Setelah berpelukan sebentar, Abu menarik perhatian pada tumpukan benda kecil seperti permata di depan mereka, penasaran bertanya, "Ini semua apa?"
"Kemari," Tili menampar sisi tubuhnya, "Akan kutunjukkan sesuatu yang menarik."
Abu duduk bersila di sebelahnya, melihatnya mengenakan sarung tangan sutra putih di tangannya, di punggung tangan tertancap sebuah Ruby kristal yang berkilauan.
"Ini...Batu Ajaib Mako pelacak?"
Tili tidak menjawab, malah tersenyum mengulurkan tangannya ke tanah lapang kosong. Tiba-tiba, kilatan petir melompat dari ujung jarinya, menghantam tanah dengan suara dak-dak, lalu asap kehijauan mengepul dari tanah yang terkena pukulan, meninggalkan bekas hitam legam seukuran telapak tangan di posisi tersebut.
Abu sejenak tak percaya dengan matanya sendiri, "Kau...memperoleh kemampuan baru?"
Tili Wimbledom adalah Orang Luar Biasa, energi sihir bekerja pada dirinya sendiri yang terwujud dalam kecerdasan luar biasa, tak mungkin melepas diri seperti penyihir perempuan biasa. Kilatan listrik tadi menunjukkan dia memiliki kemampuan baru - padahal penyihir perempuan tak mungkin memiliki dua kemampuan utama sekaligus, ini adalah kewajaran yang sudah dimengerti semua saudari perempuan.
Tili melepas sarung tangannya dan menyodorkannya ke Abu, "Bukan aku yang mendapat kemampuan baru, tapi batu ini." Dia menekuk sudut mulutnya, "Dialah yang mengubah cara kerja energi sihir, membuatnya menunjukkan efek yang sama sekali berbeda."
Abu mengusap permata di pusat sarung tangan itu, hatinya terkagum-kagum. Dia tahu Tili takkan menipunya - ini berarti penyihir perempuan non-tipe tempur pun bisa memiliki kemampuan bertarung, kapasitas kelompok penyihir perempuan untuk melawan musuh luar akan meningkat secara signifikan. "Ada berapa butir batu semacam ini?"
“Hanya ada satu,” Tili seolah menebak pikiran Abu, “dan menggunakannya tidak semudah itu. Kamu bisa mencoba, bayangkan energi sihir sebagai sesuatu yang nyata, isi batu dengannya, lalu lepaskan.”
Abu berkontemplasi dengan susah payah, namun tak ada kilatan petir yang muncul.
“Mengerti sekarang?” Dia tersenyum, “Kita adalah Orang Luar Biasa yang bisa merasakan energi sihir secara alami. Bagi penyihir perempuan lain, ini lebih sulit lagi karena membutuhkan imajinasi dan pemahaman total. Faktanya, dari sekitar seratus orang yang saya uji, hanya dua atau tiga yang bisa cepat memahami dan melepaskan petir.”
“Apa kau mengejekku karena bodoh?” Abu melepas sarung tangannya.
“Kurang lebih,” Tili mengangkat alisnya, “Waktu itu aku hanya butuh—hmm—”
Abu menyiumnya, membuatnya hanya bisa mengeluarkan bisikan parau... Setelah berpisah, sang Putri Kelima menghela napas panjang, “Baiklah, tidak terlalu bodoh.”
“Bagaimana dengan batu lainnya?” Abu menjilat bibirnya dengan penasaran, hanya di depan Putri Kelima dirinya bisa benar-benar rileks, “Apakah mereka semua punya kemampuan berbeda?”
“Efek manifestasi yang berbeda,” Tili membetulkan, pipinya masih memerah, “Ini tidak memberi kemampuan seperti penyihir pada orang biasa. Hanya energi sihir yang bisa mengaktifkannya.” Dia berhenti sejenak, “Ini membuatku punya pertanyaan.”
“Pertanyaan apa?”
“Apa sebenarnya energi sihir itu.” Tili melepas diri dari emosi, menjelaskan kata demi kata, "Selama ini, kemampuan penyihir perempuan sangat beragam, menunjukkan ketidakpastian yang tinggi, bahkan persepsi Orang Luar Biasa pun berbeda-beda. Tapi batu aneh ini menyatukan energi sihir sepenuhnya. Melaluinya, semua penyihir bisa melepas kemampuan yang sama persis. Jadi sebelumnya aku mungkin salah mengarahkan. Energi sihir sendiri mungkin merupakan kekuatan fisik serba bisa, sedangkan yang dimiliki penyihir hanyalah salah satu bentuk manifestasinya."
“Lalu bagaimana dengan Batu Ajaib Mako ini?” Abu bertanya.
“Hanya bisa melepas, tapi tak bisa mengumpulkan energi sihir. Saat ini belum jelas apakah buatan manusia atau terbentuk alami,” kata Tili dengan nada menyesal, “Konon semuanya ditemukan dari reruntuhan. Sebagian besar sekarang sudah hanyut di masyarakat. Yang bisa kukumpulkan hanya segini... Katanya di hutan wilayah timur Haifeng County ada reruntuhan kuno. Sungguh ingin pergi langsung melihat, mungkin bisa menemukan lebih banyak informasi tentang energi sihir dan patahan sejarah."
Dia mulai bicara hal-hal yang tak kau pahami lagi, pikir Abu dengan pasrah. Yang penting bisa bertahan hidup, siapa peduli seperti apa situasi mencurigakan lebih dari empat ratus tahun lalu. "Lebih baik jangan. Saat ini Haifeng County mungkin termasuk tempat paling berbahaya di Greycastle."
“Mengapa?”
“Sebelum berangkat dengan kapal dari Pelabuhan Biru, aku mendengar para awak kapal membicarakan bahwa armada kapal hitam Garcia Wimbledon telah sepenuhnya bergerak, tujuannya sepertinya Haifeng County—tempat itu wilayah teritori Tifico, dia mungkin ingin memanfaatkan keunggulan kelincahan dan kamuflase laut untuk langsung menyerang perkemahan belakang garisnya.” Abu membujuk, “Setelah perintah lockdown dicabut, baru aku punya kesempatan berangkat. Jika informasi mereka akurat, mungkin Haifeng County sudah menjadi lautan api.”
“Mereka masih saling bertempur kacau,” ekspresi wajah Tili menunjukkan kekhawatiran, “Jika terus begini, gereja akan mengambil kesempatan. Jika tidak bersatu, Greycastle juga akan terserap seluruhnya seperti Musim Dingin Abadi.”
Kalimat ini membuat Abu tertegun, Putri Kelima segera mendeteksi keanehannya, “Ada apa?”
“Tidak ada,” dia mengedipkan mata, “Sikapmu tadi mirip Roland Wimbledon, dia juga pernah bilang hal yang sama padaku.”
“Oh? Kau bahkan bertemu dengannya?” Tili mulai tertarik, “Ngomong-ngomong, kau belum cerita tentang perjalanan ke Wilayah Barat ini. Apa saja panenmu? Cepat ceritakan!”
“Aku datang ke Perbatasan Kota karena mendengar kabar tentang Persaudaraan, ini pasti sudah diberitahukan oleh Shadow padamu,” Abu merangkul lawan bicaranya ke dalam dada, “Tapi di sana baru kusadari, klaim menemukan Gunung Suci ternyata tipuan yang dirancang Roland. Dia mengambil alih Persaudaraan, dan diam-diam merekrut penyihir perempuan…” Dia menceritakan secara singkat pengamatannya selama seminggu, “Akhirnya dia bilang padaku, kita harus bersatu untuk menahan serangan gereja. Jika kami tak bisa bertahan di Fjord, dia selalu menyambut kami ke Perbatasan Kota.”
“Hmm…” Tili merenung sejenak, lalu tiba-tiba berseru, “Orang itu bukan Roland Wimbledon. Dia sudah digantikan orang lain.”
“Ah?”
“Kau bilang dia dikelilingi banyak penyihir perempuan? Mungkin ada penyihir yang mengendalikannya, atau berubah wujud menjadi dirinya,” Tili langsung mengatakan, “Aku tumbuh besar bersama Roland, jadi aku paling tahu - dibanding kedua kakak dan Saudari Ketiga, dia paling payah dalam menyembunyikan sesuatu. Saat berbohong selalu penuh celah, mustahil bisa menyamar sebagai orang lain. Senjata penangkal Pasukan Hukuman Dewa yang kau sebutkan itu semakin membuktikan… Seseorang bisa menyembunyikan kepribadian, tapi tak bisa memalsukan ilmu pengetahuan. Guru istana sama sekali tak pernah mengajarkan hal-hal itu, darimana dia tahu?” Tili melanjutkan tegas, “Tak ada manusia yang lahir dengan pengetahuan bawaan. Jadi pasti dia bukan kakakku yang bodoh dan menyebalkan itu.”
“Benar… begitu?” Abu mengerutkan kening.
"Meski begitu, aku tetap perlu menghubungi mereka," Tili menghela napas, "Roland Wimbledon pada dasarnya adalah kakakku. Walau tidak berpendidikan, esensinya tidak sepenuhnya tak terselamatkan. Dibandingkan yang lain, dia yang paling tidak berbahaya. Kuharap para penyihir perempuan Persaudaraan belum menguburnya di tanah."
"Kurasa mereka tak akan melakukan itu," Abu tak bisa menahan diri memikirkan Wendy, "Selain itu, aku meninggalkan Maisie di sana. Menjelang akhir bulan, dia akan membawa lebih banyak kabar dari kota kecil itu."
"Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk saat ini, fokus kita sekarang bukan di situ," Putri Kelima bangun dari dadanya dan berjalan ke taman, membentangkan kedua lengan, "Karena kamu sudah kembali, Rencana Pembersihan bisa dimulai. Aku akan menghapus semua jejak gereja dari Fjord, hingga kepulauan Fjord menjadi tempat tinggal para penyihir."
Sinar matahari dari belakang menyinari Tili, seolah memberi siluetnya bingkai emas. Rambut keabu-abuannya menyentuh pipi bagai benang emas yang melayang. Ekspresi wajahnya penuh kepercayaan diri, seolah tak ada kesulitan yang bisa membuatnya mundur.
"Akan kujadikan nyawaku taruhan, Yang Mulia Ratu." Abu tersenyum.
