Ia tak menyangka pertanyaan lawan bicaranya ternyata menggali lubang untuknya, dan sumber asal lubang ini sudah terkubur sejak menulis berbagai buku tersebut.
Hanya saja, bagi kebanyakan orang yang pertama kali terpapar informasi sebesar dan serumit ini, memahami saja sudah sangat sulit, apalagi menyadari celahnya—sebagai ilmu pengetahuan alam yang meneliti esensi segala sesuatu di dunia, tidak menyebutkan kata "energi sihir" sama sekali dari awal hingga akhir adalah hal yang tak terbayangkan.
Roland sendiri juga sepenuhnya membuang jauh-jauh ingatan Pangeran Keempat ke belakang kepala. Kecuali pada bulan pertama setelah Melintasi dimana dia masih meniru sang pangeran dengan sadar, setelahnya sama sekali tidak mempedulikan hal ini. Para menteri tidak berani mempertanyakan langsung, sementara di depan penyihir perempuan tidak perlu menyembunyikan diri, dia semakin menjadi-jadi.
Tapi Tili bukanlah penyihir perempuan biasa.
Selain sebagai adik Pangeran Keempat, dia juga seorang Orang Luar Biasa.
Tidak hanya berhasil menelusuri semua buku dalam waktu singkat, dia juga dengan tajam menyadari ketidakwajaran ini. Kejelasan logika dan pola pikirnya tidak kalah dengan orang modern yang telah melalui pendidikan dasar. Lebih dari itu, dia menggunakan pertanyaan untuk menggiring pandangannya sendiri, saling mengkonfirmasi keduanya, hampir membuatnya tak bisa membantah.
KRISIS BESAR.
Pikiran Roland berputar kencang di kepala, tapi tak menemukan metode respons yang layak. Bagi yang bisa melihat titik ini, penjelasan dipaksakan hanya akan memperdalam keraguan, dan satu kebohongan membutuhkan lebih banyak kebohongan untuk menambalnya, celah akan semakin banyak.
Pada saat keheningan yang canggung, Tili kembali berbicara, kali ini suaranya jauh lebih lembut, "Kamu tidak perlu buru-buru memberitahuku jawabannya, hari sudah larut, aku akan kembali ke Bangunan Penyihir Perempuan dulu, kamu juga sebaiknya beristirahat lebih awal, Yang Mulia."
"Ah... Hmm." Roland menatap kosong perempuan berambut keabu-abuan ini, tidak tahu apa yang sedang dipikirkan dalam biji matanya yang berkilauan, bahkan untuk sesaat lupa untuk bangun mengantarnya.
Saat Tili sampai di pintu kantor, dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahnya, "Bisakah aku mempercayaimu?"
Jika di waktu biasa, Roland pasti tanpa ragu-ragu akan menampar dada dan mengatakan ya, tapi justru di momen seperti ini, dia menyadari dirinya tak bisa dengan mudah mengucapkan janji itu, akhirnya hanya mengangguk perlahan.
Setelah pintu ruangan tertutup, Nightingale berdecak-decak penuh kekaguman, "Dia benar-benar pergi begitu saja."
"Kenapa kamu terlihat sangat menyesal?" Roland melototi dia dengan kesal.
"Rasanya hampir saja bisa mengetahui asal-usulmu yang sebenarnya," Nightingale menjulurkan lidah dengan santai, "Mengapa dia tidak bertanya lebih banyak?"
"Karena dia tidak ingin akhirnya kehilangan teman sama sekali." Pangeran menghela napas panjang.
"Apa?"
“Tidak……tidak apa-apa.” Roland bersandar di sandaran kursi, baru merasakan dingin yang merayap dari punggungnya. Penampilan Tili bisa dibilang sempurna. Dia tidak terlalu memaksa bertanya karena sebagai sekutu Pulau Tertidur, Perbatasan Kota jelas merupakan rekan terkuat. Dalam situasi musuh besar mengancam, sekutu lebih penting daripada kebenaran status. Jika hubungan sekutu pecah karena mengejar masalah ini, itu juga bukan kabar baik bagi penyihir perempuan Pulau Tertidur.
Karena itu Tili memilih pergi setelah mengajukan pertanyaan, meninggalkan waktu penyangga untukku. Tapi ini bukan berarti dia tidak membutuhkan jawaban. Jika aku terus menunda sampai ancaman musuh eksternal teratasi, kepercayaannya akan hilang. Kini dia telah menempatkan bidak catur ini, giliranku untuk merespons.
Tapi Roland tak mungkin membocorkan kabar sejati ke Tili, setidaknya untuk sekarang - Anna dan Nightingale bukan masalah besar. Mereka mengenalku sejak awal. Namun Tili tetaplah adik Pangeran Keempat. Sebelum mengetahui perasaannya yang sebenarnya terhadap sang pangeran, aku harus menyimpan kabar ini di dasar hati.
Menggelengkan kepala, Roland mengalihkan urusan menyebalkan ini dan menatap Nightingale, "Percakapan tadi kau dengar juga. Aku ingin kau, Maisie, dan Petir pergi menyelidiki situasi. Bagaimana?"
"Tentu tak masalah, Yang Mulia."
"Ini bukan sekadar percakapan biasa... Sejujurnya, aku agak khawatir padamu." Katanya dengan suara lembut.
“Ah... apa yang tidak bisa ditinggalkan,” suara Nightingale tiba-tiba terdengar kaku, “Aku, aku tidak masalah, bahkan jika harus mengikatnya——”
“Yang kukhawatirkan justru ini!” Roland mengetuk meja berkata, “Apa maksudmu 'mengikatnya'? Kalau begitu dia pasti ingin merobek hati kita! Dengarkan, kali ini kamu benar-benar tidak boleh bertindak gegabah. Cari tahu situasinya dulu, lalu temui kesempatan bertemu Spire Parsi. Jika dia menolak juga tidak apa-apa, jangan sampai mengancamnya——Sebagai penyihir perempuan, dia tidak asing dengan kalian.”
“Hah... hanya ini?” katanya kecewa.
“Hanya ini yang terkait penyihir perempuan,” Roland menyeringai, “Selain itu, kamu perlu kerja sama tim dengan Hindar untuk merekam lingkungan sekitar Fallen Dragon Ridge, fasilitas pertahanan kota, perangkap tim patroli dan pasukan garnisun, lalu segera kembali.”
Nightingale menggerutu menjawab.
“Terakhir seperti biasa,” dia berhenti sejenak, “Perhatikan keamananmu sendiri, inilah yang paling penting.”
……
“Di sini, tambah satu cangkir bir gandum lagi!”
“Hei, bubur gandum belum juga panas?”
“Datang, datang, maaf menunggu!”
"Otto Losi masuk ke kedai minuman bernama \"Underground Horn\". Riuh rendah keramaian langsung menyelimutinya, kobaran api tungku yang membara mengusir dingin yang menusuk tulang. Bau asam tercampur aroma tubuh menyengat menusuk hidung, membuat alisnya berkerut halus. Sebagai seorang Bangsawan, Otto jarang menginjakkan kaki di tempat murahan milik rakyat jelata, juga tak terbiasa minum berdesakan. Jika bukan karena janji dengan si Tikus, dia pasti takkan pernah mengunjungi kedai di gang wilayah kota luar ini."
"Berdasarkan peraturan di tempat ini, dia segera menemukan tujuannya - seorang pria bertubuh kurus berkerudung duduk di sudut kedai. Tak ada lilin di mejanya, separuh tubuhnya tersembunyi dalam kegelapan. Di samping tangannya, tergeletak sepotong tulang putih."
"Otto duduk berseberangan dengan pria itu. \"Untuk Jari Kerangka.\""
"\"Kamu tidak punya anggur, mau menghormati dengan apa?\""
"\"Dengan yang mengukur segala.\" Ucapnya mantra rahasia."
"Pria itu mengangkat bahu. \"Panggil saja Hood. Konon kau ingin mencari informasi?\""
"Otto mengangguk. Selama Tifico tak kunjung memberi jawaban, dia tak hanya berdiam diri. Usahanya mencari informasi tentang Raja Pemberontak terus berlanjut - sang Raja yang tetap kokoh menguasai Wilayah Barat bahkan setelah setahun naik takhta, membuat Tifico tak berdaya, jelas merupakan kekuatan yang tak bisa diabaikan."
"Berkelana dengan para Tikus adalah cara tercepat untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya."
“Ini sudah merupakan tikus keenam yang ia temui, informasi yang didapatkan sejauh ini membuat Otto merasa cemas. Pangeran pemberontak legendaris itu, putra keempat Wimbledon III, Roland Wimbledon, tidak menunjukkan tanda-tanda kemunduran sama sekali. Bahkan ia telah menantang raja baru, menyatakan bahwa cepat atau lambat akan mengambil inisiatif menyerang untuk menjatuhkan Tifico dari takhta.”
“Dan orang ini tidak hanya bicara, tapi benar-benar bertindak - meskipun Tifico berusaha keras menyembunyikan berita, Otto tetap mendeteksi keanehan pada bangunan ibu kota yang ambruk. Jika semua kabar ini benar, maka nilai aliansi dengan Tifico menjadi sangat dipertanyakan. Ia harus menyelidiki segala hal ini sampai tuntas untuk mencegah kerajaan Fajar terperangkap dalam kesulitan.”
“Benar,” kata Otto Loxi dengan suara berat, “Saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan dentuman keras dan keruntuhan di istana ibu kota tiga bulan lalu.”
