Fjord, Teluk Naga Laut.
Umat gereja naik ke tembok, menembakkan anak panah busur silang ke para penyihir perempuan. Namun menghadapi tameng tak kasat mata Syaw dan pelayan energi sihir Moriel, serangan itu hampir tak efektif. Panah jatuh begitu saja, ditelan oleh pelayan. Hanya ketika mereka menembakkan anak panah Penghancur Sihir yang bertatahkan Batu Hukuman Dewa, barulah muncul ancaman.
Jumlah Batu Hukuman Dewa akhirnya terbatas. Penyihir perempuan yang malang terkena tembakan segera ditarik ke belakang garis untuk menjalani penyembuhan. Selama pendarahan segera dihentikan, tidak akan membahayakan nyawa. Setelah dua-tiga kali tembakan, lebih dari dua puluh penyihir perempuan telah maju perlahan ke tepi tembok. Abu langsung melompat ke puncak tembok, membersihkan para pengikut yang berani menampakkan kepala.
Setelah beberapa hari pengintaian pra-perang, mereka memahami segala situasi tentang titik lemah tembok ini. Dari udara terdengar lengkingan merpati yang panjang-pendek tak beraturan - itu Maisie yang memberi petunjuk kepada yang lain bahwa mereka telah tiba di posisi yang benar.
Lian yang memiliki pengalaman strategi tempur sebelumnya tanpa ragu-ragu menggunakan kemampuannya. Tanah tiba-tiba berguncang. Pengikut gereja yang ingin menyerbu untuk menghalangi semuanya dibantai habis oleh Abu. Tembok tanpa perlindungan Batu Hukuman Dewa segera runtuh. Para penyihir perempuan berduyun-duyun masuk, menggunakan kemampuan mereka untuk menyerang para pengikut. Yang tidak memakai Batu Hukuman Dewa langsung rubuh lebih dari separuh, sedangkan yang masih bertahan dibersihkan dengan cepat oleh Abu.
Ini adalah serangan frontal pertama sejak gereja dibangun, dan penyerangnya adalah musuh sampai mati gereja. Imam yang bermarkas di sini tahu ini saat terakhir. Dia menyerukan sisa pengikut untuk menelan pil eliksir dan berkorban untuk dewa. Lebih dari sepuluh pengikut yang mengamuk menggunakan tubuh daging-darah untuk mengikat Abu, sementara sisanya semua menerkam Lian dan yang lain.
Lian yang sudah bersiap sejak awal mengangkat tembok tanah dari tanah, menghalangi musuh sementara di luar. Batu Hukuman Dewa tidak bisa menghilangkan efek energi sihir yang sudah terbentuk. Saat mereka berusaha memutari tembok, ternyata belakang tembok itu kosong melompong.
Para pengikut yang histeris terpaksa kembali mengepung Abu. Namun para penyihir perempuan itu tiba-tiba muncul di belakang garis, menjatuhkan musuh yang tak waspada. Setiap pengulangan taktik ini membuat lawan menderita kerugian. Setelah pertarungan sengit selama setengah jam, gereja dipenuhi mayat pengikut, hingga akhirnya hanya tersisa sang Imam.
Tangannya gemetar mengangkat pil eliksir ke mulut, tapi sebelum sempat menelan, Abu yang mendekat sudah menebas lengannya dengan pedang.
"Dasar terkutuk! Monster kaun Iblis!" Teriaknya histeris sambil memeluk tunggul lengannya, mata dipenuhi rasa takut.
"Takut? Saat menyiksa dan membantai yang tak bersalah, pernahkah kau pikirkan perasaan mereka?" Abu berbicara dingin. "Dibanding penyihir, kalianlah cakar dan gigi Iblis yang nyata - sampah tak berguna. Pergilah ke neraka dengan tenang." Pedang raksasanya menghujam, memutuskan kutukan terakhir di tenggorokannya.
"Kita menang?" Moril mendekatinya dengan suara ragu.
"Ya," Abu menghela napas. "Ini gereja terakhir di Fjord. Tak ada lagi pos gereja di kepulauan ini. Kita... benar-benar menang!"
Meskipun kekuatan gereja di Fjord sangat lemah, jumlah penganut di setiap gereja tidak sampai seratus orang, dan tidak ada tentara Pengadilan yang ditempatkan, ini adalah kemenangan pertama para penyihir perempuan melawan gereja secara frontal. Dari terusir ke sana kemari, gemetar ketakutan mendengar desis angin sekecil apapun, hingga kini menyerbu gereja, menjatuhkan raksasa yang dahulu perkasa. Sekalipun hanya bagian kecil dari gereja, ini sudah cukup membuat para penyihir perempuan bersemangat.
Seperti yang dia ramalkan, setelah semua orang memastikan kemenangan yang telah lama dinanti ini, mereka tak tahan bersorak gembira. Gereja bagaikan gunung besar yang menindas hati semua orang. Kini, mereka akhirnya berhasil menemukan titik ungkit di kaki gunung, membiarkan secercah cahaya harapan menyusup masuk. Mulai saat ini, Fjord akan menjadi rumah sejati mereka.
“Kami menang!”
“Hidup Nyonya Tili!”
“Guk guk!”
……
Kembali ke Pulau Tertidur dengan kapal, Abu langsung bergegas ke rumah Tili untuk memberitahukan kabar kemenangan mutlak para penyihir. Yang kedua menyisir helai rambut keabu-abuannya ke belakang telinga sambil tersenyum cerah: “Maisie sudah memberitahuku. Kabar bahwa kalian semua selamat, itu sungguh menyenangkan.”
“Memang, dibandingkan kapal layar, kecepatannya saat berubah menjadi burung laut jauh lebih cepat.” Abu melihat sekeliling, tidak menemukan siluet yang familiar, "Maisie?"
“Dia sudah pergi, tepat setelah melaporkan kabar kemenangan.” Tili menggelengkan kepala dengan pasrah.
Abu tertegun, "Dia... kembali ke Wilayah Barat?"
“Hmm,” Tili tersenyum tipis, “Secara garis besar di sana dia mungkin telah berteman dengan seseorang yang sangat dekat. Baru beberapa hari ini, sudah tak sabar ingin kembali. Jika bukan untuk membantu kita mengalahkan gereja, mungkin dia akan langsung kembali ke Perbatasan Kota pada hari surat itu dikirim… Aku semakin penasaran dengan tempat itu.”
Abu-Abu ragu-ragu sejenak sebelum berkata: “Apakah seharusnya aku tidak meninggalkannya di sana?”
“Tidak, ini bagus,” Putri Kelima menjawab dengan tegas, “Justru karena kau membiarkan Maisie tinggal di Perbatasan Kota, kita bisa dengan mudah berhubungan dengan pihak sana. Surat balasan untuk Roland Wimbledon juga kusuruh dia bawa.” Dia membuat wajah lucu, “Tebak bagaimana jawabanku padanya?”
“Tentu saja menolak. Pelayaran lintas laut sudah penuh risiko, bagaimana mungkin kita mengirim penyihir perempuan ke Wilayah Barat.”
“Tidak, aku menyetujui permintaannya,” Tili mengangkat sudut mulutnya, “Bahkan kujelaskan sekilas kemampuan penyihir perempuan non-tipe tempur. Dalam surat kukatakan, selama dia bisa menjamin keselamatan penyihir, aku akan pertimbangkan mengirim beberapa ke Perbatasan Kota—Hmm, bagaimana katanya ya? Benar—studi observasi, mempererat persahabatan, bekerja sama untuk kemajuan.” Dia berhenti sejenak, “Jika diperlukan, aku bahkan bisa datang langsung ke kota kecil itu.”
“Yang Mulia!” Abu-Abu tak kuasa menahan teriakan hormatnya saat masih menjadi pengawal istana dulu.
“Aku tahu yang kau khawatirkan, tapi saat ini musuh terbesar penyihir perempuan adalah gereja. Untuk itu, semakin banyak sekutu berarti semakin bertambah kekuatan. Berurusan dengan kepulauan Fjord hanya soal keuntungan, sedangkan Persaudaraan di Perbatasan Kota adalah teman alami. Kalau sudah teman, mengapa tidak bisa menunjukkan lebih banyak kebaikan?” Tili tersenyum, “Lagipula menurut Maisie, penyihir perempuan bisa membuat kemampuan mereka berevolusi lagi dengan mempelajari ilmu pengetahuan. Tidakkah kau penasaran? Jika penyihir yang kita kirim juga bisa mempelajari teknik ini, Pulau Tidur pasti akan mendapat manfaat besar.”
“Tapi jika kau yang pergi sendiri, bagaimana kalau pihak sana...”
Tili mengulurkan tangan memotong ucapan Abu, “Tenang, aku tidak bilang akan berangkat segera. Selama situasi belum jelas, aku tidak akan terjun ke zona berbahaya. Jangan lupa, Hilary bisa menembus segala penyamaran, baik riasan rumit maupun ilusi energi sihir, semuanya takkan luput dari matanya. Cukup ikut dengan rombongan pertama ke kota kecil, dia bisa membantuku menyibak konteks Pangeran Keempat. Lagipula, kalau ada bahaya, bukankah kau ada di sampingku?”
Abu menatapnya lama sekali, akhirnya mengangguk.
“Tentu, detailnya bisa dibahas ketika Maisie kembali bulan depan,” Tili tersenyum ringan, “Sekarang kita masih punya hal yang lebih penting untuk dilakukan.”
“Apa?” Abu bertanya dengan heran. Kini Pengaruh gereja di Fjord sudah hancur, sepertinya tinggal fokus pada pembangunan Pulau Tidur... Tapi ekspresi wajahnya menunjukkan hal yang berbeda.
"Putri Kelima menunjuk permata merah di sarung tangan stoking putihnya," Tidak hanya di Benua Kerajaan, di Kepulauan Bayangan Fjord juga terdapat reruntuhan kuno. Sebagian besar Batu Ajaib Mako yang dibeli dari penduduk pulau berasal dari reruntuhan tersebut. Mengambil kesempatan saat gereja telah dihancurkan, aku ingin melihatnya langsung."
"Apakah itu Sungai Merah Hantu dari legenda rakyat?" Abu yang telah tinggal beberapa waktu di Fjord sedikit banyak mendengar legenda ini. Reruntuhan ini muncul dan menghilang di lautan, dikelilingi aliran bawah air berbahaya dan monster laut yang membuat kebanyakan orang mustahil mendekat. Sejak pertama kali terdeteksi, banyak penjelajah yang mencoba menyaksikan pemandangan tak terbayangkan ini akhirnya mengubur diri di Kepulauan Bayangan. "Kau tidak tahu posisi pastinya, bagaimana cara masuk ke reruntuhan?"
"Memang aku tidak tahu lokasinya, tapi aku tahu siapa yang bisa membawa kita ke sana - faktanya, penjelajah ulung ini berada di Pulau Tidur, dialah yang pertama kali menemukan reruntuhan ini." Tili tersenyum.
