Setelah menghabiskan satu hari kembali ke wilayah perbatasan, Roland merasakan pinggangnya pegal dan punggung nyeri. Setelah mandi, ia langsung tidur lebih awal, dan baru pulih semangatnya saat mendekati tengah hari keesokan harinya.
Tampaknya di kapal khususnya harus ada kabin kedap suara dan kursi malas yang empuk, pikirnya diam-diam, lebih baik lagi jika ada ranjang besar yang lapang. Duduk di bangku keras yang terus bergetar sambil mendengar mesin uap yang berulang kali mengaum Boom, benar-benar siksaan ganda bagi roh dan kesehatan.
Masuk ke kantor, hal pertama yang dilakukan Roland adalah memanggil Manajer Balov Mons dan Menteri Pertanian Seny Dali. Kini hanya tersisa satu minggu terakhir sebelum waktu yang ditetapkan untuk Serangan musim semi. Aspek militer telah berada di bawah kendali Kapak Besi yang yakin, sehingga yang terpenting sekarang adalah mengawal produksi pertanian dan mempersiapkan pekerjaan bercocok tanam musim semi. Bagaimanapun, hanya dengan persediaan makanan yang cukup di tangan, hati bisa tetap tenang.
"Di Dermaga Changge, aku sudah melihat benih yang diangkut ke sana. Selama ada Golden One, seburuk-buruknya hasil panen tahun ini tidak akan terlalu parah. Tapi Wilayah Perbatasan adalah fokus utama. Kita adalah teladan hidup, bukti nyata, contoh yang dipromosikan untuk dilihat semua orang!" Ia mengetuk meja, "Jadi, bagaimana progres pekerjaan bercocok tanam musim semi? Siapa yang mau melapor?"
"Yang Mulia, situasi saat ini seperti ini," Balov mulai berbicara pertama kali, "Dari budak yang naik status gelombang pertama, hanya tiga puluh persen yang bersedia melanjutkan pekerjaan bertani. Ditambah dengan budak baru yang direkrut, total populasi pertanian sekarang sekitar 10.000. Berdasarkan rata-rata produksi gandum tahun lalu, hasil panen 10.000 orang ini seharusnya bisa menghidupi 40.000 hingga 50.000 orang." Ia berhenti sejenak lalu menambahkan, "Perhitungan 'menghidupi' saya berdasarkan kuota pembelian resmi gandum untuk penduduk. Jumlah ini jauh melebihi konsumsi harian rakyat biasa di kota lain. Jika hanya menuntut agar tidak mati kelaparan, masih bisa ditambah 20.000 orang lagi."
“Secara garis besar begitu, Yang Mulia,” sambung Cenie, “tapi semua kesimpulan di atas didapat Departemen Pertanian berdasarkan data statistik tahun sebelumnya. Tahun ini sekitar setengah budak—terutama kelompok baru yang akan menggunakan Golden No.2 modifikasi Yang Mulia Yezi... Benar-benar, kalau tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku tidak percaya batang gandum bisa menghasilkan begitu banyak bulir. Ditambah dua ribu orang akan beralih menanam kentang dan jagung, jadi aku juga tidak bisa memperkirakan berapa jumlah produksi nyata nantinya.”
“Untuk bagian pengolahan lahan, saat ini sawah sedang dalam proses pembajakan. Menurut manual penanaman tanaman yang disusun sebelumnya, lahan perlu dibajak berulang kali sebanyak tiga kali, dan dicampur dengan kompos yang sudah difermentasi—proses ini umumnya memakan waktu tiga hingga empat minggu, tergantung jumlah pekerja dan alat pertanian yang digunakan. Budak tahun lalu sebagian besar sudah menyewa alat-alat pertanian besi, seharusnya bisa mempersingkat waktu pembajakan.”
“Mengenai kedalaman alur yang harus digali, jarak penaburan benih, semua sudah kuserahkan pada magang untuk melakukan promosi dan penjelasan. Mengajarkan mereka metode penanaman optimal sesuai manual.”
Terlihat jelas, mantan ksatria Keluarga Running Wolf ini telah mempelajari urusan pertanian dengan sungguh-sungguh. Semua aspek yang perlu diperhatikan sudah dipikirkan matang-matang, bahkan Roland pun tidak bisa menahan diri untuk mengangguk.
Zaman ini pertanian tidak maju karena terlalu bergantung pada tanah itu sendiri. Sebidang sawah dianggap sebagai keseluruhan penanaman. Untuk mempertahankan sawah, bahkan harus menggarap setahun dan mengistirahatkan dua tahun, efisiensi penggunaan tanah sangat rendah. Sekarang Kota Tanpa Musim Dingin memiliki irigasi terkendali, pupuk alami, dan metode tanam rasional, ditambah benih hasil transformasi Yezi, produksi di mata penduduk lokal sudah tentu terlihat mengejutkan tinggi. Namun bagi Roland, dari total penduduk 30.000, lebih dari 10.000 orang bergerak di bidang pertanian, proporsi ini masih terlalu besar. Untuk mengurangi populasi pertanian, cara paling efektif adalah mulai dari alat-alat pertanian, misalnya memproduksi peralatan pertanian yang memanfaatkan tenaga hewan atau tenaga mekanis.
"Bagus, pertahankan perkembangan ini," katanya dengan puas. "Selain itu, pasukan yang dikirim ke Distrik Changge juga harus membuat reken yang baik. Jika nanti perlu diberlakukan ke kota lain, jalankan sesuai mode ini."
Setelah menyelesaikan penanganan urusan pertanian, Roland meninggalkan kastil. Dengan ditemani Nightingale dan pengawal, ia menuju ke dermaga perbaikan kapal Sungai Redwater.
Kapal yang pembangunannya ditangani Anna ini telah memasuki tahap pemasangan senjata dua hari lalu. Terlihat lambung kapal berlapis cat anti korosi abu-abu dan merah berdiam di atas balok kayu, dengan ukuran tubuh kapal sebesar tiga kapal semen yang tampak sangat kekar. Berbeda dengan kapal roda dayung semen tanpa kabin, sisi lambungnya mendekati tiga meter, memungkinkan boiler dan mesin uap seluruhnya dimasukkan ke dalam perut kapal, sementara roda dayung di kedua sisinya juga dihilangkan. Selain itu, ciri khas lainnya adalah adanya jembatan kapal yang menonjol di bagian tengah lambung, meski hanya setinggi dua lantai namun tetap terlihat sangat mencolok.
Tentu saja, sebagai kapal perang berat air dangkal, perlengkapan terpentingnya tak diragukan lagi adalah meriam raksasa 152mm tersebut. Untuk menghemat waktu konstruksi, Roland tidak menyuruh Anna membuat versi meriam kapal secara terpisah, melainkan membongkar meriam benteng di tembok kota untuk langsung dipasang di kapal.
Saat ini, meriam itu sedang berada di samping dermaga perbaikan, menunggu proses pemasangan terakhir.
"Yang Mulia," ujar Anna sambil melambaikan tangan begitu melihat Roland muncul, "Di sini!"
Sang Pangeran tersenyum mendekat, "Bagaimana, proses pembangunannya lancar?"
Selama satu minggu kepergiannya ke Distrik Changge, Anna mengerjakan seluruh pembuatan kapal meriam ini sendirian. Meskipun gambar teknik untuk bagian-bagian kritis telah diberikan padanya, proyek besar yang belum pernah dialami sebelumnya ini tentu sangat wajar jika menghadapi berbagai masalah.
"Tidak begitu lancar," dia menggelengkan kepala, "Masalah yang cukup merepotkan ada deformasi sisi lambung kapal, kebocoran pada baling-baling, kemiringan lambung ke satu sisi setelah pengelasan jembatan kapal, serta masalah dudukan meriam yang tidak bisa mengunci artileri. Tapi semuanya sudah kuselesaikan."
"Semua... sudah kau selesaikan?" Roland terkejut.
"Ya," Anna menyunggingkan senyum cerah sambil menghitung jari, "Deformasi sisi disebabkan pelat baja lambung yang terlalu tipis. Aku memasang penyangga rak tambahan di area rentan; Kebocoran baling-baling karena ada celah tetap antara selongsong dan batang penghubung. Aku mengurungnya dengan wastafel agar air yang bocor tidak menyebar, lalu memompa keluar menggunakan tenaga mesin uap; Kemiringan jembatan karena ketidakseimbangan berat, sedikit modifikasi sudah cukup. Masalah dudukan meriam paling rumit, akhirnya aku mendapat inspirasi dari pistol putar - membuat garis gerigi di lingkaran dasar lalu menambahkan cakar yang bisa menyelip di antara gerigi, sehingga rak meriam yang berputar di atas bisa dikunci ke arah bidikan mana pun."
Roland mengedipkan mata, lama baru bisa mengeluarkan kalimat, "Kau benar-benar jenius." Meski ini bukan masalah rumit, tapi itu bagi dirinya yang pernah menggambar ribuan gambar teknik mekanis. Terutama solusi terakhir, menghubungkan struktur pistol putar dengan sistem pengunci dudukan meriam, mungkin hanya Anna yang memiliki kemampuan observasi tingkat mikro seperti ini.
"Omong-omong, Yang Mulia, apakah kapal ini sudah punya nama?"
“Belum,” ia mengangkat alisnya, “Ada apa?”
“Para prajurit Angkatan Darat Pertama itu datang menengok setiap beberapa hari, bahkan berebut ingin menorehkan nama mereka di jembatan kapal,” Anna tertawa ringan, “Kata mereka Yang Mulia pernah berjanji, penembak meriam terbaik berhak memiliki kapal yang dinamai menurut namanya.”
“Ah... Benar ada perjanjian seperti itu,” bayangan Rodney dan Nelson dari batalion artileri muncul di pikiran Roland, “Tapi khusus kapal ini tidak boleh. Kapal perang pertama tidak hanya mewakili dirinya sendiri, tapi juga seluruh kelas dan model.” Sudut mulutnya naik, “Kehormatan ini tidak bisa kuserahkan ke orang lain, jadi namakan saja Kapal Roland - Kapal kelas Roland nomor satu.”
