Mentari sore mulai meredup, gelombang panas yang menyengat perlahan memudar. Riuh lengkingan jangkrik musim panas yang bersahutan sepanjang hari pun mulai meredam. Tapi dibandingkan dengan Pulau Tertidur yang dikelilingi laut, suasana di dalam kastil masih terasa agak pengap.
Evelyn yang berkeringat menaiki tangga ke lantai dua, mendorong pintu kamar tidur terbuka, sejuk dingin seketika menyelimutinya.
"Hari ini tesnya melelahkan ya," ujar seorang wanita berambut hitam yang tampak matang dan kompeten sambil tersenyum, "Bagaimana, lancar tidak?"
Perempuan itu bernama Book Scroll, penyihir perempuan tertua di Persaudaraan sekaligus sesepuh yang sangat ramah. Baru satu hari bersama, dia sudah merasakan perhatian dan kepeduliannya.
"Aku... tidak tahu," jawab Evelyn dengan frustrasi, "Yang lain sudah menunjukkan kemampuan mereka. Giliranku, Yang Mulia hanya bertanya beberapa pertanyaan lalu menyuruhku turun. Apa... dia yakin aku tidak berguna?"
Book Scroll mengulurkan segelas air es, "Tidak ada kemampuan yang tidak berguna, hanya kemampuan yang belum ditingkatkan. Ini kata-kata Yang Mulia Roland yang sering diulang ke kami. Jadi jangan khawatir soal itu."
"Tapi..." Ia menerima cangkir itu, ragu-ragu.
"Khawatir akan dikucilkan karena tidak bisa digunakan?" Book Scroll tak tahan tertawa, "Kalau Persaudaraan dulu mungkin iya, tapi di Perbatasan Kota, Yang Mulia tidak pernah membedakan perlakuan ke penyihir manapun. Kolibri bisa bersaksi."
Gadis yang sedang sibuk mencari pakaian di lemari mengangkat kepala, "Kurang lebih begitu. Seperti aku, Bulan Teka-teki, Lily, dan Nona Na Nava akhir-akhir ini juga tidak ada kerjaan. Yang Mulia malah menyemangati kami main Kartu Gwent untuk menghilangkan kebosanan."
"Menghilangkan kebosanan?" Evelyn membelalakkan matanya.
“Hmm, tak terbayangkan bukan? Saat ada urusan bekerja keras, saat tidak ada urusan bersenang-senang, begitulah katanya,” Kolibri berhenti sejenak, “Tapi menurutku Yang Mulia masih sedikit pilih kasih, dia jelas lebih baik kepada Anna.”
“Itu penyihir perempuan pertama yang dikenalnya, secara emosional tentu lebih dalam,” Book Scroll mengetuk kepala gadis itu, “Cepat rapikan pakaian, nanti air ledeng akan semakin sedikit.” Kemudian ia menatap Evelyn, “Kau juga ikut bersama kami.”
“Ke mana?” yang disebut terakhir tertegun.
“Mandi,” Book Scroll tersenyum, “Di musim panas, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berdiri di bawah pancuran.”
Saat Evelyn mengikuti dua orang itu masuk ke kamar mandi, ia tak bisa menahan teriakan kaget. Seolah memasuki padang rumput luas, di depan terbentang lautan awan dan pegunungan, cahaya senja dari jendela menerpa dinding, mewarnai awan dengan kilau keemasan.
“Ini——”
“Mahakarya Soraya,” Book Scroll tertawa, “Ini bukan dekorasi lukisan tradisional, lepas saja sepatumu maka kau akan tahu.”
Evelyn dengan waspada meletakkan sandal kayu ke lemari sepatu di pintu, saat kakinya telanjang menyentuh "padang rumput", ia segera mengerti maksud sang gadis. Sensasi halus di telapak kaki bagai rumput hijau kebiruan yang lebat, dengan butiran air di ujungnya seperti baru diguyur hujan deras.
Book Scroll melepas pakaian, melepaskan ikatan rambut ekor kuda. Rambut panjang Hitamnya tergerai. Dia berjalan ke tembok, memutar tuas. Tempat lotus di atas kepala tiba-tiba menyemburkan puluhan garis air, menyelubunginya.
"Bagaimana, praktis bukan?" Kolibri menyerahkan benda bulat ke tangannya, "Ini produk mandi ciptaan Yang Mulia. Kalau dipakai kerja sama tim saat mandi, sensasinya luar biasa! Ayo, aku ajari cara menggunakannya."
……
Saat Evelyn kembali ke kamar, seluruh tubuhnya terasa lebih ringan.
Belum pernah dia merasakan mandi senyaman ini. Saat sabun wangi mengeluarkan gelembung di kulit lalu disiram air sekaligus, rasa lengket di seluruh tubuh langsung hilang. Yang tersisa hanyalah kesegaran dan kehalusan. Setelah berganti pakaian bersih, udara pengap pun terasa sejuk. Mengangkat lengan, masih tercium aroma mawar yang tersisa di kulitnya.
Inikah keseharian penyihir perempuan Persaudaraan?
Di hati Evelyn masih ada rasa tak percaya. Ia lahir di wilayah kota luar ibu kota kerajaan, keluarga mengelola sebuah kedai minuman. Meski pelanggan kebanyakan petani, topik obrolan selalu berkisar tentang bangsawan di kota dalam dan gaya hidup foya-foya mereka. Saat menuangkan minuman untuk tamu, ia mendengar banyak cerita. Seperti baskom mandi berlapis emas penuh anggur, hingga bak susu bertabur kelopak mawar... Tapi bahkan dalam kabar mengejutkan yang mereka ceritakan, tak ada yang sebanding dengan pengalaman nyatanya hari ini – setidaknya Evelyn tak yakin mandi anggur dan susu benar-benar nyaman.
Mengingat pemilik kastil adalah seorang Pangeran sejati, wajar jika mengutamakan kenyamanan dan kesenangan. Tapi para penyihir perempuan itu ternyata hidup seperti bangsawan kerajaan, ini sama sekali tak terbayangkan baginya. Sebelum ke Pulau Tertidur, bahkan mempertahankan kehidupan biasa yang tenang pun masih menjadi impian.
"Sudah lapar?" Book Scroll mengeringkan rambut dan mengikat kepangnya kembali, "Waktunya makan segera. Ayo ke aula."
Di ruang penerimaan lantai satu, meja kayu persegi panjang telah penuh hidangan. Evelyn menghitung sekilas: daging saja ada enam baskom, ditambah telur kukus, sup sayuran, dan jamur panggang. Tak kalah mewah dari pesta penyambuan semalam.
"Setelah para penyihir perempuan lain berada di posisi, semua mulai makan. Dia memperhatikan beberapa orang selain menggunakan pisau dan garpu, juga memakai sepasang kayu untuk menjepit makanan. Bahkan Yang Mulia sendiri juga demikian, dia hampir tidak pernah menyentuh pisau dan garpu, dengan kayu di tangannya bergerak lincah ke atas dan bawah. Makanan di baskom juga tidak berupa steak daging besar atau ayam/bebek utuh - berbeda dengan hidangan umum di kedai minuman, steak dipotong kecil-kecil, kaki babi hutan dibersihkan dari tulang, tinggal langsung dimasukkan ke mulut."
"Saat makan malam memasuki fase akhir, Yang Mulia Pangeran tiba-tiba bertepuk tangan, 'Aku baru meneliti dua hal baru yang rencananya akan dipasarkan sebagai komoditas, tapi belum tahu efeknya. Ingin kalian mencoba dulu. Silakan berikan pendapat.'"
"'Apa itu, makanan?'"
"'Bagus, aku mau mencoba!'"
"'Aku juga, guk!'"
"Para penyihir perempuan Persaudaraan langsung riuh rendah. Evelyn menatap Book Scroll dengan bingung, yang kemudian tersenyum menjelaskan: 'Yang Mulia sering menciptakan barang-barang aneh seperti sabun wangi yang pernah kau pakai, parfum, sumpit, es krim... Sebelum diproduksi resmi, selalu kami uji dulu.'"
"'Hmm,' Sang Pangeran membersihkan tenggorokannya, 'Penemuan pertama adalah anggur putih. Dibanding bir gandum dan wine buah biasa, rasanya lebih pekat dan lebih mudah memabukkan. Karena itu penyihir perempuan belum dewasa dilarang ikut.'"
"'Yang Mulia, ini prasangka!' Petir berteriak, 'Aku bisa minum lebih banyak dari awak kapal dewasa itu!'"
"'Tetap tidak boleh.'"
“Hmm……” Gadis kecil mengerutkan bibirnya, sementara Roland tak bergeming, memerintahkan pelayan untuk menghidangkan anggur putih yang telah dituang dan membagikannya kepada penyihir perempuan dewasa.
Di hadapan Evelyn juga terletak tiga cangkir——terlihat jelas dalam cangkir kristal kaca yang transparan dan berkilau, masing-masing berisi minuman berbeda: satu cangkir bening tak berwarna seperti air biasa, satu cangkir berwarna putih susu, dan yang terakhir berwarna oranye-kuning berkilauan. Di bawah cahaya lilin yang berkedip, terlihat partikel kecil melayang, mirip wine buah yang belum disaring sempurna.
“Ini masing-masing adalah anggur putih campur jus apel, anggur putih campur susu, dan anggur putih murni,” jelas Roland. “Es bisa ditambahkan sesuai selera, semakin banyak es semakin ringan rasa alkoholnya.” Lalu ia tersenyum pada Evelyn, “Kamu pernah tinggal di kedai minuman ibu kota kerajaan, kemampuanmu adalah memproduksi berbagai jenis anggur. Aku berharap bisa mendengar evaluasimu tentang anggur baru ini.”
Jantung Evelyn berdebar kencang. Ia mengangkat cangkir berisi minuman oranye dan menyesap sedikit. Benar seperti yang dikatakan Yang Mulia, rasa anggur putih jauh lebih kuat daripada bir gandum, bahkan sedikit menusuk tenggorokan. Ujung lidahnya merasakan kepahitan, namun aroma harum apel meredam efeknya, baru kemudian terasa kekayaan rasa alkohol itu sendiri——beberapa rasa bergantian bergema di rongga mulutnya. Ini pertama kalinya ia mencicipi anggur pilihan yang begitu luar biasa.
"Anggur putih yang dicampur susu terasa lebih lembut, rasa pahitnya hampir menghilang. Dia bisa merasakan, selain susu, mungkin juga ditambahkan madu atau gula. Rasa manis dan aroma anggur menyatu, membentuk cita rasa baru yang unik."
Saat tiba pada gelas terakhir, Evelyn sudah penuh antisipasi. Dia menyesap sedikit, sensasi panas membakar langsung menggelinding di pangkal lidah dan tenggorokan—seperti yang dia duga, tanpa campuran rasa lain, hanya tersisa aroma anggur murni. Pertama pedas, lalu manis tersembunyi di balik kepahitan.
"Rasa ketiga anggur ini... sungguh tak terlupakan," dia meletakkan gelas, menarik napas dalam, "Yang Mulia, mungkin sebagian orang tidak bisa menerima stimulasi kuatnya, tapi kupikir pecinta anggur sejati pasti tak akan menolak aroma sedalam ini."
"Benarkah?" Roland tersenyum, "Bagus kalau begitu. Tapi yang ini bukan anggur putih terkuat. Aku masih bisa tingkatkan kekayaan aromanya, nanti akan kuperlihatkan lagi padamu."
Hmm, apakah dia memilihku hanya untuk uji coba anggur barunya? Meski agak bingung, Evelyn tetap menjawab, "Baik, Yang Mulia."
Setelah gelas dan piring dibersihkan, Yang Mulia Pangeran memerintahkan pelayan membawa setumpuk kotak ke meja panjang.
"Inilah hal baru kedua yang ingin kubicarakan, juga hadiah kecil untuk kalian," dia berhenti sejenak, "sebuah pakaian khusus."
