Lantai atas Istana Rahasia Pusat terang-benderang, puluhan Batu Ajaib Mako bercahaya menerangi Perpustakaan Rahasia berbentuk lingkaran di puncak menara bak siang hari. Berada di aula ini, sulit membayangkan diri sedang berada di bawah tanah.
Jika dibandingkan dengan Katedral Hermes di permukaan, tempat ini setara dengan Menara Babel tulang-belulang, sekaligus posisi favorit Jieluo. Melalui jendela, dia bisa dengan mudah memandang seluruh Area Rahasia dari atas. Melihat siluet cahaya yang sibuk mengelilingi pilar hukuman dewa seperti semut, dasar hatinya memunculkan perasaan mengendalikan makhluk hidup - seolah dia adalah dewa yang bersemayam di kerajaan cahaya gemilang, sementara orang-orang yang bergerak perlahan dalam kegelapan di bawah kakinya adalah penganut yang membangun kerajaan ilahi.
Setiap kali ada waktu luang, dia akan mengambil buku yang mencatat sejarah dan rahasia Persatuan dari rak buku, duduk di posisi dekat jendela sambil membalik halaman perlahan, tentu dengan secangkir teh merah dengan sedikit bunga musim dingin di sampingnya.
Setelah menjadi Paus, Jieluo justru merasa lebih rileks. Terhadap Perang Makna Ilahi yang semakin dekat, dia tidak merasa tegang, malah muncul sedikit antisipasi. Dua ratus tahun lebih hidup membuatnya jenuh, sedangkan iblis yang tak terkalahkan dalam catatan sejarah sepertinya layak menjadi lawan yang cukup merangsang bagi dirinya. Entah apakah musuh bermuka mengerikan ini akan menunjukkan ketangguhan seperti penampilan fisik mereka saat ditarik ke medan perang jiwa?
Hanya saja masih ada beberapa tahun sebelum pertempuran terakhir ini, dia perlu menegakkan tujuan baru untuk mengisi sisa waktunya.
Sangat sedikit orang yang bisa masuk ke dalam pandangan Jieluo, dan Roland Wimbledon kebetulan adalah salah satunya... sekaligus satu-satunya orang biasa yang kini bisa menarik minatnya.
Tidak diunggulkan siapapun, namun muncul sebagai pemenang Dekrit Perebutan Takhta, melawan dua bidak catur yang memiliki momentum suksesi dengan wilayah kendali tanpa pernah kalah, harus diakui sebagai pencapaian langka. Terlebih dia menemukan petunjuk menarik dalam ingatan Garcia.
Yakni Ratu Redwater yang pernah memanfaatkan pelayan yang tertancap di sisi Pangeran Keempat untuk memberinya racun alkimia mematikan, namun hasilnya sia-sia. Sang ratu yang marah kemudian menghukum mati alkimiawan malang itu - tapi Jieluo menyuruh mekanisme tersembunyi Pusat menduplikasi racun sesuai formula dalam ingatan, menemukan hasil karya yang persis seperti klaim alkimiawan: tak berwarna dan tak berbau, larut dalam air, pasti mengarah pada kematian jika tertelan, dan tidak ada penawarnya.
"Lalu apakah sang pelayan menipu Garcia, atau Roland Wimbledon yang sekarang bukan lagi Pangeran Keempat dulu? Berdasarkan intel yang terkumpul, Jieluo lebih condong ke opsi kedua. Pertanyaannya... jika dia bukan Pangeran Keempat lagi, lalu siapa dia? Mengapa tak ada satu pun orang di sekitarnya yang mempertanyakan ini? Semakin diteliti semakin menarik - perubahan gradual gaya bertindak, meraih cinta rakyat wilayah, mengubah peta pengaruh Wilayah Barat sendirian, baik delegasi gereja maupun pasukan mengamuk yang tak kembali... Sungguh disayangkan jika orang seperti ini hanya menjadi pangeran wilayah kecil.
Karena itu, Roland Wimbledon harus bergabung di bawah gereja, atau lebih tepatnya menjadi bagian dariku. Jieluo tak bisa menahan diri menjilat bibirnya. Inilah tekadnya untuk berbalik arah serangan - Jika benar seperti dugaannya, keuntungan menyerbu Greycastle mungkin jauh melebihi perkiraan.
Tentu saja, sebagai pangeran berkuasa, dia pasti berada di belakang garis selama pertempuran. Bagaimana memancingnya keluar juga perlu dipertimbangkan.
Saat Jieluo merenungkan cara menghindari medan perang frontal untuk menghadap Roland langsung, pintu perpustakaan rahasia terbuka. Isabella masuk.
"Rapat sudah selesai?"
"Iya," dia menggosok lehernya, "Kamu enak saja, tiap hari duduk di sini baca buku minum teh, sementara aku harus menemani para orang tua... eh, satu orang tua dan dua gila kecil ngobrol ngalor-ngidul."
“Bukan omong kosong, ini menyangkut operasional lapisan bawah gereja,” Jieluo mengangkat bahu, “Meskipun penyihir perempuan merupakan tubuh asli gereja, tanpa mereka, kita tak bisa mudah mengumpulkan begitu banyak sumber daya untuk mewujudkan tujuan akhir.”
“Terserah,” Isabella menguap, “Menurut penjelasan mereka, memindahkan logistik persiapan serangan fajar ke Greycastle setidaknya harus menunggu hingga bulan kedua musim panas, itu pun perkiraan optimis.”
Waktu ini tidak terlalu panjang maupun pendek, pikir Jieluo. Menunggu adalah siksaan sekaligus madu kebahagiaan yang dipanen melalui peningkatan. “Bagaimana situasi produksi pil?”
“Di gudang sudah tersimpan 300-400 ribu butir,” jawab Isabella, “Ngomong-ngomong, kau benar-benar ingin mengerahkan semua rakyat biasa melawan Iblis? Jutaan orang, hanya untuk dipanen saja bisa menghabiskan Hermes. Lagipula...”
“Lagipula apa?”
“Dan belum tentu menang.” Dia menggelengkan kepala, “Jumlah terlalu besar, mudah timbul kekacauan di mana pun. Setelah menelan pil pertama, nilai mereka harus dihitung per hari. Bagaimana jika Iblis kebetulan tidak menyerang? Jika sedikit yang dipanen tak berguna, jika banyak malah terbuang. Bahkan jika Iblis menyerbu seperti lebah, setelah dikalahkan pasukan mengamuk, kemampuan bertempur mereka sulit pulih.”
"Kamu tidak memahami maksudku," Jieluo bangun dan berjalan ke meja besar di tengah aula, membuka kain penutup di atasnya untuk memperlihatkan peta lengkap tanah liar, "Aku sama sekali tidak berencana menggunakan pasukan mengamuk untuk mempertahankan Hermes. Lokasi pertempuran terakhir seharusnya berada di suatu tempat di Dataran Subur... Kutebak, sembilan dari sepuluh kemungkinan akan terjadi di reruntuhan Kota Suci Takkila - karena di sini, tempat yang terdekat dengan kita." Dia menunjuk satu titik di peta.
"Apakah kamu ingin... inisiatif menyerang?" Isabella tertegun.
"Yang paling kita butuhkan adalah waktu," Jieluo berkata dengan tenang, "Aku tidak pernah berharap bisa menaklukkan Iblis sekaligus. Kitab Suci menyatakan, ketika bulan merah turun dan pintu neraka terbuka, barulah Iblis dapat membangun menara runcing hitam. Faktanya, itu bukanlah membangun... melainkan tumbuh."
"Maksudmu, batu-batu itu sebenarnya hidup?" Isabella bertanya dengan ekspresi sulit percaya.
“Bagian ini hanya dapat ditemukan dalam catatan tangan langsung Tiga Kursi Persatuan... Ekspansi Iblis harus dibangun di atas Menara Runcing Hitam yang mampu memproduksi kabut merah. Lokasi munculnya menara saat ini semuanya berada di area kaya cadangan batu suci, dengan jangkauan pengaruh yang terus meluas. Pada awal Perang Makna Ilahi kedua, seorang penyihir perempuan pernah memimpin pasukan khusus mendekati area kabut merah melalui bawah tanah. Hasilnya, mereka menyaksikan pemandangan mengejutkan - di bawah menara muncul seekor monster besar tak terkira, tubuhnya lebih besar dari pondasi menara itu sendiri.” Jieluo mengucapkan setiap kata dengan jelas, “Monster raksasa itu sedang merapuhkan batu suci, mengubahnya menjadi kristal hitam pekat yang dapat memancarkan kabut merah. Mengingat Iblis memiliki Binatang Kekacauan yang khusus mengubah batu suci menjadi batu iblis, kemampuan semacam ini tentu mudah dipahami.”
“……” Isabella membuka mulutnya, akhirnya perlahan mengeluarkan kalimat, “Benar-benar menjijikkan.”
“Sayangnya, begitu menara runcing terbentuk, serangan mendadak skala kecil sulit memberikan efek. Jadi satu-satunya kesempatan kita adalah serangan frontal. Aku tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan batu suci yang merapuh untuk muncul dari bawah tanah, tapi kecil kemungkinan proses ini terjadi semalam. Selama periode itu, Iblis tidak bisa mendapatkan suplai kabut merah kecuali diangkut dari belakang garis, sehingga kekuatan fisik yang bisa dipertahankan sangat terbatas. Tugasku adalah menggunakan pasukan mengamuk dengan jumlah yang cukup untuk menindas Iblis guna merobek jalan berdarah, lalu Pasukan Hukuman Dewa akan membantai monster mengerikan di bawah tanah.” Jieluo berbicara tegas dan pasti, “Dengan keberuntungan yang cukup, kita akan mendapatkan waktu 400 tahun lagi.”
