Saat Lucia membawa bijih menuju kediaman Yang Mulia Pangeran, ucapan Nightingale masih bergema di telinganya.
Harus diakui, sikap terbuka yang ditunjukkan penyihir perempuan itu membuatnya terhenyak.
Meski tak sepenuhnya memahami urusan perasaan, tapi... penyihir dan pangeran? Mustahil bersatu bukan? Bukankah seharusnya perasaan hati itu disembunyikan dengan hati-hati tanpa sepengetahuan pihak lain?
Dan mengapa sebagai pendengar saja, pipinya terasa panas membara dan rasa canggung ini tak tertahankan?
Berdiri di depan pintu kantor sambil menarik napas dalam, Lucia membuka pintu.
"Yang Mulia, bijih yang diminta sudah kubawa."
"Perlihatkan." Roland menguap sambil berkata.
Penguasa Perbatasan Kota ini tampak seperti biasa, wajah mengantuknya menunjukkan ia baru bangun dari tidur siang. Ia bersandar di sandaran kursi dengan sikap santai, sama sekali tak memiliki kesan tajam seperti bangsawan pada umumnya.
"……" Perasaan tegang Lucia yang tak jelas alasannya pun mulai mereda. Ia mengeluarkan butiran bijih yang ditemukan di Tambang Lereng Utara dari kantong kulit, menatanya satu per satu di atas meja kerja.
Setelah melalui proses penguraian kemampuan, biji-biji ini tampak serupa dengan warna antara perak dan abu-abu pucat. Hanya Yang Mulia Pangeran yang berpengetahuan luas yang mungkin bisa mengidentifikasi jenis bijih ini.
Sang Pangeran mengerutkan kening sambil memeriksa setiap biji di telapak tangannya, mengamatinya di bawah sorotan matahari dari belakang, lalu melambaikan tangan. "Hmm, bijih ini akan kuserahkan pada Tuan Strehl untuk diidentifikasi. Lanjutkan latihanmu di halaman belakang Lereng Utara. Tanyakan pada Anna jika ada yang kurang jelas."
"……" Bahkan Yang Mulia tidak mengenalinya? Lucia segera menunduk, "Baik."
Saat hendak meninggalkan kantor, Roland memanggilnya kembali.
"Ngomong-ngomong, nilai ujianmu cukup baik - 68 poin di posisi kesembilan. Sangat mengesankan untuk pemula sebulan. Pertahankan. Dan…" Ia berhenti sejenak, "Untuk tes berikutnya, kuharap Bell juga bisa berpartisipasi bersama yang lain."
"Siap!" jawab Lucia dengan semangat.
……
Melihat gadis kecil itu pergi dengan membungkuk hormat, Roland menatap biji logam di meja sambil menghela napas.
Dirinya masih terlalu naif, berharap setelah diuraikan menjadi unsur tunggal, mungkin bisa memahami cadangan bijih apa saja yang terkandung dalam lubang tambang lereng utara. Namun kenyataan membuatnya menyadari jurang besar antara teknik mesin dan geologi — batu-batu ini akhirnya akan terurai menjadi tiga hingga empat jenis logam, genangan dengan jumlah tersisa terbanyak dapat dianggap sebagai bijih logam tersebut. Namun dalam hal warna dan bentuk, mereka hampir tidak berbeda, misalnya besi, aluminium, magnesium, dan kalium dalam keadaan kemurnian tinggi semuanya merupakan logam perak putih. Sangat sulit membedakannya dengan mata telanjang.
Lebih baik serahkan masalah ini kepada Alkimiawan Kepala untuk diselesaikan, lagipula membuktikan karakteristik material melalui reaksi kimia jauh lebih dapat diandalkan daripada menebak-nebak sendiri.
Setelah menangani urusan ini, Roland mengeluarkan selembar kertas dan mulai merencanakan cara menghadapi Bulan Iblis tahun ini.
Memandangkan musim panas akan segera berakhir, tiga bulan musim gugur adalah Waktu Persiapan Terakhirnya. Selain menghadang makhluk jahat yang menyerang dari barat, dia juga harus terus waspada terhadap Tifico dan gereja di timur. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang serba kekurangan, kini populasi penduduk dan pendapatan di wilayah kekuasaannya telah meningkat pesat, produksi peleburan besi juga bertahap meningkat, penyihir perempuan bertambah belasan orang. Dia sepenuhnya yakin dapat mengubah Wilayah Barat menjadi benteng tembaga yang tak tertembus.
Berdasarkan pengalaman strategi tempur tahun sebelumnya, ancaman terbesar bagi tembok kota tanpa diragukan lagi adalah makhluk jahat campuran. Terutama ketika musuh memiliki cangkang tebal yang sulit ditembus peluru, pilihannya adalah mendekat dengan menggunakan bungkus bahan peledak atau mengirim penyihir perempuan untuk bertempur di luar kota. Apapun strategi yang dipilih, tingkat bahaya akan meningkat drastis.
Selain itu, kebanyakan musuh sejenis yang dihadapinya adalah pasukan kavaleri dan infanteri, belum pernah melihat senjata pengepungan era ini. Jika lawan bisa memasang mesin pelontar batu torsi, atau mesin pelontar batu dengan kontraberat yang lebih canggih, dirinya mungkin akan menghadapi masalah besar - mengingat meriam isi depan sangat tidak praktis untuk menembak ke bawah. Setiap isi ulang amunisi membutuhkan pengangkatan kembali laras meriam, dan peluru mudah terpental keluar dari laras meriam.
Peningkatan meriam yang lebih kuat merupakan keharusan.
Roland merenung sambil menuliskan satu per satu spesifikasi yang dibutuhkan di atas kertas.
Pertama, harus memiliki jangkauan dan kekuatan yang memadai untuk menembus cangkang makhluk jahat campuran dari jarak seribu meter. Kedua, harus menggunakan sistem isi ulang amunisi belakang yang memungkinkan penyesuaian sudut elevasi secara bebas sekaligus memiliki kemampuan tembak cepat. Terakhir, untuk mengurangi waktu peningkatan berulang, desain harus mempertimbangkan multifungsi meriam - bisa berfungsi sebagai meriam tetap untuk mengintimidasi musuh, juga bisa dipasang di kapal sebagai senjata utama kapal perang berat air dangkal di masa depan.
Oleh karena itu, ini harus berupa meriam berat berkaliber besar dengan laras panjang.
Roland pertama kali berpikir tentang raksasa 15-16 inci di kapal perang yang memiliki jangkauan mencapai puluhan kilometer. Satu tembakan saja bisa menggali lubang dalam beberapa meter di tanah. Namun ia segera menolak skema yang tidak realistis ini. Meskipun aspek pemrosesan tidak bermasalah, dengan tingkat material Perbatasan Kota masa kini, 9 dari 10 meriam akan meledak. Bahkan jika ketebalan dinding pipa ditingkatkan hingga lebih dari satu meter, hasil produksi akan kehilangan nilai fungsional karena tidak bisa dipindahkan.
Saat ini ia hanya bisa memproduksi besi tempa dengan kemurnian tinggi dan baja berkinerja biasa. Lebih baik memilih skema yang lebih konservatif.
Roland akhirnya menetapkan kaliber pada angka sakral "152 milimeter".
Artileri menggunakan breech wedge vertikal () yang mirip pintu geser atas-bawah. Saat diturunkan, laras meriam terbuka untuk pengisian peluru. Saat diangkat kembali, mekanisme penguncian teraktifkan sehingga gas bubuk mesiu meledak ke depan. Dibanding breech ulir () dan wedge horizontal (), sistem ini memiliki kecepatan tembak tercepat dengan prinsip sederhana. Struktur mekanismenya sudah dihafal luar dalam di hatinya.
Untuk mencapai tembak cepat, artileri perlu dilengkapi mekanisme recoil (). Secara sederhana seperti dua pompa udara - satu berisi minyak, satunya pegas maju atau gas. Saat laras meriam mundur, batang penghubung kedua pompa tertarik sambil mengompresi minyak dan mekanisme maju. Minyak berfungsi sebagai penyangga recoil, sedangkan pegas maju mengumpulkan tenaga untuk mendorong laras kembali ke posisi semula setelah tembakan.
Terakhir adalah peluru.
"Mengingat sudah menggunakan meriam suci, tentu tidak bisa lagi puas dengan tembakan bola besi padat yang kasar dan grapeshot terbungkus kertas—Roland memutuskan untuk mengembangkan dua jenis peluru artileri sekaligus demi kehati-hatian. Pertama adalah peluru versi besar dengan hulu ledak logam padat; kedua adalah hulu ledak meledak dengan sumbu pemicu, cikal bakal granat modern. Karena yang terakhir memiliki kesulitan teknis tertentu yang membutuhkan uji coba berulang pada keandalan sumbu pemicu, dan tidak bisa dipastikan selesai sebelum Bulan Iblis, maka produksi versi pertama untuk memastikan ketersediaan menjadi sangat penting. Bahkan peluru padat pun bisa dengan mudah melawan makhluk jahat berperisai tebal yang bergerak lambat atau alat pengepungan statis."
"Tentu saja, semua jenis peluru ini membutuhkan konsumsi besar bubuk mesiu tanpa asap. Sebelum produksi skala besar dua asam terwujud, artileri baru hanya bisa digunakan sebagai senjata spesialisasi. Mustahil untuk mencapai penyelimutan tembakan meriam yang memuaskan."
Tiba-tiba, pengawal membuka pintu dan masuk.
"Yang Mulia, ada surat rahasia dari ibu kota kerajaan."
Roland meletakkan pena bulu, membuka amplop. Surat itu tanpa tanda tangan dari awal sampai akhir, dengan tulisan asing, namun konten satu kalimat saja membuktikan surat ini pasti dari Tasa.
「Sebuah tim berjumlah sekitar seribu orang meninggalkan ibu kota hari ini, bergerak ke arah Wilayah Barat.」
