“Orang biasa tidak bisa mengalahkan iblis,” pikir Isabella, “karena itu gereja memiliki Pasukan Hukuman Dewa.”
Mereka memiliki kekuatan luar biasa, tidak merasakan kesakitan, juga tanpa rasa takut, menjadi senjata terbaik melawan iblis. Meski tidak memiliki kemampuan bertindak mandiri, dalam pergerakan cepat dan strategi tempur, hal ini belum tentu dianggap kekurangan.
Kekuatan sehebat ini tentu bukan sesuatu yang bisa dihadapi oleh pasukan penjaga yang terdiri dari orang biasa.
Terutama setelah kehilangan perlindungan tembok kota, mencoba mengalahkan elit gereja ini dalam pertarungan jarak dekat sepenuhnya, hanyalah dongeng belaka.
Aliran deras keemasan adalah tentara Pengadilan, pasukan besar menerobos masuk dari gerbang utama Hati Serigala, bertempur kacau dengan pasukan penjaga yang berkumpul. Sedangkan titik-titik merah adalah Pasukan Hukuman Dewa, mereka dengan mudah memanjat ke ujung melalui bagian tembok yang runtuh, mulai membunuh musuh yang berusaha mempertahankan susunan pertahanan berlapis.
“Haruskah kita membantu mereka?” Dia menoleh ke Jieluo.
Yang terakhir menguap, “Tidak. Energi sihirku terbatas, harus disimpan untuk tujuan penting.”
“Kamu bisa menggunakan pedang, palu, atau busur silang untuk ikut bertempur,” Isabella menyeringai, “Lagi pula mereka pasti tidak bisa mengalahkanmu.”
Jieluo menggelengkan kepala, “Jika aku ikut mereka bisa menang dengan mudah, jika tidak ikut pun mereka tetap bisa menang. Hal tanpa arti seperti ini tidak ingin kulakukan.”
“Baiklah,” dia mengganti topik, “Mengapa sebelumnya kamu melakukan hal itu?”
“Hal apa?”
“Bermain-main dengan tawanan itu, Yang Mulia Uskup wajahnya kaku,” Isabella menunjukkan kekhawatiran, “Dia sepertinya tidak menyukai Pengadilan seperti ini. Dan kemungkinan besar dia akan menjadi Paus berikutnya, mungkin kau akan mendapat kesulitan.”
“Yang Mulia Mein marah karena dia belum menjadi Paus,” Jello bersikap acuh tak acuh, “Begitu dia memasuki perpustakaan rahasia di lantai paling atas Istana Rahasia Pusat, dia akan mengerti. Inilah cara untuk menyenangkan para dewa.”
“Apa... cara?”
“Bermain-main,” Penyuci merapikan rambut panjang putih salju yang berantakan ditiup angin, “Dewa tak pernah Turun ke dunia, tak melindungi umat. Hanya dengan tujuan tak berwujud, mereka membuat kita terus berdatangan mendekat, berhasrat mendapat berkah-Nya. Bukankah ini mirip dengan Pengadilan tadi? Setidaknya aku memberinya tujuan jelas, tapi dewa tak memberi apa-apa. Bahkan tak menjamin tujuan itu benar-benar ada. Semua ini mungkin hanya dugaan kita sendiri. Meski begitu, kita tetap nekat... Ck, inilah permainan paling kejam.”
Apa sebenarnya yang dia bicarakan? Mengapa aku sama sekali tak mengerti? Isabella mengerutkan kening, “Kau pernah ke perpustakaan itu?”
“Tidak ada,” dia mengangkat bahu, “Semua ini adalah perkataan Yang Mulia Oberlain kepadaku. Dia bukan penyihir perempuan, sisa waktu hidupnya sudah mendekati batas. Konon ketika ajal orang biasa tiba, otak akan mengulang pemandangan seumur hidup dan tak bisa menahan diri untuk berbagi cerita. Bahkan dia berniat kuserap sebelum kematiannya.”
“Kau tidak bisa——”
“Tentu saja aku tidak bisa, ini akan membuat Yang Mulia Mein mengamuk seperti petir,” Jiero memotong, “Tenang, aku tahu hal-hal apa yang tak boleh dilakukan.” Dia tersenyum misterius, “Ada kemungkinan lain, bagaimana jika aku kalah? Bukankah tubuhku akan diberikan gratis padanya?”
“Kurasa tidak. Jika kau kalah, mungkin takkan terjadi apa-apa.” Isabella menghela napas. Orang ini memang aneh, mungkin terkait kemampuannya——setelah menyerap begitu banyak orang, hampir tak ada perasaan yang belum dialaminya di dunia. Karenanya Jiero jarang antusias pada sesuatu. Segala yang dilakukannya hanya untuk hiburan, dan itu harus kesenangan yang tidak biasa.
Isabella mengalihkan pandangan ke medan perang. Tiba-tiba, di puncak tembok kota muncul sekelompok orang nekad. Mereka menyerbu Pasukan Hukuman Dewa. Sebagian besar langsung ditembus tombak yang menderu saat mendekat, tapi beberapa yang lolos berhasil mendekati pasukan. Lalu ledakan menggema, debu dan asap yang beterbangan menutupi lubang besar di tembok kota.
"Ini pasti senjata alkimia yang muncul dalam pertempuran pengepungan sebelumnya," pikirnya. Kekuatan yang terlihat cukup baik, pilihan tepat untuk mengatasi makhluk jahat. Tapi melawan Pasukan Hukuman Dewa sama saja dengan bunuh diri. Tanpa pil eliksir, mustahil mereka bisa mendekati Prajurit Hukuman Dewa.
Di sisi lain, aliran lautan emas mulai melambat. Kobaran api besar tiba-tiba menyala di bawah gerbang kota, mengisolasi Tentara Pengadilan yang belum masuk. Beberapa yang terkena api tetap tak bisa memadamkannya meski berguling-guling di tanah.
"Hmm... Kepadatan Batu Hukuman Dewa di balik pintu meningkat berkali lipat, plus dua butir berkualitas tinggi. Sepertinya ada Yang Mulia yang datang," ujar Isabella.
"Kalau begitu, akhirnya turun tangan juga kita," kata Jello sambil meregangkan badan.
"Tapi dua orang ini bukan Raja Serigala atau Ratu Redwater," ia melirik ke arah kota dalam. "Reaksi terkuat masih di dalam kastil. Yakin mau pergi?"
"Pasukan utama kan sedang kesulitan? Kemenangan mudah dan kemenangan mahal beda tipis. Aku harus bantu mengurangi kerugian Yang Mulia Oberlain," kata Jello sambil memiringkan kepala dengan serius. "Seperti kataku sebelumnya, aku sepenuhnya berdedikasi untuk Gereja."
……
Saat pertempuran pengepungan mencapai tengah hari, akhirnya garis pertahanan luar Kota Hati Serigala jebol. Setelah Prajurit Hukuman Dewa menguasai lubang besar, Tentara Pengadilan mulai membersihkan perlahan setiap jalan dari perlawanan.
"Target mulai bergerak," Isabella menatap ke arah kastil. "Sepertinya mereka menuju dermaga sungai pedalaman."
Kedua Yang Mulia yang datang untuk mengorganisir perlawanan adalah putra Raja Serigala, sekarang keduanya telah diserap oleh Nagi. Melalui intelijen Pangeran, dia semakin memastikan reaksi batu suci yang bergerak merupakan tujuan utama misi ini.
Selain itu, mereka juga membunuh seorang penyihir perempuan terjerumus yang penampilan dan pakaiannya menyerupai anggota ras asing. Setelah kematian penyihir, militia yang mengonsumsi obat berani mati bersama Pasukan Hukuman Dewa langsung berkurang drastis.
"Secara garis besar mereka mungkin ingin kabur dengan kapal," Nagi tersenyum, "Ayo, selesaikan misi yang diperintahkan Yang Mulia."
Pergerakan lawan jelas sangat waspada, mengganti beberapa rute selama perjalanan. Sesampai di dermaga, mereka tidak naik ke kapal besar berlayar hitam, malah memilih perahu dagang kecil bertiang tunggal.
Namun bagaimanapun upaya menyamarkan keberadaan, setiap gerak-gerik mereka terbuka di bawah pengawasan Isabella.
Saat Raja Serigala dan Ratu Redwater menginjak dek perahu kecil, kedua Yang Mulia telah mengepung dari kedua sisi dermaga. Lebih dari dua puluh orang di kapal sebagian besar adalah pengawal. Dalam situasi mencurigakan seperti ini bahkan tak perlu dialog. Yang lain serentak menghunus senjata, melompat dari kapal, langsung menerjang ke arah Penyuci.
Jieluo sekali lagi menunjukkan teknik bertarungnya yang luar biasa. Setelah merebut pedang seorang pengawal dengan tangan kosong, ia bertarung melawan yang lain. Setiap tebasan pedangnya menjatuhkan lawan, sementara langkahnya ringan dan lincah, hampir tak ada yang bisa membaca serangan berikutnya. Baik menusuk, membelah, menebas, atau menangkis, Jieluo menggunakan tenaga yang tepat dan sudut tak terduga untuk mengayunkan pedang. Tak lama, belasan pengawal bergelimpangan, semuanya tewas dengan satu tusukan.
Raja Serigala menarik pedang di pinggangnya, bersiap untuk pertarungan habis-habisan.
"Isabella!" teriaknya.
"Tahu." Yang disebut langsung mengaktifkan kemampuannya—sebuah wilayah kekuasaan tak bercahaya yang hanya terlihat melalui mata sihir. Dalam pandangan Isabella, zona terlarang hitam dari berbagai Batu Hukuman Dewa bergetar dengan frekuensi masing-masing seperti gelombang di permukaan air. Ia mengendalikan wilayahnya untuk bergetar selaras dengan frekuensi itu, lalu menyambungkannya dengan area batu suci. Gelombang dari kedua sisi saling menetralisir seketika, membuat wilayah itu menjadi rata dan halus.
Jieluo segera berubah menjadi cahaya redup, menyusup ke dalam tubuh Raja Serigala.
Saat Raja Serigala berubah menyakitkan menjadi Penyuci, Ratu Redwater menunjukkan ekspresi tak percaya. "Mengapa kalian bisa menggunakan kemampuan di hadapan Batu Hukuman Dewa?"
"Karena batu suci tidak seperti yang kau kira..." Isabella kemudian menghaluskan getaran lawannya. "Tapi kau tak perlu tahu itu, karena... semuanya akan segera berakhir."
Belum lagi selesai bicara, Jieluo sekali lagi menerjang Garcia Wimbledon.
