Malam hari, Roland duduk di kantor mulai merancang perlengkapan baru.
Pil yang muncul di Pelabuhan Biru memberinya perasaan krisis yang kuat, terlepas dari alasan gereja mendukungnya dan Garcia berebut takhta, hanya memikirkan pasukan Garcia yang berjumlah ribuan sudah membuatnya merinding.
Bayangkan ribuan prajurit baja berlari dengan kecepatan pasukan kavaleri, menerjang dengan semangat tak terbendung. Garisan senapan tipis pasti sulit menghalangi. Jika satu saja lolos ke dalam tim, akan menyebabkan kerugian besar pada Pasukan Pertama.
Untungnya pil ini tidak memberikan efek kekebalan terhadap luka. Pengguna tetap memiliki tubuh daging-darah.
Dia harus membutuhkan senjata dengan kecepatan tembak dan presisi yang lebih tinggi, yang bisa menembak terus menerus dari jarak lebih jauh.
Tanpa merkuri fulminat sebagai pelatuk, Roland harus menemukan cara melewati Kan ini dengan memproduksi perlengkapan pengganti sementara untuk menghadapi krisis yang mungkin meledak.
Kemampuan baru Anna memberinya keyakinan besar. Sekarang selama dia bisa menggambar desain, Anna bisa mengolahnya dengan presisi mengejutkan - dibanding komponen senapan flintlock yang ditempa pandai besi sebelumnya, kini dia bisa menumpuk beberapa pelat logam dan memotongnya sekaligus.
“Pendidikan massal dan penyatuan sistem pengukuran merupakan persiapan untuk produksi industri besar, namun bukan berarti mengabaikan jalan pintu. Kemampuan baru Anna bagaikan gudang harta karun yang menyimpan potensi tersembunyi tak berujung. Roland kini setiap sore pergi ke Gunung Beipo untuk meneliti pemanfaatan kobaran api hitam bersamanya. Jika benar-benar sibuk, ia akan memintanya berlatih kemampuan kendali dengan mengukir benda-benda kecil - seperti figure penyihir perempuan.
Meski kemampuan mengukir figur manusia masih terlihat sangat mentah, Roland yakin suatu hari nanti lemari pajangan bukunya akan dipenuhi model figure penyihir perempuan aneka... mungkin?
Ia mengambil penggaris baja lurus dan menekannya di atas perkamen kulit kambing. Baru dua goresan dibuat, ketukan pintu terdengar dari luar.
Jika pengawal tidak memberi kabar, hampir pasti yang datang adalah penyihir. Saat ini sebagian besar penyihir sedang belajar membaca dan operasi aritmatika dasar dengan Book Scroll di ruang penerimaan lantai satu. Jadi hanya ada satu penyihir yang tidak ikut pelajaran dasar dan punya waktu mencarinya.
"Masuklah."
Benar saja, yang mendorong pintu masuk adalah Anna.
Dengan lembut ia menutup pintu lalu mendekati meja Roland sambil memeluk buku berpinggir Emas di dadanya.
Kemampuannya meminjam Buku Transformasi yang hanya bisa dimanifestasikan sekali sehari sebelum kelas Book Scroll dimulai, membuktikan bahwa meski Anna jarang bicara, ia punya pergaulan yang mengejutkan baik di kalangan penyihir. Mengingat Na Nava yang dulu seperti bayangan kecil selalu menempel di belakangnya, mungkin ia memang punya daya tarik alami terhadap para penyihir?
“Ada apa？Menemui masalah yang sulit dipahami？”
“Hmm,” Anna mengangguk, membuka buku di hadapan Roland, “Di sini... Katamu segala hal di dunia terdiri dari bola-bola kecil yang berbeda-beda, tapi di bagian berikutnya kau menyebut mereka bisa berubah menjadi... gelombang?” tanya Anna, “Apa itu gelombang？”
“Jika kau melempar batu ke air, guncangan yang timbul adalah gelombang,” sang Pangeran batuk dua kali, “Ini konsep abstrak, cukup pahami sekilas tanpa perlu mendalami.”
“Mengapa？”
Karena aku sendiri pun tak paham, Roland tersenyum getir di hati. Wilayah kuantum mikro memang sesuatu yang sangat mistis. Andai saja tak menulis bagian ini. Meski begitu, jawabannya berbeda, “Karena bola-bola kecil memiliki karakteristik gelombang sekaligus materi. Kita yang terbentuk darinya pun demikian, hanya massa kita terlalu besar sehingga sulit mengobservasi sifat gelombang. Alasan lebih mendalam membutuhkan eksplorasi ribuan generasi.” Ia berpikir sejenak lalu menambahkan, “Fenomena ini bertentangan dengan kewajaran, sulit dipahami seperti penghuni dunia tiga dimensi yang sulit membayangkan ruang empat dimensi. Tak perlu kau pusingkan.”
Anna mencibir, tak puas dengan penjelasan Roland. Namun segera bertanya lagi, “Apa itu ruang empat dimensi？”
“……”
Saat pertanyaannya berhenti, sang Pangeran sudah kehausan. Ia meremehkan dahaga pengetahuan Anna. Jika terus begini, tak ada lagi yang bisa diajarkannya.
「Khususnya ketika Roland menanyakan perkembangan matematikanya, Anna menjawab dengan santai: "Itu jauh lebih mudah, sekarang sedang mempelajari persamaan dan matriks, cukup menarik."」
「Lebih mudah, cukup menarik...」 Roland tiba-tiba menyadari betapa besarnya perbedaan kompetensi antarmanusia. Baru berapa lama? Hanya satu minggu dari fungsi elementer sederhana sampai persamaan matriks. Selanjutnya pasti akan sampai ke kalkulus. Di lingkungan sekolah, Anna pasti adalah juara akademik yang menginspirasi rasa hormat sekaligus gentar.
「Dan... juara akademik yang sangat cantik.」
Roland memandangi wanita yang sedang asyik membaca buku itu. Helai-helai rambut poni halusnya terjuntai di dahinya, beberapa ujung rambut terurai alami di pipinya. Tanpa sadar ia mengulurkan jari telunjuk, menyisir rambut itu dan menempatkannya rapi di belakang telinganya.
Anna menoleh, menatap Roland dengan senyuman di matanya. Biji mata biru danaunya yang biasanya tenang seperti air yang diam, kini beriak membentuk gelombang kecil. Mereka saling memandang dari jarak dekat, sampai akhirnya Anna membuka mulut mengucapkan sesuatu - tanpa suara, hanya gerakan bibir. Roland tetap bisa memahami bahasabibirnya.
「Nightingale sedang tidak di sini sekarang.」
Makna kalimat itu terlalu gamblang. Roland merasa akan sangat bodoh jika pura-pura tidak mengerti. Dalam keheningan kamar, ia hampir bisa mendengar napas dan detak jantung lawan bicaranya.
"Seiring kedatangannya, Anna menutup mata, pipinya memerah. Roland mencium aroma harum samar dari tubuhnya, lalu mencium bibirnya dengan lembut."
"Sensasi lembut mengalir melalui sentuhan, Waktu seakan membeku pada momen ini. Tak terasa berapa lama berlalu sebelum mereka berpisah."
"Sebelum sempat berkata, Anna berjinjit menyatukan bibir mereka kembali."
……
"Yi——Ha——Hei!" Bulan Teka-teki duduk bersila di ranjang, bermeditasi dengan mata terpejam dan tangan terangkat tinggi, mulutnya komat-kamit mengucapkan mantra.
"Kau kenapa jadi gila begini?" Lily membalut rambut basahnya dengan handuk, mengerutkan kening bertanya.
"Aku sedang membayangkan diri sebagai komposisi partikel," katanya membuka mata, "Aku partikel," lalu menunjuk Lily, "Kau juga partikel!"
"Gila." Yang disebutkan membalikkan mata putihnya lalu menyelip ke dalam selimut empuk.
"Ah, tidak berhasil." Bulan Teka-teki menghela napas, "Padahal sudah kubayangkan semua benda sekitar terbuat dari partikel, kenapa tidak bisa berevolusi kemampuan baru seperti Anna?"
"Karena kau tidak benar-benar percaya." Kata Lily.
"Aku percaya!"
"Tidak," dia menggelengkan kepala, "Satu-satunya yang tak bisa ditipu manusia adalah dirinya sendiri... Walau tak terlalu paham alasannya, tapi Anna mungkin sejak awal mempercayai ucapan Pangeran tanpa syarat. Tentu saja, dia memang jauh lebih pintar darimu - inilah alasan kunci dia bisa memperoleh kemampuan baru."
“……”
“Singkatnya, jangan mikir macam-macam, tidur yang nyenyak saja.” Lily mengangkat tangan.
“Apa kamu tidak ingin memiliki kemampuan seperti itu?” Bulan Teka-teki menyunggingkan bibir, “Aku juga ingin berbuat lebih banyak untuk Pangeran.”
“Berevolusi menjadi [makanan] yang bisa memperpanjang kesegaran mangsa?” Dia menguap, “Tidak tertarik. Lagipula, kenapa harus bekerja lebih keras untuknya? Pria semua berhati dingin dan plin-plan, Gema adalah contoh nyata di depan matamu.”
“Bilang tidak tertarik, tapi waktu pelajaran jelas-jelas berkonsentrasi penuh,” Bulan Teka-teki bergumam pelan, “Selain Yezi, kamulah yang paling serius.”
Lily menyambar bantal dan menamparkannya ke wajah lawan bicara, “Kamu tidur sekarang juga!”
