……
Roland memasuki kastil yang berantakan. Perot dan Count Helmon telah berlutut satu kaki di aula, menyambut kedatangannya.
Seluruh mayat di lantai telah dipindahkan, namun bau darah masih menggantung di udara. Di mana-mana terlihat perabot hancur dan senjata patah. Ia hampir bisa membayangkan pertempuran kacau antara kedua pihak yang berebut kastil di tempat ini.
"Bangunlah." Roland menghampirinya lalu membungkuk memegang bahunya.
"Baik," suara Perot terdengar tersendat, "Yang Mulia, akhirnya Anda datang."
"Kalian telah berjuang dengan baik," katanya dengan suara berat, "Empat Keluarga Besar akan membayar harga setimpal. Pelakunya pasti akan dihukum."
"Saya gagal menjaga Benteng Longsong untuk Yang Mulia..."
“Kau sudah berusaha maksimal, ini bukan salahmu.” Roland menghela napas. Perot bukanlah seorang Administrator yang ahli dalam peperangan. Hal ini terlihat dari perebutan kota dengan kavaleri ringan sebelumnya dan pemberontakan bangsawan kali ini. Dia ahli dalam mengelola wilayah, sangat menguasai perdagangan, dan pandai menangkap kesempatan, tetapi bukan seorang ahli taktik politik yang mahir dalam pertempuran dan konspirasi. Jika bukan karena Angkatan Darat Kedua yang ditempatkan di kastil sesuai prosedur darurat, mungkin dia tidak bisa bertahan bahkan dua hari.
Namun ini tidak berarti Perot Helmon bukan Administrator yang baik. Jika dia tidak ahli dalam peperangan, seharusnya dia diberikan wilayah yang tidak memerlukan pertempuran. Dibandingkan talenta yang ahli bertempur, Roland lebih memihak pada pengelola yang memiliki pola pikir pedagang.
“Saya yakin kerusuhan kali ini pasti ada pemicunya,” dia menatap semua orang yang ada di sana, “Ini adalah konspirasi dari awal sampai akhir! Musuh ingin membalikkan segala norma di Wilayah Barat untuk meraih keuntungan yang bukan hak mereka!”
Suasana menjadi tenang. Baik prajurit Angkatan Darat Pertama yang waspada dengan pistol maupun ksatria berluka di belakang Perot, semuanya menatap membara ke arah Yang Mulia Pangeran.
“Untuk ini mereka tidak segan melakukan kejahatan berat – menyakiti bangsawan, membunuh rakyat. Setelah pertempuran hari ini, tak terhitung berapa rakyat wilayah yang akan kehilangan keluarga, berapa rumah yang akan dijarah habis-habisan. Namun akhirnya, konspirasi mereka gagal. Keteguhan kalianlah yang mencegah benteng jatuh ke tragedi lebih besar! Performa kalian layak disebut heroik! Keinginan kalian patut dipuji!”
Para ksatria tanpa sadar menegakkan dada mereka lebih tinggi lagi.
"Namun pertempuran belum berakhir, para pemberontak ini sedang panik melarikan diri. Sekarang adalah saatnya kita membalaskan dendam! Aku bersumpah, di manapun musuh bersembunyi, mereka tidak akan luput dari Pengadilan yang akan datang—baik di wilayah Empat Keluarga Besar... maupun di ibu kota kerajaan!" Roland berhenti sejenak, lalu berkata dengan tegas dan pasti, "Dan biang keladi segala malapetaka pemberontakan ini pasti akan menerima hukuman! Darah kalian... tidak akan tertumpah sia-sia!"
"Hidup Yang Mulia!" Perot dan Count Helmon kembali bersimpuh.
"Hidup Yang Mulia, hidup!" Diikuti oleh para ksatria yang selamat dan prajurit Angkatan Darat Kedua.
Segera semua orang berlutut satu kaki, badan bagian atas tegak lurus, tangan kanan menempel di dada, berseru bersama dengan satu slogan.
"Yang Mulia Roland, hidup!"
……
Setelah menenangkan semua yang hadir, Roland memanggil Perot, Fanar, Brian, dan Kapak Besi ke ruang perpustakaan di lantai tiga kastil—satu-satunya area yang tidak dimasuki musuh dengan hiasan rumah yang masih utuh. Ia tahu, beberapa hari ke depan mungkin akan dihabiskan di sini.
Pertama-tama adalah memahami situasi pertempuran di dalam kota. Ia menatap Kapak Besi yang segera maju melapor: "Gerbang kota utara dan timur yang dikuasai Empat Keluarga Besar telah direbut kembali oleh penyihir perempuan. Saat ini Angkatan Darat Pertama di bawah panduan Putri Sylvie sedang membersihkan sisa pemberontak di dalam kota. Perkiraan kami ketertiban akan pulih sebelum subuh."
"Korban jiwa?"
“Sejauh ini total enam orang terluka, semuanya berasal dari Batalion Senapan, namun sudah mendapat pertolongan Nona Na Nava.”
“Bagaimana dengan Angkatan Darat Kedua? Sudah ada statistik?”
“Belum... Tapi berdasarkan informasi yang didapat sejauh ini, korban jiwa cukup parah,” Brian ragu-ragu, “Dua tim yang dikirim untuk mendukung tembok kota dihancurkan, hingga kini belum bisa dikonsolidasikan. Dari lima puluh orang yang bertahan di kastil, sebelas tewas, sedangkan prajurit yang berpatroli di tembok kota hampir tidak ada yang bertahan hidup.”
Roland mengangguk, seratus lebih orang ini bisa bertahan dua hari berkat intensitas perang di era ini yang tidak tinggi, terutama ketika musuh kekurangan senjata penyerang efektif. Pihak bertahan biasanya memiliki keunggulan besar. Jika bukan karena pihak musuh juga menggunakan senjata api, mustahil tentara bayaran dan pengawal dengan tubuh daging-darah bisa menembus kastil pangeran - sejak awal desain, bangunan ini sudah mempertimbangkan pencegahan serangan musuh.
Memikirkan hal ini, ia memerintahkan Kapak Besi, “Ambil beberapa senjata api pemberontak untuk saya lihat.”
Terhadap senjata api baru di era kelahiran baru ini, Roland cukup memperhatikan. Meski tahu hari ini pasti datang sejak bubuk salju diciptakan, kecepatan pengembangan Tifico benar-benar mengejutkannya.
Kapak Besi segera melaksanakan perintah. Setengah keit kemudian, beberapa senjata laras panjang dengan berbagai bentuk dan ukuran dibawa prajurit ke ruang baca.
Setelah melihat media fisik, Roland segera mengerti alasan mengapa pihak lawan mampu memproduksi senjata-senjata ini dalam waktu secepat itu.
Secara teknis, pipa-pipa panjang ini belum bisa disebut sebagai senjata api. Tidak ada pelatuk atau mekanisme penembakan, hanya pipa logam dengan lubang di kedua ujung. Satu ujung yang lebih dalam untuk mengisi bubuk mesiu dan peluru, dengan lubang jarum kecil di bagian belakang untuk menyalakan sumbu; ujung lain yang lebih dangkal berfungsi sebagai gagang saat ditancapkan pada batang bambu atau kayu.
Dari struktur, benda ini sangat mirip dengan bentuk asli senjata api - senjata api pintu api.
Proses pengisian senjata api primitif ini sama seperti senapan flintlock, tetapi proses penembakannya lebih rumit. Penembak harus menjepit batang kayu di ketiak sambil memegang api untuk menyalakan bubuk mesiu. Karena posisi tubuh yang terbatas, membidik target pun tidak mungkin dilakukan, hanya bisa mengarahkan secara kasar ke depan.
Namun ini tetaplah senjata api sejati. Terlepas dari segala ketidakpraktisannya, prinsip penembakan dan komponen seperti laras senjata serta peluru sama persis dengan senapan flintlock generasi berikutnya. Daya hancurnya jauh melebihi busur silang, bahkan baju zirah ksatria takkan mampu menahan serangannya jika terkena.
Berbagai varian senjata api pintu api ini jelas menunjukkan upaya transformasi yang dilakukan Tifico. Beberapa dibuat dari lembaran besi yang digulung dengan bekas pukulan palu yang terlihat jelas, sementara lainnya mungkin dicetak dari tembaga tempa yang permukaannya lebih halus. Mengingat ini hanya produk uji coba untuk Empat Keluarga Besar, senjata api untuk penggunaan pribadi Tifico pasti lebih baik.
Tapi... senjata api pintu api tetaplah senjata api pintu api, sehebat apapun modifikasinya.
Saat Serangan musim semi diluncurkan, ibu kota kerajaan tidak memiliki peluang menang sama sekali dalam menghadapi tentara Wilayah Barat yang dilengkapi dengan Roda Raksasa Senapan, senapan bolt-action, dan senapan mesin berat.
Roland mengalihkan tatapannya ke keempat orang itu, "Mulai besok, Angkatan Darat Pertama akan merebut kembali wilayah pinggiran Benteng Longsong satu per satu. Bangsawan mana pun yang melawan boleh langsung dibunuh di tempat. Kuharap dalam seminggu, seluruh Wilayah Barat akan bersatu!"
"Segera, Yang Mulia!" Keempat orang itu serentak menjawab.
