu berbicara perlahan, "Bukankah sudah kubilang sebelumnya? Kota Perbatasan tidak mempermasalahkan latar belakang. Kuharap suatu hari nanti, bahkan penyihir perempuan pun bisa hidup layaknya orang merdeka di wilayahku."
Kali ini terdiam cukup lama. Hanya suara bara api yang berderak memecah keheningan kamar. Profil wajahnya yang terpantul cahaya api yang naik-turun bagai lukisan indah nan sempurna.
Saat dia kembali berbuka suara, Roland seakan merasakan Waktu yang membeku mulai mengalir kembali. "Sebenarnya Yang Mulia tak perlu bersusah payah demikian," suaranya terdengar jauh dan lembut, "Maafkan aku telah berbohong... Saudari-saudari telah terlalu lama mengembara. Kami tidak punya banyak harapan, asalkan ada tempat berlindung yang memuaskan, bahkan jika hanya di dalam kastil ini."
"Lalu apa bedanya dengan sangkar?" Roland menggelengkan kepala, tiba-tiba matanya membelalak memahami sesuatu, "Tunggu... maksudmu, kau bersedia membawa mereka kemari?"
menghela napas, menghindari pandangan Pangeran, "Dengan begini, Yang Mulia akan menjadi musuh gereja."
“Tangan mereka sudah menjangkau terlalu jauh,” Roland berkata dengan santai, “Slogan ‘Hak Ilahi Raja’ sekali dikumandangkan, konflik antara gereja dengan negara-negara di benua hanyalah masalah waktu. Mengenai Winterfell, asal bisa melewati tiga bulan ini dengan lancar, tindakan yang bisa mereka lakukan pun terbatas. Tempat ini berjarak ribuan li dari sarang gereja. Apa seorang uskup akan membawa batalyon Pasukan Pengadilan menyeberangi seluruh Greyscastle untuk menyerangku? Ayahku pasti tak akan mengizinkan hal seperti itu terjadi. Ini merupakan tantangan serius terhadap kewibawaan kerajaan.”
“……”
Saat Nightingale memberi hormat dan pergi, Roland merebahkan diri di ranjang sambil menghela napas panjang.
Beberapa hal sengaja tidak diungkapkannya sepenuhnya. Gereja yang jauh di ribuan li sana, dengan kecepatan penyebaran informasi di dunia ini, kemungkinan baru akan bereaksi setelah akhir musim semi. Ditambah jarak tempuh yang jauh dan statusnya sebagai Pangeran, kemungkinan terbesar pihak gereja akan mengirim delegasi untuk menyelidiki situasi.
Proses bolak-balik seperti ini bisa memakan waktu hampir setengah tahun. Saat itu tiba, dirinya seharusnya sudah memiliki kekuatan untuk memutus hubungan dengan mereka.
Karena itu, bahaya laten terbesar bukan terletak pada gereja, melainkan pada para penyihir perempuan itu sendiri.
Hanya Roland yang mampu melihat titik krusial ini.
Meskipun saat ini para penyihir perempuan dalam posisi inferior, situasi ini tak akan abadi. Kebangkitan mereka tidak bergantung pada warisan darah, melainkan terjadi secara acak tanpa pola jelas. Ini berarti para penyihir perempuan mustahil dimusnahkan habis-habisan – jumlah mereka justru akan semakin bertambah.
Gereja masih bisa mempertahankan keunggulan atas penyihir perempuan dengan mengandalkan Batu Hukuman Dewa, namun keunggulan ini hanya bisa digunakan untuk menetralisir energi sihir. Berdasarkan situasi saat ini, Kebangkitan penyihir tidak hanya memberi mereka beragam kemampuan, bahkan kondisi fisik, pola pikir reaksi, hingga penampilan telah menunjukkan tren melebihi manusia biasa.
Secara esensi, mereka sudah bisa dianggap sebagai "manusia baru".
Semakin kejam penindasan, perlawanan akan semakin sengit. Berapa besar kehancuran yang akan ditimbulkan Kerusuhan murni yang dipandu penyihir perempuan terhadap Huibao? Kebencian yang ditumbuhkan oleh gereja, jika tak bisa dikendalikan, sangat mungkin berubah menjadi kebencian tanpa pandang bulu terhadap seluruh rakyat kerajaan.
Roland tidak ingin melihat situasi seperti itu terjadi.
Oleh karena itu, ia perlu mulai dari Kota Perbatasan, menyusun komposisi yang bisa menampung kedua pihak, lalu menyebarkannya ke seluruh Huibao, bahkan kerajaan-kerajaan di benua.
Sebuah dunia di mana penyihir perempuan dan manusia biasa bisa hidup berdampingan.
