“Selamat pagi, Nona Soraya!”
Begitu Soraya masuk ke pabrik sepeda, Gilly langsung menyambutnya, “Yang Mulia datang sangat pagi.”
Perkataan itu membuatnya agak malu. Kemarin menemani Bulan Teka-teki dan Lily bermain Dou Dizhu sampai agak larut, hari ini bangun juga terlambat setengah jam dibanding biasanya. Di hari-hari tanpa Wendy, rasanya semua orang menjadi lebih santai. Tentu... kecuali Anna dan Agatha. Baik dalam bekerja maupun belajar, mereka selalu menjadi teladan hidup saudari perempuan. Terutama yang kedua, selalu pergi paling pagi dan pulang paling malam.
“Apakah bahan dasarnya sudah siap?”
“Sudah, silakan ikut saya.”
Sebagai lulusan angkatan pertama, Gilly kini telah menjadi asistennya di pabrik sepeda. Segala konten pekerjaan selalu diberitahukan terlebih dahulu olehnya. Setahun lalu, Soraya sama sekali tidak percaya orang biasa bisa berkolaborasi dengan penyihir perempuan, dan saling berinteraksi dengan akrab.
“Apakah itu sepeda yang sudah jadi?” Tiba-tiba dia menyadari pabrik hari ini terlihat berbeda dari biasanya. Mesin uap tidak mengeluarkan suara Boom seperti hari-hari biasa, semua orang justru mengelilingi deretan kendaraan roda dua baru yang berkilauan.
“Ya, produk pertama kami,” wajah Gilly dipenuhi senyuman lebar, matanya hampir terpejam, “total dua puluh unit, sungguh tidak mudah. Terutama rantai dan roda, berdasarkan perhitungan tingkat hasil jadi bahkan kurang dari setengah.”
Memang tidak mudah, pikir Soraya, pabrik ini sudah selesai dibangun pada musim gugur tahun lalu, namun kemudian mengalami berbagai kendala seperti peralatan yang tidak lengkap, kekurangan tenaga kerja yang parah... Prioritasnya jelas lebih rendah dibanding pabrik perakitan mesin uap dan pabrik kimia di sebelah. Dua fasilitas itu sekarang sudah beroperasi tiga shift bergiliran, hampir setiap saat ada yang bekerja, sedangkan di sini masih berproduksi siang hari dan tutup malam. Bahkan Gilly pernah bergumam diam-diam, seorang rekan yang pindah ke pabrik kimia gajinya sudah naik tiga kali lipat, sementara sepeda masih belum terlihat.
Sekarang akhirnya dia bisa mendapatkan sepeda miliknya sendiri.
Saat membuka pintu ruang produksi, Soraya melihat tanah yang rata telah ditutupi lapisan kertas putih seluas sekitar empat puluh meter persegi, seperti hamparan salju di musim dingin.
“Bagian yang diproses hari ini adalah ban dalam, mohon bantuannya.” Gadis kecil itu membungkuk hormat.
“Hmm,” penyihir perempuan itu mengangguk, “Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu.”
“Hei, jika ada kebutuhan apapun segera panggil aku,” katanya sambil tertawa, “Aku akan menunggu di pintu pabrik.”
Melihat siluet punggung Gilly yang pergi dengan semangat, Soraya tahu pasti dia tidak sabar ingin merasakan pengalaman mengendarai sepeda.
Sambil menggelengkan kepala tersenyum, Soraya melepas sepatu dan melangkah ke atas kertas yang terbentang rata.
Pengecatan sepeda terutama terdiri dari tiga bagian: ban dalam, ban luar, dan anti-karat pada rangka. Bagian mana yang dikerjakan tergantung pada tahap perakitan di pabrik. Secara umum, kecepatan menyelesaikan pengecatan jauh lebih cepat daripada kecepatan perakitan, sehingga baik ban dalam, ban luar maupun rangka telah memiliki banyak stok di pabrik. Namun karena energi sihir terus bertambah setiap hari dan akan terbuang percuma jika tidak digunakan, Soraya tetap datang ke pabrik sepeda setiap tiga hari sekali untuk menyelesaikan sebagian pekerjaan pengecatan.
Dia mengingat sebentar kualitas ban dalam, lalu mengangkat tangan untuk memanggil Pena Ajaib.
Sebagai membran pengemas gas, material ini harus ringan, lembut, memiliki kelenturan sedang, dan bisa meleleh pada suhu tinggi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, dia memilih lapisan serutan kayu sebagai material - hasil yang diperoleh setelah ratusan kali pengujian. Lapisan udara terlalu lentur sedangkan lapisan gelombang air tahan api secara ekstrim, hingga akhirnya dia menemukan objek pelapisan ideal saat memperhatikan serutan kayu sisa proses tukang kayu saat mengumpulkan bahan baku.
Berbeda dengan Lucia yang bisa melebur ulang logam murni dengan proporsi campuran bebas setelah penguraian, Soraya harus menggambar berdasarkan media fisik terlebih dahulu untuk memahami kinerjanya. Dia juga tidak bisa mengingat ribuan karakteristik energi sihir material, sehingga metode termudah adalah membuat kartu warna. Saat diperlukan, dia tinggal memilih lapisan dari kartu warna tersebut untuk digunakan dalam skala besar.
Tentu saja, untuk lapisan umum seperti ban dalam dan luar, dia bisa langsung menggambar tanpa perlu melihat kartu warna lagi.
Pena Ajaib secara bertahap melebar, akhirnya kuas berpusat pada Soraya, meluas hingga sekitar enam meter - Saat menggunakan batas maksimal pewarnaan 10 meter, energi sihir di area tepi mudah kehilangan kendali. Untuk menjamin kualitas lapisan yang seragam, ia lebih memilih menghabiskan lebih banyak waktu untuk melukis.
……
Di bawah satu jam, seluruh permukaan kertas 40 meter persegi telah tertutup lapisan serutan - Tentu saja ini bukan serutan kayu sungguhan, sama seperti ketika ia melukis meniru baja, lapisan yang dihasilkan juga bukan baja... Kekerasan dan kelenturan tidak bisa diraih bersamaan, lapisan sekeras apapun tak bisa menandingi batu, dan akan hancur seperti kaca jika dilempar.
Selain serutan, Soraya juga menuliskan namanya di seluruh permukaan sebagai tanda tangan. Ini juga tradisi pelukis. Awalnya ia hanya menulis nama di sudut kanan bawah lapisan, tapi setelah menemukan bahwa saat lapisan dipotong, namanya hanya muncul di satu ban dalam, ia jadi bermain-main dengan mencoretkan tanda tangan di mana-mana. Dengan cara ini, bagaimanapun potongannya, tulisan "Karya Soraya" akan tetap terlihat. Ketika pertama kali ditemukan Yang Mulia, ia sempat panik, mengira akan dimarahi. Tapi ternyata Sang Pangeran tertawa menyebutnya penemu watermark, bahkan memujinya habis-habisan.
Meski tak mengerti arti watermark, pujian Yang Mulia tetap membuat Soraya bahagia beberapa hari. Sejak itu ia mempertahankan gaya tanda tangan ini.
Setelah lapisan selesai, proses berikutnya adalah membakar kertas di bagian punggung untuk mendapatkan bahan baku ban dalam utuh, lalu mengirimkannya ke ruang pemotongan pisau untuk dipotong menjadi bentuk strip, akhirnya menyambungnya dengan besi panas yang membara. Tentu saja semua pekerjaan ini ditangani oleh pekerja khusus, dia hanya perlu menyelesaikan pembuatan bahan baku awal.
Lapisan ini menghabiskan hampir sepertiga energi sihir dalam tubuh. Soraya merasakan secara mendalam efek latihan terhadap peningkatan energi sihir. Jika dulu, menyelesaikan lapisan seluas ini dalam sekali waktu pasti akan membuatnya kelelahan total. Memanfaatkan waktu yang masih pagi, setelah berpamitan pada Gilly, dia pergi sendirian ke halaman belakang Tambang Lereng Utara.
Setelah memasuki jalan gunung, hampir setiap ratusan meter terdapat pos penjagaan. Di depan pintu masuk halaman bahkan dibangun bunker tersembunyi dan menara pengawas. Bahkan kastil pangeran pun tidak memiliki sistem keamanan seketat ini.
Soraya memasuki halaman di bawah penghormatan militer prajurit. Melihat Anna sedang mengupas komponen-komponen aneh—kapanpun datang ke sini, dia selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan teliti. Memandang siluetnya yang fokus, tiba-tiba Soraya merasa agak malu. Jika tidak membahas bakat, setidaknya dalam hal keseriusan, dirinya jauh tertinggal darinya. Di hatinya juga tercampur rasa iri—baik dalam hal kemampuan, dedikasi terhadap pekerjaan, maupun hubungan cinta dengan Yang Mulia, Anna adalah yang terbaik di antara para penyihir perempuan.
"Yo-ho, Kakak Soraya, akhirnya datang juga." Lucia di sebelah mendengar langkah kakinya, menengadah dengan senyum cerah.
Anna juga meletakkan komponen di tangannya dan melambai padanya, "Pembungkusan kabel tembaga hari ini juga merepotkanmu."
"Serahkan padaku," Soraya menyimpan sifat kehati-hatiannya dan berjalan sambil tersenyum ke arah dua orang itu.
